
“Saya anggap ini (penetapan tersangka), sebagai sebuah kehormatan. Kalau saya anggap negara ini, hanya bisa memberikan status tahanan, atau suatu hari akan memenjarakan saya, saya anggap itu adalah sebuah kehormatan. Atau saya anggap sebagai fasilitas negara yang diberikan kepada saya, ketika saya dan juga Fatia, ketika kita membicarakan atau membantu mengungkap sebuah fakta kebenaran,” ujar Haris, dikutip dari republika, Sabtu (19/3/2022).
Haris justru menyindir Luhut, pelapor utama dalam kasus tersebut, sebagai seorang pejabat yang tak punya watak perwira. Menurut Haris, jika membandingkan kronologis kasusnya itu, dengan isu big data, keduanya sama-sama menjadikan Luhut sebagai promotor utama.
Tetapi, kata Haris, Luhut tak bersedia melakukan hal serupa atas desakan publik, untuk membuka laporan tentang big data penundaan Pemilu 2024. Menurut Haris, Luhut patut untuk dipidana, karena berbohong memiliki big data tentang penundaan Pemilu 2024.
“Tuduhan yang disampaikan ke kita (Haris, dan Fatia) ini, seolah-olah kita bicara tentang suatu yang bohong. Tapi, ketika Luhut bicara soal big data (penundaan Pemilu 2024), dan tidak menjelaskan, kita jadi bertanya, kenapa Luhut tidak bertindak gentle, ketika didesak untuk membuka data, dia juga tidak bicara dan membuka data,” tegas Haris.(qq)