Investigasi PT PGE Aceh Utara: Kontrak Macet, Pekerja Mogok, dan Dana CSR Misterius

ACEH UTARA, Harnasnews – Polemik terkait kontrak kerja, keterlambatan pembayaran, hingga dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) menyeret nama PT Pema Global Energi (PGE) ke dalam sorotan publik. Temuan ini terungkap dari kesaksian kontraktor pihak ketiga, perangkat desa, hingga pekerja lapangan yang merasa dirugikan.

Kontrak Maintenance Bermasalah Sejak 2021

Rusydi, kontraktor pihak ketiga yang sudah bekerja sama dengan PT PGE sejak 2021, membeberkan adanya persoalan serius terkait kontrak tahunan yang ia jalankan. Tugasnya mencakup pemeliharaan lapangan, mulai dari perbaikan timbunan, longsor, hingga kebocoran pipa di cluster PT PGE.

Namun, hingga September 2025, Rusydi mengaku banyak pekerjaan yang belum dibayarkan, termasuk kontrak sejak April lalu. “Sejak perusahaan dikelola oleh pihak asing (Cina), pembayaran semakin telat dan sulit,” ungkapnya, Senin sore, (01/09/25) pekan lalu. Kondisi ini memicu aksi mogok kerja di kalangan pekerja.

Proyek Penimbunan Kejaksaan Aceh Utara Jadi Sorotan

Investigasi juga menemukan adanya proyek penimbunan untuk pembangunan komplek perumahan Kejaksaan Negeri Aceh Utara. Proyek tersebut disebut dijalankan atas perintah perusahaan.

Rusydi menegaskan dana yang digunakan bukan berasal dari CSR, melainkan dari anggaran pemeliharaan lingkungan perusahaan. Total pekerjaan disebut melibatkan ±300 dam truk tanah. Bahkan, ia mengaku turut menyumbang 20 dam truk tanah pribadi untuk pembangunan masjid desa.

Meski begitu, muncul pertanyaan besar: apakah penggunaan anggaran perusahaan untuk proyek di luar kepentingan operasional diperbolehkan?

Pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara

Teuku Muzafar, S.H., M.H., QRMA, Selaku Kejari, ia membenarkan bahwa proyek penimbunan dilakukan oleh pihak Humas PT PGE.

Kejaksaan mengirimkan proposal bantuan ke beberapa perusahaan besar: PT PGE, PT PIM, dan PTPN I-Cot Girek.

“Perusahaan PT. Pema Global Energi (PGE) mereka merespons paling cepat, dan mengirim pengawas lapangan sendiri, dan mereka langsung yang melakukan pekerjaan penimbunan sebanyak 300 mobil truk tanah sampai jadi, yang ditargetkan harus selesai dalam dua hari kerja. “Sebut Teuku Muzafar, Rabu (27/08/2024), bulan lalu.

Terkait sumber dana yang digunakan, Kajari tidak mengetahui secara detail. Menurutnya, itu adalah bantuan resmi dari perusahaan dan tidak menyalahi aturan.

Bantuan dimaksud untuk percepatan penyiapan lahan pembangunan komplek perumahan Kejaksaan.

Wartawan yang melakukan wawancara untuk menemui Kejari diwajibkan mengikuti SOP Kejaksaan Negeri Aceh Utara, termasuk menitipkan HP di loker kejaksaan, sehingga wartawan dan tim media tidak memiliki rekaman bukti dokumen wawancara seperti biasanya melakukan wawancara langsung dengan Kepala Kejaksaan.

Dugaan Penyalahgunaan Dana CSR Menguat

Selain proyek penimbunan, isu dugaan penyalahgunaan dana CSR perusahaan juga menguat. Seorang Geuchik mengungkapkan kekecewaan masyarakat terhadap pengelolaan CSR yang dianggap tidak transparan.

Dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi, justru diduga dialihkan untuk kepentingan internal perusahaan, termasuk perjalanan luar negeri pejabat perusahaan.

Jika dihitung, estimasi dana CSR PGE mencapai 0,2–0,5% dari pendapatan, setara dengan ±2% per tahun dari nilai triliunan rupiah yang dikelola perusahaan. Dana besar ini disebut berada di bawah kendali bagian Humas yang dipimpin Agus Salim.

Tanggapan Humas PGE Masih Menggantung

Ketika dikonfirmasi terkait dugaan penggunaan dana CSR untuk proyek penimbunan perumahan kejaksaan, Agus Salim selaku Humas PT PGE tidak memberikan jawaban tegas.

Ia hanya menyebut masih perlu berkoordinasi dengan kantor Humas PGE di Aceh Utara karena sedang berada di Banda Aceh. “Nanti saya akan berikan klarifikasi setelah koordinasi,” ujarnya singkat. Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan belum memberikan keterangan resmi lebih lanjut.

Analisis: Transparansi Dana CSR Dipertanyakan

Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai tata kelola keuangan perusahaan energi daerah yang melibatkan dana besar. Minimnya transparansi pengelolaan CSR, ditambah proyek penimbunan yang sarat kepentingan, berpotensi merugikan masyarakat Aceh Utara.

Jika benar ada penyalahgunaan dana CSR, maka bukan hanya aspek hukum yang dipertaruhkan, melainkan juga kepercayaan publik terhadap perusahaan migas daerah yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan rakyat, sesuai dengan nota perjanjian MoU Helsinki. Aceh Memiliki kekhususan tentang bagi hasil dan termasuk tentang bagaimana pengelolaan Dana CSR digunakan untuk kebutuhan masyarakat sekeliling lapangan sumur minyak yang dikelola oleh PT. PGE. Saat ini. (Zulmalik)

Leave A Reply

Your email address will not be published.