Transformasi Sumur- Sumur Ghaib Gili Rakit Labuhan Jambu  Teluk Saleh 

"Tulisan ini bagian terpenting dari pemikiran H. Johan Rosihan merefleksikan masa berkunjung ke destinasi ekowisata Sumur - Sumur Ghaib Gili Rakit, menjadi bumbu destinasi yang indah, dari kegaiban itu bisa datangkan kunjungan wisata yang diprediksi bernilai Ratusan juta rupiah. Hal ini bagian dari ide besar H. Johan Rosihan untuk: Integrated Aquarium and Marine Research Labuhan Jambu Teluk Saleh."

 

LOMBOK ISLAND,Harnasnews.com  – Kawasan Gili Rakit Teluk Saleh yang bening, pandang meyerupai warna air kehijauan hingga karang-karang yang ada di dalamnya dapat terlihat jelas. Bukit – bukit kecil di sekelilingnya yang seakan membentuk lingkar cincin mengitari lautan.

Gili Rakit seakan-akan baru terbangun dari tidur lelapnya dan disambut pesta dan terdapat Batu Sunkis Dancer yang harganya lumayan mahal. Menjadi daya tarik penuh rasa penasaran.

Pulau Rakit masih dalam kondisi fresh, belum berpenghuni dan merupakan aset besar yang dimiliki oleh Desa Labuhan Jambu, Kecamatan Tarano yang dimanfaatkan jasa lingkungannya sebagai salah satu destinasi wisata favorite dipulau sumbawa.

Pulau Rakit memiliki beragam kekayaan dan keindahan alamiah, mulai dari pantai pasir putih, terumbu karang, hutan bakau, berbagai jenis burung pantai serta keanekaragaman hayati lainnya, salah satunya Burung Gosong yang diketahui sebagai satwa endemik NTB, bisa dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai daya tarik tersendiri dari pulau tersebut.

Keberagaman jenis satwa dan biota laut menjadikan Pulau Rakit dapat dikembangkan sebagai ekowisata berbasis konservasi sehingga tempat ini tidak hanya akan dikunjungi oleh para wisatawan untuk berlibur, melainkan para akademisi yang melakukan studi atau penelitian tentang satwa liar khususnya burung.

Namun kekayaan dan keindahan alam ini hanya diketahui oleh masyarakat setempat yang selama ini memanfaatkan Pulau Rakit sebagai tempat berladang dan mengembalakan kerbau.

Sehingga perlu dilakukan pengembangan potensi untuk memperkenalkan keindahan yang selama ini tersembunyi dimiliki NTB khususnya Sumbawa.

Akses ke Pulau Rakit itu sendiri cukup mudah, biasanya dengan memanfaatkan jasa angkutan perahu motor nelayan setempat disekitar pesisir pantai Kecamatan Tarano, dengan Jalur penyebrangan yaitu Desa Labuan Aji dan Desa Labuhan Jambu yang diketahui sebagai desa terdekat dengan Pulau Rakit.

Keindahan Pulau Rakit jika tidak diexplore lebih dalam maka pulau ini hanya akan menjadi tempat pengembalaan kerbau dan lahan jagung namun disisi lain apabila dikembangkan dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekologi akan mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat secara umum dan mendatangkan pendapatan asli daerah serta memperkenalkan Nusa Tenggara Barat sebagai daerah wisata berdaya saing tinggi.

Kondisi ekonomi masyarakat pesisir selama ini mengandalkan hasil dari laut sebagai penghasilan utama. Namun belakangan ini marak terjadi penangkapan ikan dengan memakai Bom dan terjadi ekploitasi pasir pantai yang dikeruk untuk digunakan sebagai bahan bangunan maupun untuk dijual sebagai pendapatan tambahan, hal ini tentu memiliki dampak buruk bagi keseimbangan ekosistem maupun keindahan alam itu sendiri.

Sehingga dengan pengembangan Pulau Rakit ini sebagai daerah wisata pengeboman ikan dan pengerukan pasir pantai mampu ditenkankan karena masyarakat memiliki banyak pilihan untuk mengembangkan usaha sebagai pendapatan sehari-hari baik berupa berdagang, menyediakan fasilitas transportasi, perlengkapan snorkling, diving, guide dan masih banyak lainnya yang tentu perlu dilakukan penyulahan dan pelatihan untuk menambah pengetahuan dan kreatifitas masyarakat setempat.

