JAKARTA, Harnasnews – Maraknya operasi tangkap tangan (OTT) yang akhir-akhir ini dilakukan oleh lembaga penegak hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi mendapat perhatian dari sejumlah pihak. Padahal, tindakan tersebut dapat ditekan bila unsur pencegahan dapat dimaksimalkan.
Guna mencari solusi terkait dengan meningkatnya OTT tersebut, Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Indonesia dan Lembaga Kajian dan Advokasi Indonesia (LKHAI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Analisis dan Evaluasi Pencegahan Kejahatan Korupsi di Indonesia” yang diselenggarakan di Hotel Ibis Harmoni Jakarta, pada Rabu (22/2/2023).
Sekretaris Eksekutif Mohammad Syarifudin Abdillah, S.H., M.H, mengatakan tujuan dari FGD ini untuk membantu pemerintah dalam menganalisa dan mengevaluasi tentang konsep pencegahan dalam penanganan korupsi di Indonesia.
Abdillah menilai proses penegakkan hukum selama ini masih cenderung pada penindakan ketimbang memaksimalkan pencegahan korupsi. Kendati demikian, dirinya tetap mengamini upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum.
“Dengan FGD ini, kami akan memberikan rekomendasi kepada penegak hukum terkait konsep dan metode pencegahan korupsi. Sebab dengan adanya OTT yang kerap dilakukan oleh KPK kami masih mengedepankan tindakan represif ketimbang pendekatan preventif. Artinya, fungsi pencegahannya belum dimaksimalkan,” ungkap Abdillah.
Untuk itu, lanjut Abdillah, diperlukan sebuah konsep program pencegahan yang sistematis serta terukur. Di mana metode ini tidak nampak dalam penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Negara telah memiliki instrumen penegakan hukum, di antaranya Kejaksaan, Kepolisian dan KPK, dalam melakukan proses penegakkan hukum. Kemudian didukung oleh instrumen lainnya seperti BPK dan inspektorat,” ujarnya.
Di sisi lain negara juga memiliki badan supervisi yaitu KPK yang diharapkan mampu memberikan sebuah konsep
pencegahan berikut dengan metode dan programnya, sehingga mampu menjadi penghubung yang sinergis dan strategis kepada seluruh institusi yang terkait dalam proses pencegahan tindak pidana.
Oleh karenanya, dengan terselenggarakannya FGD ini diharapkan dapat membantu menciptakan sebuah konsep dan metode yang nantinya menjadi sebuah rekomendasi terhadap seluruh instansi dan institusi di seluruh Indonesia.
“Sehingga diharapkan dapat melahirkan surat keputusan bersama (SKB) dari Kejaksaan, Kepolisan, dan KPK yang diimplementasikan dalam sebuah standar operasional prosedur (SOP) pencegahan terhadap penanganan tindak pidana di Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Deputi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam, Sugeng Purnomo yang hadir sebagai keynote speaker, sangat mengapresiasi acara FGD yang selenggarakan oleh LPKAN Indonesia dan LKHAI.
Menurut Sugeng, kegiatan FGD ini merupakan bukti kepedulian organisasi masyarakat untuk membuat sistem lebih lagi dalam mengatasi korupsi yang ada di Indonesia.
Sugeng mengatakan, berbicara masalah korupsi di Indonesia harus diurai dari hulu hingga hilir. Dalam hal pencegahan ada di hulu, sementara dalam proses penindakan ada di hilir.
“Perlu diketahui bahwa berbicara penindakan artinya ada permasalahan pada bagian hulu yakni dalam proses pencegahan. Jika pencegahan itu sudah maksimal maka dipastikan perilaku koruptif dapat dihentikan,” kata Sugeng.
Menurutnya meski OTT yang dilakukan oleh penegak hukum, baik itu Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK, akan tetapi data membuktikan bahwa tingkat kepercayaan dan persepsi masyarakat terhadap penegakkan hukum mengalami penurunan. “Ini artinya ada masalah lain dalam proses pencegahannya,” kata Sugeng.
Menanggapi tingginya kasus OTT yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, mantan komisioner KPK Saut Situmorang mengatakan, sistem pencegahan korupsi yang yang efektif dengan berbagai model yang pernah dilakukan di negara lain juga telah diterapkan oleh KPK.
Salah satunya di KPK itu ada strategi nasional berupa Keppres yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo. Jadi lembaga lain bergabung bersama KPK, yang didalamnya berbicara strategi pencegahan. Mulai dari dari beberapa program prioritas.
“Jadi detail pencegahan itu harus intens. Akan tetapi jika terjadi tindak pidana maka harus segera dilakukan penindakan. Artinya instrumen-instrumen yang melihat telah terjadi ketidakpatuhan harus dilakukan penindakan. Bahkan rumah pejabat presiden di Amerika Serikat pun digeledah,” ujar Saut yang juga merupakan salah satu narasumber dalam FGD tersebut.
Saut menegaskan, diperlukan instrumen penegakkan hukum yang sustainable. Oleh karena itu, kata dia, dalam pemberantasan korupsi tidak boleh mundur.
“Mencegah penting dilakukan, akan tetapi perlu berpikir investigatif. Jadi harus ada supervisi di DPR, bagaimana saat terjadinya pembahasan anggaran,” ucap Saut.