
KOTA BEKASI, Harnasnews.com – Sebanyak 10 rumah Warga Green Village Perwira keluhkan akses yang tertutup tembok pagar. Akibatnya, aktivitas warga tersebut terganggu dan harus memarkirkan kendaraan jauh dari rumah.
Permasalahan ini diduga akibat dari pihak pengembang yang diduga melakukan pelanggaran set plan dari pembangunan perumahan. Perumahan Green Village ini berdiri diatas lahan seluas 9000 meter persegi.
Kuasa hukum warga, Yunus Efendi berharap bahwa kliennya kembali mendapatkan haknya untuk mendapatkan akses jalan yang dijanjikan pengembang.
Para warga membeli cluster atau hunian tersebut, yang berawalnya adalah adanya Fasos Fasum yaitu jalan selebar 5 meter yang dijanjikan oleh pihak pengembang dan juga Pemerintah Kota Bekasi melalui set plan-nya.
“Namun faktanya hari ini sejak 2 tahun yang lalu klien kami ini atau warga Grand Village ini kehilangan akses jalan yang menjadi akses utama bagi mereka untuk keluar dari pemukiman ini ke tempat umum,” ujar Yunus kepada media pada Jumat (18/07/25).
Dampak dari tidak adanya akses jalan, warga memarkirkan kendaraan mereka di jalan yang ada.
Sebelumnya, tidak terjadi permasalahan sampai dengan selesainya pembangunan Cluster tersebut. Timbulnya persengketaan itu sejak tahun 2016, di mana pemilik tanah, Lim Sian Tjie melihat objek tanahnya dipindahkan patoknya, kemudian digunakan oleh pihak pengembang sebagai jalan cluster Green Village.
“Kemudian dilakukanlah upaya mediasi oleh pemilik tanah juga dengan pihak pengembang namun tidak ada solusi,” imbuhnya.
Dalam gugatannya, diputuskan di pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor perkara 553 yang dimenangkan oleh pemilik tanah kemudian dikuatkan lagi dengan putusan pengadilan tinggi dengan nomor perkara 538 Pengadilan Tinggi Bandung.
Kemudian karena kalah di pengadilan tinggi Bandung, pengambang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang juga dimenangkan oleh pihak pemilik tanah dan terakhir dengan putusan PK Mahkamah Agung Nomor 681 dan dimenangkan oleh pemilik tanah.
“Artinya hukum itu sudah dijalankan sejak awal dan sudah berkekuatan hukum tetap sehingga terjadilah eksekusi ini terhadap objek tanah ini, yang mana pengembang melepaskan diri dari tanggung jawabnya,” ungkap Yunus.
Atas kejadian itu, warga melalui tim kuasa hukum melakukan pelaporan terhadap mantan Direktur PT Surya Mitra Tama Persada berinisial J ke Polres Metro Bekasi Kota pada tanggal 15 Juli 2023. Terlapor J sendiri kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 9 September 2024 dan memeriksa sejumlah saksi.
“Penyidik pun sedang melakukan penyelidikan dan memeriksa banyak saksi termasuk juga menyita beberapa alat bukti dan sudah melakukan gelar perkara,” ungkap Yunus.
Namun, kata Yunus, setelah ditetapkan tersangka, justru mantan Dirut tersebut melakukan gugatan balik kepada para penghuni melalui pengadilan negeri Bekasi dengan gugatan nomor perkara 516. Tindakan ini dinilainya sebagai upaya untuk mengulur proses hukum yang berjalan.
Yunus meminta kepada aparat penegak hukum untuk bertindak secara tegas apa yang telah menjadi putusan atas penetapan tersangka kepada mantan Dirut PT. PT Surya Mitra Tama Persada berinisial J. Selain itu ia juga meminta pemerintah Kota Bekasi dapat mencari solusi atas permasalahan tersebut. (Mam)