
SUMBAWA, Harnasnews – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menggenjot program nasional swasembada garam industri.
Dirjen Pengelolaan Kelautan KKP, A Koswara dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Sumbawa, NTB, memastikan program ini menjadi bagian dari agenda ketahanan pangan nasional.
Dirjen mengungkapkan bahwa 70% garam industri Indonesia masih berasal dari impor. Sementara garam konsumsi sudah mampu dipenuhi oleh produksi lokal.
“Problem utamanya ada di garam industri, khususnya untuk sektor pangan dan farmasi. Kualitas produksi lokal belum sepenuhnya memenuhi standar,” jelasnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, KKP menyusun dua strategi besar.
Pertama, melalui intensifikasi produksi garam rakyat agar kualitasnya bisa meningkat menjadi standar industri (minimal 97% NaCl).
Kedua, membangun sentra industri garam yang terintegrasi dari hulu ke hilir di lokasi strategis.
“Minimal kita akan bangun dua sentra industri besar, satu di Jawa dan satu di wilayah timur seperti Nusa Tenggara. Sumbawa salah satu kandidat kuat karena punya potensi lahan dan dukungan pemda,” tegasnya di hadapan Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafuddin Jarot MP, Sekda Dr. Budi Prasetiyo S.Sos., MAP, Asisten 3 Ir, Dirmawan, Kadis Kelautan dan Perikanan, Rahmad Hidayat S.Pi., MT, Kadis PUPR Dian Sidharta dan Kabag Pembangunan, H Yudhi Patria Negara dan perwakilan instansi lainnya, dalam pertemuan di Aula Sekda Sumbawa, Rabu (30/4).
Program ini sambung Dirjen, juga didorong oleh Perpres Nomor 17 yang mengatur pelarangan impor garam secara bertahap.
Garam pangan tak boleh lagi diimpor mulai 2025, sedangkan garam farmasi menyusul pada 2027. Namun, pemerintah mengakui target itu cukup menantang.
Saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar 600 ribu ton garam pangan dan 2,7 juta ton garam farmasi per tahun.
“Karena itu, kami butuh kerja sama dengan pemerintah daerah untuk konsolidasi lahan. Target kami minimal 1.000 hektare untuk pembangunan sentra garam nasional,” ujarnya.(Herman)