Kepemimpinan, katanya, dimaknai sebagai pemberdayaan, di mana pemimpin dituntut memiliki kapabilitas dan kompetensi untuk menggali dan memberdayakan seluruh potensi SDM yang dipimpinnya.

“Di sisi lain, esensi dari kepemimpinan dimaknai sebagai mengabdi dan melayani. Bukan sebaliknya, minta dilayani. sebagaimana telah menjadi konsep yang salah kaprah dan lazim terjadi dalam lingkungan birokrasi,” ujar Bamsoet saat menjadi pembicara secara daring dalam “The 22nd Leaders Dialogue” yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, di Jakarta, Kamis.

Bamsoet mengatakan bahwa para generasi muda dapat banyak belajar mengenai konsep kepemimpinan dari berbagai tokoh dunia yang melegenda.

Misalnya, kata dia, Napoleon Bonaparte, seorang Jenderal, Kaisar Prancis, dan salah satu tokoh paling terkenal dalam sejarah Eropa. Napoleon memaknai pemimpin adalah “penyalur harapan”. Dengan menumbuhkan harapan, Napoleon tidak hanya mendapatkan kepercayaan, melainkan mampu menginspirasi dan memobilisasi pengikutnya.

“Contoh lain, Mahatma Gandhi, seorang pemimpin spiritual dan politikus India yang memandang bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk merangkul orang-orang. Pandangan humanis Gandhi yang dibalut dengan kesederhanaan dan kesahajaannya mampu menyentuh relung hati terdalam dari para pengikutnya dan menginspirasi begitu banyak masyarakat dunia,” kata Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan bila ingin menggali lebih dalam untuk mempelajari nilai-nilai kearifan lokal, maka banyak aspek dan dimensi yang dapat dipelajari untuk memaknai konsep kepemimpinan yang sangat inspiratif dan memiliki muatan wawasan kebangsaan.