SUMUR (BUIN) AI SEMOMO

Ai Semomo berada disekitar Gili Rakit. Buin Ai Semomo merupakan buin kesekian dari jumlah banyak buin yang ada di Gili Rakit. Posisinya sangat dekat dengan Desa Labuhan Terujung. Berada di posisi sebelah barat Gili Rakit.

Beruntung sekali indahnya alam Sumbawa sangat eksotis yang terasingkan dari para wisatawan, maklum masih banyak wisatawan bahkan orang asli Sumbawa yang tidak menyadari indahnya alam Sumbawa dan kekayaan akan potensi wisata di Sumbawa sendiri.

Tidak jauh dari desa Labuhan Jambu, Kecamatan Tarano, butuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai ke Buin Semomo Gili Rakit, Buin yang terletak dipulau kecil yang terletak di Sumbawa Besar.

Buin Semomo berada dipuncak “Olat Gili Rakit”, menurut ceritanya Ai Semomo berada dan mengalir diatas batu tanpa pernah berhenti selama buin tersebut ada sejak zaman dahulu kala. Cirihas Buin Ai Semomo memiliki mata air didalam batu-batu kecil dan menyembul.

BUDAYA KEBO NANGE

Menurut Agus Hong (2016) mengatakan apalagi di Gili Rakit ada atraksi Kebo Nange (kerbau berenang) di Dusun Ai Paya, Desa Labu Jambu, kecamatan Tarano dimana para petani memindahkan kerbau-kerbau mereka menuju Gili Rakit agar tidak mengganggu musim tanam di lahan sawah dan setelah musim panen sekitar bulan April dan Mei kerbau-kerbau ini dipindahkan kembali ke Dusun Ai Paya, dan juga tujuan dipindahkannya kerbau-kerbau ini juga kerena terdapat pakan ternak dan juga ladang luas sehingga kerbau-kerbau itu mendapat makanan yang cukup.

Uniknya adalah cara memindahkan kerbau ini bukan dengan mengangkut kerbau-kerbau ini kedalam kapal tetapi kerbau-kerbau ini ‘berimigrasi’ dengan cara berenang. Caranya sangat gampang, kerbau (kerbau yang paling besar) di ikat dengan tali ke perahu agar mengikuti arah perahu dan segerombolan kerbau lain akan berenang mengikuti tanpa harus diikatkan ke perahu lagi; sedangkan untuk kuda-kuda yang tidak bisa berenang harus diikat seluruh badan disamping perahu.

SUMUR (BUIN) AI PATERI

Dalam bahasa bugis pateri itu artinya menangis. Letak Ai Pateri disekitar Gili Rakit sebelah timur. Kisah Ai Pateri ini, ketika terjadi pertempuran antara penjajah belanda dengan pasukan perang kerajaan Sumbawa. Buin Ai Pateri memiliki kekhasan yang sangat apik. Ai Pateri sudah menjadi cerita rakyat yang tersebar dikalangan masyarakat petani, nelayan dan para pemangku kepentingan.

Kekhasannya berbeda dengan buin lainnya yang berada di Gili Rakit. Khas Ai Pateri memiliki suara menangis secara tiba-tiba tanpa dikontrol atau disetir oleh manusia. Air Buin Pateri juga tidak pernah habis, selalu ada apabila dibutuhkan banyak oleh masyarakat nelayan.

Latar belakang sejarah menangisnya Buin Ai Pateri sangatlah dalam maknanya, bahwa pertama: keghaiban pateri karena berlatar perang zaman sejarah sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia yang dilakoni oleh sultan – sultan dibawah pemerintahan. Kedua: Ai Buin Pateri memiliki kasiat pengobatan dan penyembuhan berbagai macam penyakit tanpa efek samping. Ketiga: Ai Pateri bercirihas suara menangis, yang membuat banyak orang belum menemukan sumber suara tanggisan tersebut hingga kini.

Untuk mengkonfirmasi fakta diatas bahwa penting untuk melakukan konservasi secara detail dan merekam jejak ai pateri untuk mengungkapkan sejarah lebih jauh lagi.

