Jelaang Pilkada Serentak 2020, Akankah Politik Dinasti Kembali Terulang?

JAKARTA –  Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020,  yang digelar di sejumlah wilayah, politik dinasti dinilai masih mewarnai dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Padahal, fakta menunjukan bahwa para kepala daerah yang terindikasi mempunyai kedekatan dengan mantan petahana, cederung menyalahgunakan wewenang.

Direktur Center of  Public Policy Studies (CPPS) Bambang Istianto berpendapat, para founding fathers mendirikan meyakini bahwa bangsa Indonesia sebagai negara besar dan multikultural harus dikelola dengan cara demokrasi.

Karena itu  meletakan dasar demokrasi pada konstitusi negara yang dinyatakan bahwa setiap warga negara diberikan kebebasan untuk berkumpul dan berserikat serta menyatakan pendapat di muka umum.

“Hal tersebut merupakan bukti kearifan dan pandangan kedepan pendiri negara tersebut. Akan tetapi dua masa pemerintahan orde lama dan orde baru telah mematikan cita cita luhur pendiri negara dengan sistem otoritarianisme dijalankan,” ujar Bambang kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/12).

Bambang mengungkapkan, era reformasi sejatinya membangkitkan kembali srmangat berdemokrasi.  Namun ketika para reformis mendesain sistem politik dengan mengadopsi sistem barat, secara empiristik  justru merusak tatanan nilai  dengan munculnya sistem  oligraki.

Bambang menilai sistem tersebut telah melahirkan semangat  feodalisme baru. Secara faktual dua puluh tahun reformasi oligarki muncul di berbagai daerah. Demikian pula dalam kehidupan kepartaian, pemerintahan dan dunia bisnis.

“Oleh karenanya, oligarki menurut pendapat saya sangat bertentangan dengan demokrasi. Sebab menimbulkan  budaya KKN semakin menggurita. Oleh sebab itu perlu adanya sistem demokrasi yaang membangun kekuatan mengontrol kekuasaan agar tidak terjadi abuse of power,” jelas Bambang

Wakil Ketua Ilmuwan Administrasi Negara ini berpandangan, kerusakan akibat oligarkhi telah dirasakan masyarakat. Misalnya akses kekuasaan dan sumberdaya hanya mengalir dilingkaran yang dekat kekuasaan.

Sistem oligarki, kata Bambang, menyumbat aliran berbagai akses kepada akar rumput. Hal tersebut dipastikan  ketidakadilan semakin menganga. Oleh sebab itu menjadi tanggungjawab Pemerintah terutama Presiden Joko Widodo untuk menghentikannya. Yakni, melalui kebijakan politik dengan menata kembali secara cermat dan akurat sistem kepertaian dan Pemilu yang lebih berkualitas.

“Artinya partai politik mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan on the track. Sistem pemilu menghasilkan para legislator yang berkualitas dan bak setengah dewa. Jika legislator yang dipilih rakyat seperti setengah dewa tersebut akan sangat elegan dalam mengimplementasikan sistem demokrasi perwakilan sesuai jatidiri Pancasila,” ucap Bambang.

Seperti diketahui, Pemilihan Kepala Daerah serentak menjadi topik hangat yang diperbincangkan belakangan ini. Pilkada 2020 akan dilaksanakan serentak pada 23 September 2020.

Sejumlah nama anak pejabat mulai gencar didengung-dengungkan dipenghujung tahun 2019 ini. Berbekal eksistensi orangtua yang berkuasa dalam pemerintahan, membuat mereka percaya diri untuk maju keranah politik.

Baru-baru beberapa nama anak pejabat yang berniat maju dalam pilkada serentak pada 2020, diantaranya ada anak dan menantu dari Presiden Jokowi yaitu, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution yang dikabarkan akan maju di Pilkada 2020.

Putra sulung Jokowi tersebut akan maju sebagai Calon Walikota Solo pada 2020 dan memutuskan bergabung dengan partai PDIP, karena ia yakin PDIP akan mengusungnya sebagai calon di Pilkada Solo nantinya. Sementara  Bobby Nasution sendiri akan maju sebagai Calon Walikota Medan pada Pilkada 2020 mendatang. (Dji)

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.