Diperlukan Pendampingan Bagi Anak-Anak WNI Eks ISIS

JAKARTA, Harnasnews.com –  Perbedaanan pemikiran mengenai kelanjutan dari penanganan WNI eks ISIS masih jadi perdebatan. Secara hukum, persoalan WNI eks ISIS akan terkait dengan banyak peraturan perundang-undangan, baik nasional maupun hukum internasional seperti Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dan konvensi-konvesi internasional.

“Namun saya melihat berbagai perbedaan pandangan tersebut mengerucut pada 2 (dua) pendekatan keadilan, yaitu pendekatan Social Justice dan Legal Justice. Semua sepakat bahwa terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian dunia dewasa ini yang digolongan terhadap kejahatan kemanusiaan (Crime Against Humanity),” ujar Pakar Hukum Pidana Prof. Dr.Topane Gayus Lumbun, saat Kegiatan Diskusi Publik dengan Tema “Menimbang Aspek Legalitas WNI Eks Anggota ISIS” yang diselenggarakan Universitas Indonesia, kampus Salemba belaum lama ini.

Menurut dia, terorisme bukan hanya merupakan kejahatan regional namun merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan bahkan merupakan tindak pidana internasional yang mempunyai jaringan luas, yang mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional termasuk dalam kasus dugaan warga negara Indonesia yang terlibat dalam jaringan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria ).

Dikatakan Gayus, Pemerintah Indonesia sejalan dengan amanat sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, berkewajiban untuk melindungi warganya dari setiap ancaman kejahatan baik bersifat nasional, transnasional, maupun bersifat internasional.

“Oleh karena itu dari sisi ini, maka kebijakan Pemerintah untuk tidak memulangkan WNI eks ISIS dapat diterima,” tambahnya.

Tindakan pemerintah (Bestuurhandlingen) untuk tidak memulangkan 689 WNI Eks ISIS, yang terpapar ISIS dan bergabung dengan gerakan ISIS merupakan langkah tepat. Namun persoalannya tindakan pemerintah tersebut didasarkan pada pendekatan yang menggeneralisir semua 689 WNI tersebut, tanpa memperhitungkan hal-hal yang bersifat individual, baik dari segi usia, jenis kelamin serta keterlibatannya.

“Oleh karena itu, kami berpandangan, kebijakan pemerintah untuk memulangkan eks ISIS bukan merupakan akhir dari penyelesaian masalah, karena masih dilanjutkan kepada proses hukum di pengadilan yang menilai secara individual, baik dari kualitas perbuatannya, maupun dari tingkatan keterlibatannya, serta berdasarkan usia dan kondisi masing-masing WNI eks ISIS tersebut,” ujar Gayus menambahkan.

Gayus berargumentasi, pentingnya penyelesaian melalui pengadilan atau berdasarkan putusan Pengadilan dengan perlakuan dan perlindungan hukum yang adil terhadap WNI eks ISIS dari perspektif Undang-Undang tentang 3 Perlindungan Anak, yang dapat dikatagorikan kepada anak di dalam kandungan sampai dengan 12 Tahun, perlakuan terhadap anak 12 tahun sampai belum berumur 18 tahun, dan perlakuan Warga negara yang telah melebihi usia tersebut.

Leave A Reply

Your email address will not be published.