Ai Pateri bisa menjadi pusat destinasi wisata alam yang eksotis, menunggu komitmen pengembangan lebih rapi dan tertata. Dengan adanya beberapa buin-buin itu di Gili Rakit bisa menjadi mercusuar wisata bernilai tinggi dan berkelas.

Model dan tempat Ai Pateri terdapat di lorong batu dan menyembur, rasa tawar seperti air biasa dengan kekhasan yang sangat bagus sekali. Ai pateri lebih identik rasa dingin, walaupun terkena oanas matahari, namun rasanya enak sekali saat diminum.

Pesan-pesan buin Ai Pateri dan buin – buin lainnya, merupakan sinyal untuk pemerintah agar lebih memperhatikan keadaban budaya buin-buin Gili Rakit yang memiliki perbedaan dan cirihas masing-masing.

Semoga kedepan buin-buin yang eksotik itu di Gili Rakit dapat dikembangkan secara maksimal oleh pemerintah Kabupaten Sumbawa sehingga dapat mengarahkan pembangunan masa depan dan menata sumberdaya manusia melalui aspek pariwisata.

SUMUR (BUIN) SAKEDIT

Saya memang berniat silaturrahmi dengan paman, bibi dan sepupu serta keluarga besar, tepat di depan Kantor Kecamatan Tarano dusun Ampuh. Kebiasaan silaturrahmi karena memang memiliki kesempatan mudik ke kampung halaman tercinta.

Namun, sebelum itu, saya sudah berdiskusi panjang lebar bersama kedua orangtua dirumah selama seharian. Tema diskusi seputar issue magis dan ghaib beberapa sumur tua disekitar wilayah Pulau / Gili Rakit.

Beberapa sumur tua gili rakit itu, membuat saya penasaran. Sekaligus terheran-heran, karena memang ada banyak sumur yang begitu ajaib terdapat di Gili Rakit.

Zaman dahulu, termasuk saya sendiri waktu kecil sering “Salempat Kerbau” atau membantu menyebrangi kerbau ke Gili Rakit atau mengantarkan kerbau ternak ke wilayah Gili Rakit. Letak Gili Rakit tidak jauh dengan Desa Labuhan Jambu dan Labuhan Terujung, cukup 10 menit kita menyebrangi laut dengan perahu mesin.

Di Gili Rakit sekarang ini, sudah banyak kehidupan manusia, rata – rata mereka yang hidup disana yakni pembudidaya ikan kerapu, nelayan dan masyarakat pesisir.

Buin Sakedit, begitu cerita paman saat silaturrahmi ke rumahnya kemaren. Keghaiban Buin Sakedit tak ada yang bisa mempredisksinya. Bentuk keghaibannya bermacam-macam caranya. Sala satu hal yang paling fenomenal, apabila mendatangi Buin Sakedit dan berniat mengambil air, maka dengan syarat harus tenang, tidak ribut, diam-diam, sehingga air itu tidak “lesap” atau hilang. Begitu juga sebaliknya, ketika manusia ribut, bicara nada keras dan menepuk benda yang bersuara, maka Buin Sakedit akan hilang tak berbekas.

Keberadaan Buin Sakedit memang sangat fenomenal, kemagisan dan keghaibannya sangat membuat masyarakat terheran-heran. Buin Sakedit sala satu ciptaan Allah yang paling dinantikan manusia apabila sedang berada di Gili Rakit.

Pasalnya, Buin Sakedit menjadi tumpuan harapan para nelayan bagang, jala seret, pembudidaya, dan masyarakat pendatang. Karena Buin Sakedit tempat segala aktivitas manusia untuk menyambung hidup. Keanehannya, Buin Sakedit sangat kecil, tetapi masyarakat atau manusia yang beraktivitas mengambil air secara diam-diam dalam jumlah besar. Biasanya perorang membawa jerigen besar dan kecil dalam jumlah banyak dan membawanya dengan perahu atau kapal.

Tulisan ini sebenarnya ungkapkan kelebihan Gili Rakit sebagai destinasi wisata alam yang selama ini digunakan banyak orang, baik untuk perkemahan, studi banding dan wisata para muda mudi. Gili Rakit menyimpan banyak buin (sumur) seperti Buin Sakodeng, Buin Ai Semomo, Buin Ai Pateri dan Buin Ai Kanekal. Semua buin – buin itu memiliki khas dan perbedaan, sudah tentu ciri khasnya yang ghaib dan magis.

