Ungkapan Sontoloyo dan Genderuwo Sangat Tidak Mendidik

Dia pun mengungkapkan adanya istilah genderuwo, karena istilah tersebut dikonotasikan menakut-nakuti. Misalnya, rakyat Indonesia 95 persen hidup pas-pasan. Artinya 95 persen masyarakat berada di kelas bawah.

Padahal rakyat Indonesia saat ini berada dikelas atas, menegah dan bawah. Kalau 95 persen di kelas bawah, sudah barang tentu kesenjangannya sangatlah tajam.

“Bukankah istilah ekonomi pas-pasan yang dimaksudkan itu genderuwo, yang artinya hanya menakut-nakuti. Tapi jauh daripada itu kami menyarankan adanya suatu kesepakatan antar elit politik untuk melakukan time out dan merenungi perilaku komunikasi politik yang belakangan ini menimbulkan kegaduhan, agar dievaluasi.

Sehingga waktu yang satu minggu yang digunakan politisi, paslon dan caleg dapat fokus terhadap program, gagasan dan idenya,” ucapnya.

Untuk itu, jelang pelaksanaan debat publik kedua paslon presiden dan wakil presiden, ia menyarankan agar dibentuk kepanitiaan. Seperti dibuat aturan yang tidak bisa menggunakan kata-kata yang merendahkan posisi kedua palon satu dengan yang lain. Kemudian tidak menggunakan diksi-diksi yang tidak berbasis data.

Lebih lanjut, Emrus menyarankan paslon menawarkan data statistik,dan kwantitatif dalam debat publik mendatang.

“Daripada menggunakan diksi yang tidak mendidik, untuk itu, paslon dibatasi pada perdebatan pada level program. Misalnya akan menawarkan pendapatan perkapita rakyat Indonesia, dari tahun pertama kedua dan seterusnya.

Selanjutnya memerangi angka pengangguran, akan mengurangi tiap tahunnya berapa persen. Kalau debat berbasis data itu terjadi, kami nilai ini sangat produktif,”pungkasnya. (Mam/Grd)

Leave A Reply

Your email address will not be published.