Bertemu Masyarakat Fakfak, Menteri Susi Minta Hentikan Penambangan Pasir Ilegal

FAKFAK,Harnasnews.com  – Pada hari keduanya kunjungan kerjanya di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, Jumat (23/3), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama rombongan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan peninjauan hasil tangkapan dan kuliner di Pasar Ikan Waneri Tanjung Wagon. Menteri Susi yang didampingi Bupati Fakfak Mohammad Uswanas dan Wakil Bupati Fakfak Abraham Sopaheluwakan menyampaikan apresiasi tinggi kepada pemerintah dan masyarakat setempat atas Pasar Ikan Waneri Tanjung Wagon yang dinilai luar biasa.

“Tempatnya bersih, udah gitu lihat ikannya juga segar-segar. Ikannya Bapak-bapak punya luar biasa. Tadi lihat ikan begitu saya ingin jadi bakul ikan lagi, berhenti jadi menteri,” puji Menteri Susi diiringi canda.

Menteri Susi juga melontarkan pujian bagi masyarakat Fakfak yang dinilai penuh energi, terlihat penuh kebahagiaan, memiliki keinginan untuk maju dan belajar, serta memiliki semangat kerja yang tinggi. Namun, masih ada hal yang mengusik Menteri Susi.

“Kemarin sore saya berenang di seberang Pulau Panjang, saya naik paddle, snorkling, mau nangis saya. Karangnya semua berantakan, hancur, ikannya sedikit karena tidak ada rumah lagi. Pasirnya juga hilang. Ada kura-kura berenang ndak bisa ke pinggir karena pantainya ndak ada. Dia bingung mau cari tempat buat taruh telurnya ndak ada pasir lagi. Semua habis,” keluh Menteri Susi.

Ternyata hal tersebut terjadi akibat penambangan pasir ilegal yang sering terjadi di pantai-pantai di Fakfak. “Ada laporan juga dari (TNI) Angkatan Laut katanya di sini pasirnya ditambang buat bikin rumah. Saya bilang kenapa tidak ambil di tempat lain yang jauh? Ini yang di depan adalah benteng bapak kalau ada tsunami,” ungkap Menteri Susi.

Menteri Susi kemudian bercerita tentang tsunami yang terjadi di kampung halamannya di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat pada 17 Juli 2006 lalu. Menurutnya, masyarakat Pangandaran tidak seberuntung masyarakat Fakfak yang berada di teluk dalam seperti Pulau Panjang sehingga memiliki benteng untuk berlindung dari tsunami.

“Di laut kami (Pangandaran) tidak ada apa-apa di depannya. Jadi begitu ada tsunami habislah semua. Yang meninggal pun 1.600 orang. Saya tidak ingin pengalaman itu terjadi di sini. Tolonglah jaga,” pesan Menteri Susi.

Menteri Susi mengungkapkan, pemerintah melalui KKP, TNI Angkatan Laut, Polair, Kejaksaan, dan Bakamla telah bersinergi membasmi pencurian ikan yang dilakukan kapal-kapal asing di perairan Indonesia, terutama Laut Papua. Setidaknya ada 363 kapal ikan ilegal yang telah ditenggelamkan. Menurutnya, masyarakat Fakfak perlu meniru semangat ini, dengan berada di baris terdepan menjaga Laut Fakfak dari para penambang pasir ilegal.

“Berapa kapal penyedot pasir? 40 biji saja. Ibu sudah usir ribuan kapal. Masa Bapak tidak bisa berhentikan 40 kapal? Malu ndak? Malu tidak? Malu,” Menteri Susi menyemangati.

“Ambillah pasir dari pulau yang besar, dari daratan. Jangan ambil dari laut. Laut itu masa depan bangsa Indonesia. Laut itu yang memberi makan, hidup, Bapak-bapak semua nantinya karena darat itu ada batasnya. Dunia ini 70 persennya itu laut Pak. Indonesia juga sama 70 persennya laut. Kalau laut dirusak, maka rusaklah masa depan anak-anak, cucu, cicitnya Bapak-bapak dan Ibu-ibu semua,” tambahnya.

Menteri Susi juga meminta aparat penegak hukum setempat untuk aktif membantu masyarakat mengamankan penambangan pasir di laut.

Lemahnya komitmen masyarakat Fakfak terhadap konservasi laut dibenarkan oleh Bupati Fakfak Mohammad Uswanas. Menurutnya, Pemerintah Kabupaten telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan, namun dukungan dan kekompakan dalam pelaksanaannya dinilai masih kurang.

“Saya minta Ibu Menteri datang ke sini karena Fakfak sangat tidak komitmen dengan masalah pengendalian konservasi laut. Saudara masih mau kita punya ikan ke depan? Masih tidak? Kalau masih berarti mulai saat ini kita amankan laut kita,” tutur Uswanas dalam sambutannya.

Selain perkara penambangan pasir, Menteri Susi juga berpesan agar masyarakat mematuhi aturan penangkapan spesies laut. Ia berpesan agar masyarakat tidak lagi melakukan penangkapan terhadap lobster, kepiting, dan rajungan bertelur. Selain itu, masyarakat diimbau untuk meninggalkan destructive fishing (penangkapan ikan yang merusak) dengan tidak lagi menggunakan portas, bom, dinamit, atau bius, dan sebagainya yang dapat merusak ekosistem laut.

“Mohon aparat razia itu, pupuk-pupuk matahari dipakai untuk apa? Kalau tidak ada pertanian, ada pupuk-pupuk matahari pasti tangkap ikan pakai bom. Waduh habis nanti Saudara semua masa depannya,” kata Menteri Susi.

Hal lain yang perlu dipatuhi adalah aturan penggunaan alat tangkap dan wilayah tangkapan. Menteri Susi mengingatkan, wilayah di bawah 4 mil dari pulau terluar hanya boleh dimasuki oleh kapal di bawah 10 GT. Adapun kapal 10 GT – 30 GT harus menangkap di wilayah di atas 4 mil dari pulau terluar. Lain halnya dengan kapal di atas 30 GT harus melakukan penangkapan ikan di wilayah di atas 12 mil laut.

Pengaturan ini dianggap penting agar nelayan-nelayan kecil bisa mendapatkan ikan tanpa harus mengeluarkan modal besar untuk membeli bahan bakar. Dengan pengaturan yang adil, nelayan kecil bisa mendapat tangkapan ikan yang cukup banyak di wilayah yang lebih dekat dari daratan tanpa harus bersaing dengan kapal-kapal besar.

“Laut dipelihara, diambil ikannya dengan cara yang benar. Itu namanya kita sebagai makhluk Tuhan mensyukuri nikmat Tuhan yang luar biasa diberikan kepada kita. Jangan sampai kita kufur sama nikmat Tuhan, kalau kita kufur pasti celaka,” tandasnya.

Pada kesempatan tersebut, KKP menyerahkan bantuan 8.000 ekor calon induk nila bagi 4 Pokdakan di Kabupaten Fakfak yang diserahkan simbolik kepada Pokdakan Waremo Jaya Kp. Waremo Distrik Mbaham Ndandara dan Pokdakan Ubadari Kp. Ubadari Distrik Kayaun. KKP juga melakukan penyematan atribut Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmawas) dan menyerahkan sertifikat Basic Safety Training (BTS) kepada perwakilan peserta training.(Red/Ed)

Leave A Reply

Your email address will not be published.