Kunjungi Sekolah SMA/SMK Lamongan,Komisi E DPRD Jatim Diharapkan Bisa Menyerap Aspirasi

Kunjungan Komisi E (Kesra) DPRD Jatim dalam rangka implementasi Perda No.11 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan

LAMONGAN,Harnasnews – Terkait Sosialisasi Program Pendidikan 2022 dengan kepala sekolah SMA/SMK Negeri dan Swasta serta  Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) di SMA Negeri 1 Kabupaten Lamongan pada Selasa (15/3/2022), nampaknya banyak masukan yang didapat wakil rakyat untuk perbaikan penyelenggaraan pendidikan di Jawa Timur kedepan.

Rombongan Komisi E DPRD Jawa Timur beranggotakan sekitar 15 orang dipimpin oleh Kodrat Sunyoto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar didampingi perwakilan Bappeda Jatim dan Kacabdin Lamongan Hidayat Rachman serta Kasek SMA Negeri 1 Lamongan.

Dalam sambutannya, Kodrat Sunyoto mengatakan tujuan utama kunjungan ini adalah untuk mendapatkan masukan terkait penyelenggaraan pendidikan, khususnya pelaksanaan program-program yang ada di SMA serta SMK di jawa timur.

“Kami berharap para pemangku pendidikan di Lamongan berorientasi agar para lulusan SMA, lebih khusus lulusan SMK bisa siap kerja atau menjadi wiraswasta, agar bonus demografi yang terjadi di Jatim tidak menjadi masalah baru,” ujar anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim.

Ia juga berharap para siswa SMK saat magang diarahkan magang ke perusahaan yang bonafit agar kompetensi mereka bisa meningkat.

“Sekolah juga jangan terlena hanya mengejar sertifikasi kerjasama dengan PT, penghargaan atau piala. Sebab sudah banyak fakta mereka yang pernah mengukir prestasi hingga tingkat internasional tidak jadi apa-apa karena kurang mendapat apresiasi dari pemerintah,” Ujar Kodrat.

Senada,Anggota Komisi E DPRD Jatim fraksi demokrat Suhartoyo menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada, lulusan SMK di Jatim banyak yang menganggur. Hal itu harus dicarikan solusi secepatnya. Bahkan kalau perlu para guru memberikan pendekatan personal dengan menjadikan siswa sebagai subyek pendidikan.

Kalau perlu SMA/SMK menggandeng Perguruan Tinggi yang ada jurusan psikologi supaya mahasiswanya bisa magang disitu untuk membantu melakukan pendekatan personal kepada siswa kelas XI. Harapannya pihak sekolah bisa melakukan mapping mana siswa berpotensi melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi atau menjadi entrepreneur.

Sementara itu,Kepala Cabang Pendidikan Jawa Timur Wilayah Lamongan Hidayat Rachman menjelaskan bahwa jumlah SMA/SMK negeri di Kabupaten Lamongan sebanyak 19 lembaga. Sedangkan SMA/SMK swasta sebanyak 131 lembaga. “Hasil musyawarah dengan MKKS se Lamongan ada dua program utama tahun 2022, yaitu penguatan manajemen sekolah (kepala sekolah), dan penguatan layanan sekolah melalui peningkatan kompetensi para guru,” katanya.

Alih fungsi kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi diakui para kasek belum bisa memenuhi harapan sepenuhnya. Bahkan cenderung menurun bagi kesejahteraan para guru PTT/GTT lantaran bantuan dari kabupaten/Kota sudah dihentikan.

Namun ada secercah harapan melalui program doubel track sekolah SMA/SMK yang masuk kategori 3T (Termiskin, Terpencil dan Tertinggal) siswanya sudah mulai bisa mandiri minimal untuk beli pulsa tak perlu minta kepada orang tua.

Masih di tempat yang sama,Pengawas Sekolah Lamongan Muhtadin meminta supaya Gubernur Jatim tidak mengkampanyekan program Tis-Tas karena hal tersebut menjadi boomerang bagi sekolah. Pasalnya, bantuan dari Pemprov melalui Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum ideal untuk mewujudkan peningkatan kompetensi, karakter dan entreprenure.

Konsekuensinya, pihak sekolah bersama komite sekolah masih meminta sumbangan kepada siswa untuk menutup kekurangan biaya personal siswa. Terlebih, mereka memiliki dasar berupa SE Gubernur Jatim No.430/71/2017. “Kalau SMA/SMK tak boleh minta sumbangan, ya tolong direvisi SE Gubernur itu atau BPOPP dinaikkan supaya ideal,”Muhtadin.

Suparno Kepala SMK A.Yani Sukorame Menambahkan bahwa berdasarkan hasil survey rasio ideal biaya personal siswa selama setahun itu kisaran Rp.4 juta per siswa. Sementara, BOPP hanya kisaran Rp.1,2 juta setahun dan BOS Rp.1,4 juta setahun.

“Dengan biaya sebesar itu memang bisa jalan tapi jalan di tempat bukan sampai menyentuh mutu pendidikan. Makanya kami minta  istilah SPP Gratis dihilangkan saja,” pintanya diamini undangan yang hadir.

Para kepala sekolah SMA/SMK di Lamongan juga banyak yang mengeluhkan ketidakjelasan Juknis BPOPP dan pencairan yang sering terlambat sehingga pihak sekolah kerap menghutang atau pinjam sana sini terlebih dulu.

“Penggunaan BPOPP tidak fleksibel seperti BOS. Kalau sekolah swasta banyak yang masih kekurangan tapi sekolah negeri justru ada yang tak terserap sehingga harus dikembalikan ke Kasda, ini khan ironi,”ujar Ketua MKKS SMK Swasta Kabupaten Lamongan.[PUL]

Leave A Reply

Your email address will not be published.