Dugaan Ketidakefisienan Anggaran DD Ketahanan Pangan Jagung di Aceh Utara, Pengamat Soroti Transparansi Desa

Aceh Utara, Harnasnews – Program ketahanan pangan berbasis komoditas jagung di Kabupaten Aceh Utara kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, perhatian tertuju pada efektivitas penggunaan anggaran dan transparansi pengelolaan Dana Sandang Pangan di Gampong Alue Leukot, Kecamatan Paya Bakong.

Program penanaman jagung seluas 2 hektare di desa tersebut dibiayai melalui Dana Sandang Pangan Tahun Anggaran 2025 dengan alokasi mencapai Rp70 juta. Lahan jagung itu diketahui telah memasuki masa siap panen. Namun besarnya anggaran tersebut menimbulkan pertanyaan terkait efisiensi biaya.

Geuchik Alue Leukot, Kumoini, sebelumnya menegaskan bahwa program tersebut bertujuan menjaga ketersediaan pangan sekaligus meningkatkan produktivitas ekonomi desa. Namun, saat dikonfirmasi ulang melalui telepon seluler, yang bersangkutan tidak dapat dihubungi untuk memberikan penjelasan tambahan.

Sejumlah geuchik dari desa lain menyebutkan bahwa biaya penanaman jagung dengan luas lahan serupa umumnya hanya berkisar Rp10–15 juta, tergantung kondisi bibit, tenaga kerja, dan pemeliharaan. Dengan demikian, terdapat perbedaan anggaran sekitar Rp50–60 juta.

“Dana Rp70 juta tidak sepenuhnya habis untuk penanaman. Biasanya sisa dana diarahkan kembali ke program ketahanan pangan lain berdasarkan musyawarah desa,” ujar salah satu geuchik di Aceh Utara yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Plt. Kabid Pembinaan Keuangan Usaha Ekonomi dan Aset Gampong DPM-PPKB Aceh Utara, Sayed Muhammad Hasanuddin, mengakui pihaknya telah melakukan verifikasi tahap awal penggunaan dana tersebut. Namun ia menyatakan belum mengetahui detail pembiayaan teknis program jagung tersebut.

“Terkait penggunaan Rp70 juta untuk penanaman jagung 2 hektare, saya belum mengetahui secara rinci,” ujarnya.

Sejumlah warga menilai pengelolaan program sandang pangan di desa tersebut kurang transparan. Mereka menyebut musyawarah terkait penggunaan dana jarang dilakukan selama lima tahun kepemimpinan geuchik, meskipun jumlah kepala keluarga di desa hanya sekitar 60 KK.

Selain itu, pengelolaan lahan jagung disebut hanya dikerjakan oleh satu orang tanpa melibatkan kelompok tani atau penerima manfaat.

“Kami hanya diberitahu ada program, tapi tidak pernah tahu anggarannya. Geuchik sangat tertutup,” kata salah satu warga.

Camat Paya Bakong, Mohammad Noval Andrian, S.STP, M.A.P, membenarkan bahwa ia tidak hadir pada kegiatan panen jagung di Alue Leukot karena agenda dinas lain. Ia menyebut staf kecamatan hadir mewakili dirinya.

“Mewakili saya ada staf yang hadir di lokasi, karena lahan tersebut juga berada cukup jauh di jalur makam Cut Nyak Mutia di Pirak Timu,” ujarnya.

Terkait informasi lanjutan mengenai pengawasan dana desa, ia menyarankan agar wartawan menghubungi Kasi PMD, Wahab, yang menangani verifikasi lapangan.

Camat sebelumnya telah menegaskan bahwa dana ketahanan pangan harus memberikan nilai ekonomi jangka panjang.

“Dana ketahanan pangan harus dikelola sebagai lahan usaha produktif. Outputnya harus kembali kepada masyarakat,” tegasnya.

Situasi semakin menjadi perhatian publik setelah muncul informasi bahwa bendahara gampong yang tercatat berbeda dengan yang diketahui warga. Salah satu oknum wartawan disebut turut merangkap sebagai bendahara desa, dan hal tersebut diduga mendapat pembenaran dari pihak geuchik.

Kondisi ini dinilai dapat mempengaruhi objektivitas transparansi informasi dan pengawasan penggunaan dana desa. (Zulmalik/ Tim)

Leave A Reply

Your email address will not be published.