Mencari “Pemimpin Gila” Untuk Sumbawa

Oleh : Sendi Akramullah. SEKJEND FKPPMS-Mataram

Harnasnews.com -(kutipan) “Hari siang bukan karena ayam berkokok, akan tetapi ayam berkokok karena hari mulai siang. Begitu juga dengan pergerakan rakyat. Pergerakan rakyat timbul bukan karena pemimpin bersuara, tetapi pemimpin bersuara karena ada pergerakan” (Mohammad Hatta).

Saat ini masyarakat sumbawa sedang menunggu dan mempersiapkan diri melaksanakan pesta Demokrasi dalam skala Daerah selepas kemarin memeriahkan pesta Demokrasi terbesar secara nasional: Pilpres dan Pileg 2019.

Sanggupkah Sumbawa bangkit untuk mencari dan bahkan menciptakan figur-figur pemimpin yang sungguh-sungguh mampu memahami kebutuhan, memberikan solusi bagi masysrakat, serta meningkatkan kesejahteraan rakyatnya? Karakter seperti apa yang harus dimiliki oleh mereka yang pantas disebut sebagai pemimpin sejati?

Mengamati dinamika kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Sumbawa, saya menilai bahwa kepercayaan rakyat terhadap pemerintah menjadi unsur yang sangat penting untuk membawa kemajuan pembangunan di segala bidang. Di satu sisi, harus ada trust and obey yang tumbuh dalam diri masyarakat (orang-orang yang dipimpin) terhadap pemerintah yang berkuasa (pemimpin). Di sisi lain, pemerintah juga harus tanggap dengan situasi atau fenomena yang berkembang di masyarakat supaya mampu memberikan solusi yang tepat bagi kebutuhan rakyat. Pemerintah membuat kebijakan dan bersama rakyat menjalankannya. Kerja sama yang erat antara pembuat dan pelaku kebijakan akan membawa kebaikan, kebenaran, dan damai sejahtera.

Jangan Melupakan Sejarah

Bung Karno pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya.” Belakangan populer dengan istilah “Jasmerah” (jangan sekali-kali melupakan sejarah).

Jika belajar dari sejarah, sesungguhnya revolusi mental (berupa disiplin, kejujuran, dan kerja keras) yang mengarah kepada nation and character building yang digaungkan sejak 2014 oleh pemerintahan Jokowi-JK adalah gaya hidup yang telah melekat dalam diri para pendahulu bangsa. Revolusi Mental juga melekat dalam diri Masyarakat Sumbawa, hal ini terbukti dengan motto Sumbawa “Sabalong Samalewa” yg didalamnya terdapat makna Disiplin, Kejujuran dan kerja keras. Namun jika kita menengarai lebih Jauh lagi, Relevan juga apa yg disampaikan oleh Amien Rais dalam bukun Hijrah ” Selamat Tinggal Revolusi Mental Selamat Datang Revolusi Moral”. Bahwa kondisi kebathinan Bangsa saat ini sedang sakit, begitu pula dengan Sumbawa, sehingga Revolusi Moral perlu dengan segera diterapkan. Moral dan Mental adalah satu Kesatuan yg tidak bisa dipisahkan sehingga jika moral masyarakat maupun pemimpin kita sudah baik maka mental juga akan ikut baik.

Pemimpin sejati seharusnya bukanlah seorang (orang-orang) yang menjadi budak uang (materialis), budak diri (egois), dan budak dari hawa nafsu (hedonis). Sebaliknya, pemimpin sejati adalah orang-orang yang memiliki karakter rendah hati, memiliki visi ke depan, dan yang berani berjuang mewujudkan visi tersebut, apapun harga yang harus dibayar. Sebutlah beberapa contoh pemimpin pergerakan dunia Martin Luther King Jr yang gigih menentang rasisme dan perbudakan di Amerika Serikat, di mana kegigihannya itu terpancar dalam pidatonya yang terkenal: “I Have A Dream” pada 28 Agustus 1963; William Wilberforce, seorang politikus sekaligus anggota parlemen Inggris sekaligus pejuang perbudakan yang hasil perjuangannya baru berbuah setelah dua minggu kematiannya.
Kabupaten Sumbawa hari ini masih terus merindukan dan mendambakan figur “Pemimpin Gila” yang berani hidup lurus dan benar menentang korupsi dan dengan setia mengerjakan panggilannya sebagai pelayan publik.

Saya teringat dengan scene film India di mana sang jagoan kalah duluan, barulah menang belakangan. Ketika ditonton terasa lucu, karena seperti sebuah rekayasa. Namun, saya berpikir mungkin begitu juga yang sedang dan akan dialami oleh Sumbawa. Perang melawan korupsi dan ketamakan seperti perang Bharatayudha: antara Pandawa dan Kurawa di padang Kurusetra. Antara kebenaran dan kefasikan di tengah dunia yang berdosa. Sehingga barulah kita bisa kembali kepada fitrah Samawa yang sesungguhnya yaitu “Adat Barenti Sara, Sara Barenti Kitabullah”.

Saya mengimani bahwa pada akhirnya, kebenaran akan muncul sebagai pemenang. Oleh karena itulah, dicari pemimpin sejati untuk Sumbawa yang berjiwa rendah hati seperti pelayan! Motto pelayanan: sukarela, pantang mundur, dan tanpa penyesalan. Kriteria pemimpin: bukan sekadar menabur janji, tetapi mampu merealisasikan mimpi; berani menentang arus, dan memiliki moral yang benar untuk meluruskan demokrasi yang cenderung diwarnai oleh kekerasan politik; memiliki visi pembangunan yang berkelanjutan melalui pendekatan holistik yang melibatkan berbagai aspek termasuk sosial budaya, ekonomi, teknologi, dan lingkungan. Karena Sumbawa hari ini sedang berada pada ambang batas ketidakstabilan sehingga dibutuhkan Pemimpin yang tidak biasa-biasa saja.

Penghargaan yang akan diperoleh: tidak bergelar, tidak populer, dan bahkan mungkin dibenci dan dimusuhi, bahkan tidak dikenal atau terkenal. Tetapi, Tuhanlah yang akan memberikan anugerah dan balas jasa pada waktunya.

Mungkinkah kriteria yang demikian dapat ditemukan di tengah-tengah para elit pemimpin tanah Intan Bulaeng ini? Jawabannya: sangat mungkin, dan itu doa saya bersama Masyarakat Sumbawa.

(kutipan) “Pemimpin yang terbaik adalah yang paling memiliki penguasaan diri untuk dipimpin. Maka seorang Pendito Ratu haruslah a man of nothing to loose. Tak khawatir kehilangan apa-apa. Jangankan harta benda, simpanan uang, seribu perusahaan, tanah, gunung dan tambang. Sedangkan dirinya sendiripun sudah tak dimiliknya, sebab telah diberikan kepada Tuhan dan rakyatnya” (Emha Ainun Najib).(Herman)

Leave A Reply

Your email address will not be published.