
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan dalam RUU tersebut yaitu penetapan masa cuti melahirkan yang sebelumnya diatur pada Undang-undang no. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja hanya tiga bulan saja, berubah menjadi enam bulan ditambah 1,5 bulan masa istirahat.
Anggota Fraksi PKB DPR RI Luluk Nur Hamidah yang merupakan perwakilan pihak pengusul RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak menjelaskan, pengaturan ulang pasal terkait cuti melahirkan itu dianggap penting untuk menjamin tumbuh kembang anak dan pemulihan bagi Ibu pasca-melahirkan.
Selain itu menurut dia, dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak juga ditetapkan pengaturan terkait upah bagi Ibu yang sedang cuti melahirkan sehingga selama menjalani cuti melahirkan, para Ibu tetap menerima upah sesuai skema yang telah ditentukan.
“Jadi cuti melahirkan itu ditetapkan selama 6 bulan, bagaimana dengan upah atau gaji si Ibu yang sedang cuti, skema-nya kita tetapkan untuk 3 bulan pertama di masa cuti. Tempat si Ibu bekerja tetap membayar upah 100 persen, tetapi memasuki bulan ke 4 upah yang dibayarkan hanya 70 persen dari total upah,” ujarnya, dilansir dari antara.
Luluk juga menjelaskan adanya aturan pada RUU tersebut yang juga dibuat untuk melindungi para Ibu, yang sedang cuti melahirkan untuk tidak dipecat maupun dipaksa mengundurkan diri, secara semena-mena oleh tempatnya bekerja.(qq)