Ahli Waris Chairani Bagal Lakukan Pemagaran Tanah

KETAPANG, Harnasnews.com – Keluarga besar dari ahli waris Chairani Bagal melakukan pemagaran tanah hak adat dari persekutuan hukum adat dan berdasarkan alas hak kepemilikan berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) tahu 1957.

Hal ini dilakukan oleh pihak ahli waris sebagai upaya mempertahankan hak alas tanah dimaksud sekaligus mengingatkan kepada BPN Ketapang dan pihak yang mengklim tanah tersebut, bahwa sertifikat hak milik (SHM) yang mereka miliki itu diterbitkan oleh BPN dari proses yang tidak benar.

Karena diatas tanah tersebut terdapat atas hak orang lain. Demikian disampaikan Arik perwakilan dari keluarga besar Chairani Bagal kepada media ini Minggu (27/09).

Menurut Arik semestinya seseorang yang mengklim mempunyai sertifikat hak milik diatas tanah yang disebut sengketa itu bisa untuk saling menghormati proses yang sudah berjalan yang ditempuh oleh pihak ahli waris Chairani Bagal dengan melakukan upaya hukum yakni dengan melakukan gugatan terhadap BPN Ketapang ke Pengadilan Tata Usah Negara(PTUN) di Pontianak.

“Namun prosesnya terhenti disebabkan meninggalnya salah seorang anak dari ahli waris Chairani Bagal sebagai pemberi kuasa kepada kuasa hukum. Karena kuasa tersebut gugur dengan sendirinya dan harus dibuat kuasa baru lagi,” kata Arik.

Arik diminta kepada para pihak yang mengklim sebagai pemegang alas hak SHM diatas tanah dimaksud untuk tidak membabi buta dan segera menghentikan segala kegiatan berupa pematokan, penggusuran dan bentuk lainnya.

“Kami meminta semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Tetapi apabila tidak juga diindahkan maka orang-orang tersebut dapat disebut brutal dan akan kami lawan dengan cara-cara kami,” tuturnya

Menurut Arik bahwa persoalan yang timbul saat ini adalah bermula dari sebuah BPN kabupaten Ketapang yang dinilai salah prosedur dalam menerbitkan sertifikat.

“Bahwa BPN Ketapang telah melanggar azas-azas yang prinsip dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah,” ungkapnya.

Seharusnya kata Arik, status dasar hukum (alas hak kepemilikan) hal ini untuk mengetahaui dengan pasti dengan dasar apa tanah tersebut diperoleh. Apakah jual beli, hibah, warisan, tukar menukar, atau dari hak garap atas tanah negara termasuk juga riwayat tanahnya.

Selain itu, identitas pemegang hak (kepastian subjek). Hal ini dinilainya sangat penting untuk memastikan siapa pemegang hak sebenarnya dan apakah orang tersebut benar-benar berwenang utk mendapatkan hak atas tanah dimaksud.

Kemudian, kata Arik, letak dan luas objek tanah (kepastian objek) yang diwujudkan dalam bentuk surat ukur/GS utk memastikan dimana letak/batas-batas dan luas tanah dimaksud agar tidak tumpang tindih dengan tanah orang lain, termasuk untuk memastikan objek tanah tersebut ada atau tidak (fiktif).

“Kemudian, prosedur penerbitannya (prosedural) yang harus memenuhi azas publisitas yaitu dengan mengumumkan pada kantor kelurahan/desa atau kantor pertanahan setempat tentang adanya permohonan atas tanah tersebut,agar pihak lain yang merasa keberatan dapat mengajukan sanggahan sebelum pemberian SHM itu diterbitkan dan apabila prinsif dan azas-azas tersebut diatas dilakukan,” katanya.

Hal itu dimaksudkan guna menghindari adanya tumpang tindih kepemilikan dan pencaplokan atas tanah ahli waris, seperti yang dialami Chairani Bagal diatas SKT 1957.

“Tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh BPN Ketapang. Anehnya, orang-orang yang mengklim punya SHM diatas tanah dimaksud tidak tau persis posisi/letak tanahnya dimana tuturnya mengakhiri,” tandasnya (Ams)

Leave A Reply

Your email address will not be published.