Harapan besar sebetulnya bagi masyarakat Kecamatan Tarano, Desa Labuhan Jambu Kabupaten Sumbawa, bahwa Gili Rakit memiliki potensi wisata yang sangat luar biasa bagus. Alam yang masih alami, laut yang terpelihara baik dan belum tercemar.

Potensi wisata Gili Rakit dengan ikon Buin – Buin ghaib dan magis itu menjadi daya tarik yang sangat luar biasa. Sebaiknya pemerintah kabupaten Sumbawa segera mungkin berfikir lebih objektif dan cepat. Sehingga kedepan dapat mengisi pembangunan melalui sentra sektor pariwisata. Gili Rakit proyek dan program pemerintah masa depan, apabila memiliki komitmen untuk dikembangkannya.

SUMUR (BUIN) DEWA BUTIL

Saya mendatangi Buin Dewa Butil (Sumur Dewa Butil) pada tanggal 25 September 2017 jam 08.00 pagi hari. Buin Dewa Butil terletak dibagian utara Desa Labuhan Bontong. Dewa Butil hampir berbatasan dengan desa Nyarinying, juga desa pesisir pantai.

Dewa Butil letaknya di Labuhan Bontong Kecamatan Tarano yang memiliki sejarah panjang mewarnai pola kehidupan masyarakat Desa Labuhan Bontong dan Sumbawa umumnya. Power ghaib dan magis Dewa Butil dikenal sejak dahulu.

Sering masyarakat Sumbawa datang dari penjuru manapun, melakukan ritual “Paturen Jaran”. Terutama ritual pengobatan penyakit korek, sakit panas, dan penyucian jiwa. Hal itu sering dilakukan oleh sebagian besar kerajaan sumbawa.

Buktinya, Jenderal Manambai yang pernah menjabat Kadipati Sumbawa. Manambai yang dikenal nama Abdul Kadir bin Tunruang. Manambai memiliki banyak keturunan hingga hari ini di desa Labuhan Bontong, terakhir keturunannya menjadi kepala desa Labuhan Bontong adalah M. Athar SH (alm), hingga hari ini masyarakat masih keras meyakini Sumur Dewa Butil masih menyimpan kekuatan magis dan ghaib dalam penyembuhan jiwa manusia. Pengaruh magis Sumur (Buin) Dewa Butil sangatlah kuat.

Hal ini sudah tentu mengingat sejarahnya. Berawal dari kisah perang gorila di wilayah Sulawesi yang menyebabkan masyarakat atau manusia terusir dari tanah Sulawesi sekitar pada tahun 1920-an, ketika terjadi perang di semenanjung wilayah Sulawesi Selatan antara pengikut Kahar Muzakkar dengan perajurit penjajah Belanda.

Dari perang Gorila tersebut, banyak warga masyarakat melarikan diri dari Sulawesi menuju Sumbawa bagian timur, seperti Empang, Tarano, Kota Sumbawa, Moyo Hulu dan Moyo Hilir serta Taliwang.

Salah seorang bernama Butti Bin Zakaria suku Bugis harus terdampar di sekitar wilayah Nangga Perung (selat kecil) tempat sandaran kapal-kapal pendatang dari bugis Makassar. Di Nangga Perung itulah, seorang Butti Bin Zakaria bersama yang lain harus mengungsikan diri dengan berjalan kaki ke wilayah Desa Labuhan Bontong.

Karena memang saat itu, begitu tiba dan bersandar langsung di perangi serta dikejar-kejar oleh penjajah untuk dibunuh. Maka, dengan nama Nangga Perung itulah dalam bahasa Sumbawa yang artinya Nangga (Selat) dan perung (mengejar, mengancam, mengikuti).

Kemunculan Sumur Dewa Butil Bin Zakaria itu, memang seorang Butti Bin Zakaria bertugas membawa banyak botol, Jerigen, dan segala macam peralatan kentongan berisi air untuk keperluan para pengungsi mengkonsumsi air.

