BI Mewaspadai Risiko Kenaikan Inflasi Lewat Operasi Moneter

Wira menilai bahwa berbagai tekanan tersebut bisa meningkatkan risiko stagflasi. Di negara maju, lanjutnya, kondisi itu dapat direspons dengan peningkatan suku bunga acuan.

“Kondisinya, inflasi global meningkat, baik di negara maju maupun negara berkembang,” ujarnya.

Namun, di tengah gempuran inflasi dan tekanan pada perekonomian global, BI memutuskan mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen dan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen serta suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.

“Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi inti yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” ucap Wira.

Di samping itu, bank sentral juga terus melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit konsumsi.

“BI juga memperluas QRIS antarnegara melalui akselerasi implementasi, piloting dengan penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal dengan negara-negara di Asia serta melaksanakan Pekan QRIS Nasional untuk pencapaian target 15 juta pengguna baru,” ujarnya, dikabarkan dari antara.

BI ikut memastikan operasionalisasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) khususnya Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) first mover berjalan lancar dan mempersiapkan implementasi second mover dengan target Desember 2022​.

“Serta memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerjasama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya. Begitu juga bersama Kementerian Keuangan menyukseskan enam agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022,” kata Wira.(qq)

Leave A Reply

Your email address will not be published.