Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber

BALI,Harnasnews.com – Hari ini, Wrespati Kliwon wuku Klawu, saya telah menandatangani Peraturan Gubernur baru, yaitu Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.

Peraturan Gubernur ini merupakan wujud nyata keseriusan Pemerintah Provinsi Bali dalam mengimplementasikan Visi “ Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju BALI ERA BARU.

Yang mengandung makna “Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala Menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali Sesuai Dengan Prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari Secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan Melalui Pembangunan Secara Terpola, Menyeluruh, Terencana, Terarah, dan Terintegrasi Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945.”

Peraturan Gubernur ini akan mempercepat upaya kita bersama untuk melindungi dan memperbaiki alam lingkungan Bali beserta segala isinya dibidang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

Peraturan Gubernur Nomor 47 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber terdiri dari 13 Bab dan 40 Pasal dengan semangat mewujudkan budaya hidup bersih, serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.

Jumlah timbulan sampah di Provinsi Bali mencapai 4,281 ton/hari. Dari jumlah itu yang sudah bisa tertangani dengan baik sebanyak 2,061 ton/hari (48%). Dari sampah yang tertangani ini hanya 4% (164 ton/hari) yang di daur ulang dan 1,897 ton/hari (44%) dibuang ke TPA. Sampah yang belum tertangani dengan baik sejumlah 2,220 ton/hari (52%). Sampah yang belum tertangani dengan baik ini ada yang dibakar (19%), di buang ke lingkungan (22%), serta terbuang ke saluran air (11%).

Oleh karena itu pola lama penanganan sampah yaitu kumpul-angkut-buang harus kita ubah dengan mulai memilah dan mengolah sampah di sumber. Seyogianya, siapa yang menghasilkan sampah dialah yang bertanggung jawab untuk mengelola atau mengolah sampah itu sampai selesai. Kalau kita yang menghasilkan sampah, masak orang lain yang disuruh mengurus sampah kita.

Sampah seyogyanya harus diselesaikan sedekat mungkin dengan sumber sampah, dan seminimal mungkin yang dibawa ke TPA, yaitu hanya residu saja. Kondisi TPA di Kab/Kota sebagian besar bermasalah, seperti: melebihi kapasitas (overload), kebakaran, pencemaran air tanah, bau, dsb.

Kita sadari bahwa permasalahan sampah ini adalah masalah kita bersama, pemerintah tidak akan sanggup menyelesaikan permasalahan ini tanpa peran serta dari masyarakat (Desa Adat, Desa/Kelurahan) maupun dunia usaha.
Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga antara lain: (a) menggunakan barang dan/atau kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai oleh proses alam; (b) membatasi timbulan Sampah dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai; (c) menggunakan produk yang menghasilkan sesedikit Sampah; (d) memilah Sampah; (e). menyetor Sampah Yang Tidak Mudah Terurai Oleh Alam ke Bank Sampah dan/atau FPS; (f) mengolah Sampah yang mudah terurai oleh alam; dan (g) menyiapkan tempat Sampah untuk menampung Sampah residu.
Pengelolaan sampah yang dilakukan di rumah tangga dan kawasan/fasilitas bisa dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan Desa Adat dan/atau Desa/Kelurahan. Desa Adat bersinergi dengan Desa/Kelurahan melakukan Pengelolaan Sampah dengan cara: (a) melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan kepada masyarakat dalam meningkatkan tanggungjawab terhadap Pengelolaan Sampah; (b) membangun TPS 3R untuk mengolah Sampah yang mudah terurai oleh alam; dan (c) mengangkut Sampah dari sumbernya ke TPS 3R, FPS/Bank Sampah, dan/atau TPA.
Desa Adat agar berperan aktif dalam Pengelolaan Sampah yang dapat dilakukan dengan: (a) menyusun Awig-Awig/Pararem Desa Adat dalam menumbuhkan Budaya Hidup Bersih di wewidangan Desa Adat; (b) melaksanakan ketentuan Awig-Awig/Pararem Desa Adat secara konsisten; dan (c) menerapkan sanksi adat terhadap pelanggaran ketentuan Awig-Awig/Pararem Desa Adat.
Dalam mewujudkan Bali yang bersih, hijau, dan indah, seluruh komponen masyarakat wajib melaksanakan Budaya Hidup Bersih, dengan cara: (a) tidak membuang Sampah sembarangan; (b) menempatkan Sampah pada tempatnya; (c) menggunakan barang dan/atau Kemasan yang meminimalisir Sampah; dan/atau (d) mengelola sendiri Sampah yang dihasilkan.
Peraturan Gubernur ini juga mengatur tentang kewajiban produsen untuk melakukan pengurangan sampah dengan cara menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang, diguna ulang dan dimanfaatkan kembali, dengan menunjuk Bank Sampah unit, Bank Sampah sektor, dan/atau Bank Sampah induk di setiap Kabupaten/Kota sebagai Fasilitas Penampungan Sementara.
Saya mengajak Generasi Millenial untuk menjadi pelopor dalam mewujudkan Budaya Hidup Bersih. Budaya Hidup Bersih harus menjadi life-style kita dan saya sungguh gembira karena makin banyak Generasi Millenial, anak muda dan sekeha teruna-teruni yang aktif melakukan gerakan bersih sampah di berbagai wilayah Bali.(VIDI)

Leave A Reply

Your email address will not be published.