Suatu ketika, seorang Butti Bin Zakaria sepanjang perjalanan tidak menemukan air untuk memberikan minum para pengungsi. Tiba di tempat yang Butti tuju dan melihat hamparan tanah kosong. Butti sudah kehabisan akal untuk mendapatkan air minum. Butti pun sudah tak kuat lagi mencari air, akhirnya dengan usaha mengorek tanah ditengah teriknya matahari, Butti menemukan mata air. Namun, keanehan kisah mata air itu, keluar dari dalam tanah, menyembul kepermukaan.

Butti pun tidak mengerti dengan hal ghaib yang membimbingnya. Dalam penggalian Buin Dewa Butil dengan alat seadanya seperti pedang, pisau dan kayu, disekitarnya itu ada banyak mahluk – mahluk ghaib yang berdiri menuntunnya dalam menggali Buin Dewa Butil tersebut.

Penamaan Buin Dewa Butil karena memang berasal dari bahasa Sumbawa yakni Buin artinya Sumur yang digali secara tradisional yang menggunakan tenaga manusia. Sedangkan Dewa artinya karena kemunculan mata air dan proses penggalian sumur tersebut diwarnai oleh dinamika pro kontra mahluk ghaib yang membimbing Butti Bin Zakaria. Kemudian, Butil / Botol artinya Botol yang memang berasal dari botol-botol, jerigen dan kentongan milik Butti saat mencari air.

Dalam perjalanan waktu, mungkin saja analisa keterlibatan mahluk Ghaib dalam penggalian Buin Dewa Butil akhirnya menimbulkan pro kontra hingga hari ini. Bentuk pro kontra dan keunikan Buin Dewa Butil, bahwa di dalam sumur itu sendiri terdapat banyak jenis ular, mulai berbisa hingga jinak.

Binatang ular yang terdapat dalam sumur itu, kadang membuat perhitungan matematis terhadap manusia, seperti kalau manusia terlalu banyak mengeksploitasi atau pengambilan airnya, maka ular tersebut akan keluar yang langsung berada dalam sumur, entah darimana asalnya. Apabila manusia juga datang dengan rombongan dan melakukan ritualitas di Buin Dewa Butil, maka ular itu tidak nampak.

Dengan model keramat itu, maka salah satu anak seorang Manambai yang sakit berobat hingga luar negeri tak pernah sembuh, lalu berobat ke Buin Dewa Butil dengan mengambil air lalu dimandikan yang kemudian ada terjadi transformasi penyembuhan pada diri anak Manambai. Mulai dari situlah kekuatan magis Ai Buin Dewa Butil muncul sebagai penjelmaan kehidupan masyarakat Sumbawa dalam berbagai ritualitas.

Selain itu juga, seorang Manambai melakukan eksperimen untuk penggalian lebih dalam lagi dengan syarat sebelum penggalian melakukan ritualitas magis ghaib disekitar Buin Dewa Butil. Akhirnya, seorang Manambai berhasil melakukan pembangunan Buin Dewa Butil dengan semen kiri kanan, tanpa ada halangan dan rintangan apapun.

Sekelumit cerita kisah diatas, diawal tulisan ini, merupakan sebuah pencerahan bagi masyarakat desa Labuhan Bontong untuk menghasilkan beragam proses. Kalau pemimpin bervisi dan melakukan kapitalisasi terhadap keramatnya Buin Dewa Butil, maka bisa jadi aspek pariwisata yang dikembangkan akan menghasilkan pendapat masyarakat yang sangat banyak.

Bayangkan saja, kapitalisasi keramatnya Buin Dewa Butil bisa menjadi destinasi wisata paling menyenangkan, apabila masyarakat dan pemerintah berani membuka wilayah tersebut sebagai Destinasi Dewa Butil.

Kalau saja pemimpin memiliki kemauan tinggi, maka akan berhasil. Namun, pemimpin sekarang hanya bervisi kepentingan kelompok tanpa ada pembangunan aspek spritualitas kejiwaan mental masyarakat Labuhan Bontong untuk mengarah ke yang lebih baik. Yang ada dalam otaknya uang uang uang uang dan proyek. Padahal pengembangan wisata spritualitas sangatlah tepat.(Herman)

Leave A Reply

Your email address will not be published.