
“Tunjangan jabatan yang sedang dijabat tetaplah dibayar oleh Negara sesuai dengan jabatan definitifnya tersebut,” ujar Direktur Eksekutif Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Aceh (P3KA) ini.
Selain plh. dan plt., Kurniawan juga menjelaskan terkait dengan kewenangan seorang penjabat (pj.) kepala daerah, baik pj. gubernur maupun pj. bupati/wali kota.
Ia mengemukakan bahwa seorang pj. kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan juga terbatas atau tidak penuh sebagaimana yang dimiliki oleh kepala daerah definitif hasil pemilu.
Adapun keterbatasan kewenangan tersebut, kata dia, terletak pada kewenangan untuk mengangkat, memindahkan, dan pemberhentian pejabat di lingkungan pemerintahan yang dipimpin.
Berdasarkan amanat Surat Kepala BKN Nomor K.26-30 IV.100-2 tertanggal 19 Oktober 2015 tentang Penjelasan atas Kewenangan Penjabat Kepala Daerah di Bidang Kepegawaian menyebutkan bahwa seorang pj. tidak diberikan kewenangan menetapkan keputusan yang menimbulkan akibat hukum pada aspek kepegawaian.
“Kewenangan itu berupa pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dalam/dari jabatan ASN, terkecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri),” kata Kurniawan, dikabarkan dari antara.
Sebagai upaya memperkuat fungsi pengawasan dan pengendalian manajemen ASN sekaligus menjamin mutasi pegawai tetap dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) manajemen ASN.
Maka, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 116 Tahun 2022 tentang Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria manajemen ASN.
Perpres tersebut, kata Kurniawan, mensyaratkan bahwa selain harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri, seorang pj. kepala daerah juga harus mendapatkan pertimbangan teknis dari Kepala BKN sebelum melakukan mutasi kepegawaian.
“Penjabat kepala daerah diwajibkan terlebih dahulu mendapat pertimbangan teknis dari Kepala BKN sebelum melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, promosi, dan mutasi kepegawaian,” demikian mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia itu. (qq)