
Oleh Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)
Rp 69,21 triliun diselamatkan, itu prestasi atau ilusi akuntansi BPK?
Di negeri yang saban hari disuguhi drama korupsi raksasa, angka Rp 69,21 triliun terdengar seperti napas segar. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan bahwa jumlah itu adalah “uang negara yang diselamatkan” sepanjang semester I-2025.
Media langsung menjadikannya headline. Publik bersorak. Tetapi bagi yang mengerti dapur audit negara, angka fantastis itu justru memicu satu pertanyaan mendasar: ini prestasi nyata… atau hanya ilusi akuntansi? Mari kita bedah perlahan, tapi tajam.
Fakta yang tidak salah tapi tidak cukup
Data yang disampaikan BPK Rp 69,21 T nilai penyelamatan negara; Rp 25,86 T temuan kerugian/kekurangan penerimaan dan Rp 43,35 T pemborosan, inefisiensi, ketidakefektifan, terbanyak di BUMN. Itu berbasis dari 741 LHP yang terdiri dari 701 audit keuangan; 36 audit dengan tujuan tertentu dan hanya 4 audit kinerja.
Angka-angka ini sahih. Tapi apakah angka besar sama dengan kinerja besar? Di sinilah publik perlu jernih melihat.
Mandat konstitusi: BPK seharusnya mengubah negara, bukan sekadar mengungkap angka
UU No. 15/2006 memberi BPK tiga tugas besar:
