Penebangan Pohon Damaran di Hutan Burno Dinilai Dapat Rugikan Warga Sekitar

Info Daerah

LUMAJANG, Harnasnews.com – Penebangan pohon Damaran di hutan Burno Kecamatan Senduro Lumajang, meski ditentang LMDH Wono Lestari karena dikhawatirkan oleh warga sekitar hutan akan terjadinya bencana longsor dan berkurangnya sumber mata air untuk kehidupan warga, namun sayangnya tidak dihiraukan oleh Perhutani.

Mbah Prayit yang merupakan tokoh masyarakat Desa Burno menyampaikan pada awak media Rabu (18/11/2020). Jika masyarakat khawatir dengan adanya penebangan yang dilakukan Perhutani. Namun menurutnya masyarakat kecil tidak akan didengar suaranya.

“Kalau masalah itu ya tatep bagi rakyat itu ada kekhawatiran, cuma begini mas, karena rakyat ini rakyat kecil, yang disebut wong cilik ‘ongklak-angklik’ kadose mboten di reken coro aturan-aturan kadose di inggiraken, jane keberatan,” ungkapnya.

Sementara itu, Edi Santoso Ketua LMDH Wono Lestari, mengatakan sebagai wadah menampung aspirasi masyarakat sekitar hutan. Terkait masalah penebangan pihaknya sudah mengupayakan agar pihak Perhutani mengurungkan niatnya untuk menebang pohon yang selama ini sangat bermanfaat bagi warga sekitar.

“Bukan dasar dari masyarakat, tapi tokoh yang kami ajak bicara, tokoh yang mewakili dari dusun. ‘Pak Edi itu jangan ditebang disitu’, faktor pertimbangannya sumber mata air disitu ada Sumber Bruto

. Ini dasar kami melakukan koordinasi dengan Perhutani, ini sudah kami upayakan, kami sudah secara kekeluargaan, ngomong, tapi setelah itu disarankan membuat surat ke ADM yang didasari dari hasil musyawarah di kantor Asper waktu itu,” kata Edi

Ketua LMDH itu menjelaskan, Mantri Hutan waktu itu (Unang-red) juga ikut tanda tangan didalam surat tersebut, Ternyata muncul lagi keinginan tebang, karena sudah masuk di RTT (Rencana Teknik Tahunan) Perum Perhutani. “Kami menulis surat lagi ke ADM, dilanjutkan ke yang lebih atas yang bidangnya kehutanan, ternyata akhirnya ditebang juga,” ujarnya.

“Karena sesuai prosedur perhutani adalah RTT itu, dalam hati, saya orang cinta terhadap alam, keberatan, sumber mata air yang ada di desa. Saya malah menyarankan tebangannya jangan disitu, berita acarakan atau di alihkan dari petak yang lain yang tidak ada dampak ke Sumber Mata Air,” imbuhnya.

Lanjut Edi, pengiriman surat dari pihaknya ke Perhutani merupakan bukti jika pihaknya menolak penebangan pohon damaran di hutan burno kawasan wisata siti sundari. Tapi menurutnya karena terlanjur ditebang, itu akan menjadi tanggung jawab pihaknya dengan perhutani, namun sepertinya Edi juga kurang yakin kalau pasca penebangan itu akan bisa jadi hutan kembali.

“Saya itu nolak, upaya-upaya surat itu kan nolak, bukti nolak,, kalau kedepan, karena sudah terjadi penebangan tetap tanggung jawab kita dengan perhutani. Bagaimana bisa jadi hutan kembali, tapi kuatir kami sekarang, berhasil enggak membuat tanaman, kalau kita bersama-sama saya kira berhasil, kalau kita bersama-sama lho pak. Tapi kalau satu ngak ikut satu perencanaan, insya alloh ngak berhasil,” tukas Edi.

Pengalaman dari penebangan hutan di petak 14 R yang berdekatan dengan jalan raya menuju Ranupani yang terjadi tahun 2012. Lalu dillanjutkan penebangan di petak 16 K, waktu itu pohon mahoni sudak berukuran besar, ungkap Edi, ada pengurangan sumber mata air.

“Ini kan belum jadi tanaman, ini sudah melakukan tebangan, tapi kita sudah berupaya dengan Perhutani menjadikan hutan, karena disitu ada tanaman muda, Bonita istilahnya. Itu masih belum cukup untuk menyimpan air, tanaman umur 5 tahun belum cukup.

Ini dari sumber mata air dari 16 liter perdetik turun menjadi 9 liter perdetik. Karena ada 2 tebangan tadi. Sehingga kami ukur sumber mata air Sinto mengalami penurunan,” jelentrehnya.

Pihaknya mengaku sudah berupaya untuk menjelaskan kepada pihak perhutani untuk mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dan unek-unek dari masyarakat LMDH, yang dasarnya itu dari tokoh-tokoh masyarakat sebagai wadah menampung aspirasi.

“Ini kami sampaikan disana karena pertimbangan tadi ukurannya sumber mata air. Dilakukan mediasi di balai desa yang dihadiri oleh Dinas Kehutanan, ada Forkopimca, Camat, Kapolsek. Pak Ndan Ramil ngak datang.

Ada Kepala Desa, Petinggi-Petinggi Perhutani yang punya wilayah sini, LMDH dan Tokoh Masyarakat atau Kepala Dusun. Setelah dibalai desa tetap tidak ada titik temunya,” kata Edi

“Kami menjelaskan, kita cek lokasi, tetap keinginan untuk ditebang dari luasan 7,5 hektare menjadi 3,3 hektare dengan dasar ditepi jalan tidak dipotong. Tapi dampak itu kami ceritakan, tapi disitu ya tetap saja Perhutani dan Semuanya.

Kami dibantu oleh dinas kehutanan propinsi untuk menyampaikan, ini lho maksudnya ini adalah merupakan tangkapan sumber air yang ada disini, saya sampai marah disitu. Saya tandatangan bukan ihklas dari hati tapi ayo wes yo opo karepe,” pungkasnya.( Heri)

Leave A Reply

Your email address will not be published.