
Kenapa Tidak Pakai Heli Saat Penyelamatan Juliana Di Rinjani?. ini Jawaban Logisnya
IGE (In Ground Effect):
Ini merujuk pada kondisi di mana helikopter beroperasi pada ketinggian yang relatif rendah di atas tanah yang relatif rata, sehingga masih berada dalam pengaruh efek tanah (ground effect). Efek tanah adalah fenomena di mana aliran udara yang dihasilkan oleh rotor helikopter ( daya tekan ) dipantulkan oleh permukaan tanah, yang menjadi mirip dengan bantalan udara, sehingga meningkatkan efisiensi rotor dan mengurangi kebutuhan daya untuk menghasilkan lift yang sama ( daya angkat ). IGE sering digunakan sebagai acuan untuk menilai kinerja helikopter saat lepas landas atau mendarat. Ini adalah hovering yang ideal,
OGE (Out of Ground Effect):
Ini merujuk pada kondisi di mana helikopter beroperasi pada ketinggian yang cukup tinggi sehingga efek tanah tidak lagi berpengaruh signifikan terhadap kinerja rotor. Dalam kondisi OGE, helikopter harus menghasilkan lebih banyak daya untuk mencapai lift yang sama dibandingkan dengan kondisi IGE. OGE sering digunakan sebagai acuan untuk menilai kinerja helikopter saat terbang jelajah atau melakukan manuver pada ketinggian yang lebih tinggi, atau pijakan tanah dibawahnya tidak rata / miring, sehingga tak mampu menghasilkan efek bantalan udara, seperti pada IGE.
Perbedaan antara IGE dan OGE sangat penting dalam perencanaan penerbangan dan evaluasi kinerja helikopter, terutama dalam situasi di mana helikopter beroperasi di daerah dengan kontur medan yang variatif, dengan ketinggian atau kepadatan udara yang berkurang, seperti operasi SAR di gunung tinggi.
Seperti kita tahu, pada ketinggian 2400 mdpl, kekentalan udara hanya tinggal 80% . Sedangkan pada ketinggian 3500 mdpl, hanya tinggal 75%, sedangkan di ketinggian 5000 mdpl, hanya tersisa 65% saja. Artinya semakin tinggi terbang, maka helikopter harus menaikan kecepatan rotasi baling balingnya, agar bisa menghasilkan daya angkat yang sepadan.
Menjawab pertanyaan, mengapa team SAR tidak diangkut Heli sampai ke TKP ?
Perhatikan kondisi TKP, yaitu berupa bubungan pejalan kaki, dengan lebar 1 – 3 meter. Disampingnya terdapat bukaan landscape miring ke arah lembah di kiri dan kanannya. Dengan kontur tanah semacam itu maka teknik IGE tak bisa dilakukan, karena tanah dibawahnya sama sekali tak rata.
Opsinya dilakukan teknik OGE, yaitu tenaga ditambah supaya baling baling bertambah cepat, supaya tetap mempunyai daya angkat guna melakukan hovering, atau mengambang di udara. Punggungan Rinjani berupa tanah berpasir, sisa gerusan dari batuan2 lapuk. Akibatnya akibat terjangan dari propeler Heli, yang menghasilkan debu berterbangan ke angkasa.
Sekali debu ini memasuki ruangan mesin, maka mesin terganggu. Seperti tersumbatnya aliran bahan bakar. Yang bisa membuat Heli kehilangan daya angkat, dan jatuh ke punggungan atau terbanting ke lembah di kiri – kanan jalan.
Jika saat itu, Heli tengah mengangkut 10 orang personil, maka resiko kecelakaan, bahkan kematian, bisa berjumlah 10 team SAR, dan 2 orang pilot. Artinya akan muncul bertambahnya korban, bukan hanya Juliana Marins, namun ditambah dengan 12 orang penumpang heli. Total korban 13 orang.
Artinya keputusan tidak mendrop team SAR ke TKP di punggungan gunung, sudah tepat. Yaitu demi menghindari resiko bertambahnya korban.
Mengapa mengangkut jenazah dari jurang tak menggunakan Heli ?
Karena panjang tali winch hanya 100 meter, sedang survivor berada di kedalaman 600 meter, maka Heli setidaknya harus melakukan hovering didalam ceruk jurang, pada kedalaman 500 meter dari punggungan atas.
Dasar ceruk berupa bidang miring, dengan sudut 60 – 90 derajat. Artinya Heli kembali harus melakukan teknik EGO, karena bantalan udara di bidang miring semacam itu, tak bisa terjadi. Akibatnya tak ada daya angkat. Opsinya gas mesti ditekan, supaya baling2 berputar lebih cepat.
Tiupan angin dari heli, akan menabrak bidang miring di ceruk lembahan. Seraya mencongkel batuan pasir dan batuan, sehingga bisa membuat longsoran yang cukup besar. Akibatnya survivor akan semakin terseret ke bawah, beserta 4 orang rescuer yang berada dilokasi tersebut.
Di ujung hari, korban bukan hanya juliana, tapi 4 orang tenaga rescuer yang juga akan jatuh kedalam jurang dibawahnya. Total korban akan berjumlah 5 orang.
Keputusan tidak mengirim heli kedalam jurang, sudah tepat, supaya resiko bertambahnya korban bisa dicegah.
Analisa diatas mengesampingkan adanya faktor external danger, yaitu kondisi alam yang bisa berubah ubah dengan cepat, antara terang, gelap berkabut, hujan rintik2, hujan deras,badai dengan tiupan angin yang kuat, dll. Juga mengabaikan fakta bahwa Heli akan sulit melakukan Hovering pada ketinggian 9000 feet atau sekitar 3000 mdpl.
Syarat utama dalam setiap operasi SAR, adalah menjaga safety para rescuer dulu. Setelah mereka cukup aman, maka operasi lanjutan berupa pertolongan pada korban bisa dilakukan.
Pertolongan dan evakuasi korban, menjadi kewajiban yang utama. Jika survivor selamat, syukur alhamdulillah. Tapi jikapun terpaksa harus mengangkat se sosok jenazah, apa boleh buat. Karena setidaknya sebuah kewajiban sudah dilaksanakan.
Yaitu :
Jangan sampai ada orang tua yang tak tahu dimana kubur anaknya.
Jangan sampai ada istri yang tak tahu dimana makam suaminya
Jangan sampai ada anak, yang tak bisa menaburkan bunga di pusara orang tuanya.
Hanya sesederhana itu tujuan dari setiap operasi SAR yang mengharu biru. (Cj)
Penulis : Yat Lessie