Ekowisata “LAWAR” Berbasis Kapal Bagang Desa Labuhan Jambu  Sumbawa

"Potensi Lawar dalam pandangan H. Johan Rosihan."

Penulis: Rusdianto Samawa, Pendiri Teluk Saleh Institute: Integrated Aquarium and Marine Research Teluk Saleh.

SUMBAWA,Harnasnews.com – Diseputar Labuhan Jambu, salah satu upaya pengembangan pedesaan pesisir melalui sektor pariwisata: Pulau Rakit, yang tidak hanya menyuguhkan sumber daya wisata yang masih alami. Namun juga berkontribusi terhadap konservasi lingkungan, dan masyarakat sebagai pengendali utama dalam pengembangannya untuk berpartispasi.

Maka, prinsip partisipasi dalam ekowisata harus memiliki desain basis pembangunan masa depan. Tentu sudah jelas, basis itu ada pada masyarakat nelayan yang selama ini sangat menjanjikan itu.

Nah, beberapa hari ini, saya imajinasikan pesisir Sumbawa dan mencoba menyibak keterpaduan alam dan aktivitas masyarakat pesisir dalam kerangka ekowisata. Dari imajinatif itu, terekam puluhan wisatawan mancanegara ikut menikmati “Lawar” diatas Kapal Bagang Nelayan Labuhan Jambu.

Ide pun muncul secara imajinatif dan naratif untuk menaruh pengharapan akan pengelolaan industrialisasi “Lawar” dalam konsep ekowisata Gili Rakit ini secara modern sesuai perkembangan teknologi.

Tentu, sebelum konsep itu berjalan. Maka, harus ada semacam komitmen secara luas dalam sistem Integrated Aquarium and Marine Research agar ide besar pembangunannya tidak lepas dari hasil-hasil riset. Utamanya seperti itu harus menggunakan hasil riset sebagai penguatan.

Sebenarnya, Lawar ini bukan hanya khas Labuhan Jambu, tetapi makanan khas ikan mentah milik seluruh desa pesisir Teluk Saleh. Namun, tingkat konsumsi “Lawar” meningkat seiring pada 3 faktor yakni: pertama, intensitas nelayan bagang dalam menangkap ikan demersal (ikan dasar) berjenis: Ikan Teri. Kedua, ketertarikan wisatawan mancanegara pada “Lawar” dan metode meraciknya jadi makanan lezat dan bergizi tinggi. Ketiga, menyaksikan Ikan Hiu dari atas kapal Bagang yang sedang beraktivitas sembari menikmati “Lawar.”

Berdiskusi “Lawar” dalam momen bersama H. Johan Rosihan, membayangkan makanan “Lawar” sebagai asupan bergizi untuk ikut serta menuntaskan permasalahan stunting dan busung lapar. Secara kebetulan, data update persentase kasus stunting di NTB turun dari 37,2 persen pada 2017 menjadi 33 persen pada 2018. Namun masih ada tujuh kabupaten/kota yang masuk zona merah kasus stunting di NTB, termasuk Sumbawa. Sementara, angka stunting paling tinggi di Lombok Timur capai 43,52 persen.

Sangat relevan, apabila konsep ekowisata “Lawar” menjadi bagian solusi dari metode cepat penanganan gizi buruk dan stunting. Karena makanan khas pesisir Sumbawa sangat teruji kandungan gizinya. Sekarang, kita menunggu common will dan political will pemerintah dan para masyarakat untuk menciptakan indutrialisasi olahan “Lawar.”

Tentu, kata H. Johan Rosihan, bahwa: “konsep ekowisata “Lawar” penentu arah pengembangan ekonomi masyarakat pesisir. Apabila, diproduksi secara “full” atau kapasitas ribuan ton yang menggunakan teknologi pengalengan, maka makanan “Lawar” ini bisa ditawarkan kepada pasar dunia: nasional, regional dan internasional.

Ya, produksi kapasitas besar tidaklah sulit karena bahan bakunya dari ikan demersal (ikan dasar) berjenis: Teri, yang sangat mudah di dapatkan, tidaklah sulit bagi kapal-kapal Bagang Sumnawa.

Beberapa masalah yang muncul saat diskusi bersama H. Johan Rosihan, bahwa: Labuhan Jambu sebagai kawasan ekowisata pesisir, masih menyisakan banyak masalah, baik dari aspek: lingkungan, tata kelola, hingga sumberdaya manusia, sehingga aktivitas wisata di kawasan tersebut belum berkembang secara baik.

Karena itu, diperlukan suatu penelitian bersifat menyeluruh dalam konsep program: “Integrated Aquarium and Marine Research Teluk Saleh” untuk menganalisis potensi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat pesisir Labuhan Jambu dan sekitarnya.

Maka, menurut H. Johan Rosihan, untuk mencapai tujuan tersebut, perlu mengumpulkan seluruh stakeholder dan sumberdaya manusianya agar sama-sama lakukan analisis semua aspek: objek daya tarik wisata, kemasyarakatan, pengelolaan, hingga pemberdayaan masyarakat. Hasil analisis diharapkan menjadi rekomendasi dan bahan pertimbangan dalam mengembangkan konsep ekowisata berbasis nelayan dan masyarakat.

H. Johan Rosihan menekankan bahwa: objek ekowisata merupakan sektor penyediaan jasa untuk eksplorer potensi kawasan wisata. Kedepan, sangat penting untuk menumbuh kembangkan pusat-pusat wisata seiring semakin meningkatnya pendapatan masyarakat di wilayah Labuhan Jambu dan sekitarnya.

Beberapa tawaran wisata yang ada sangatlah beragam, mulai dari wisata bahari, pegunungan, outbond, agro, hiu paus, satwa: burung, sapi, kuda, kerbau dan lainnya. Wilayah Kecataman Tarano, Kabupaten Sumbawa saja, tersimpan aneka ragam wisata yang sangat menarik, salah satunya wisata bahari Ketapang, Jemplung, Gili Rakit Moyo dan DepiAi.

Selain itu, terdapat lokasi tertua yang bisa dikonektivitaskan, yakni wilayah (Tangko) Desa Banda, dan Perigi (Desa Ongko) Dusun Majapahit, Dusun Malalo-Taratai, Lokasi Pampang – Tampar Belo (Labu Bonto), sehingga di kenal sebagai wilayah kerajaan kuno Sumbawa, Kerajaan Batara Tangko (fase Budha-Hindu), diperkuat dengan banyaknya penamaan lokasi atau objek di wilayah Kecamatan Tarano yang mengandung unsur Dewa.

Menurut Syamsu Ardiansyah.(2019) bahwa: objek yang menggunakan nama dewa di wilayah Kecamatan Tarano, meliputi: Dewa Butel (Labuan Bontong), Gili Dewa, Buin Pitu (Labuhan Jambu), Dewa Boko, Dewa Rara (Desa Banda), Dewa Tangko (desa Ongko), Dewa Diki (Desa Mata), Dewa Daong (Malalo-Teratai), Dewa Cente (Ai cente) Desa Ongko, dan Bukit Bendera (desa Banda). sehingga sangat wajar Kecamatan tarano dapati di juluki sebagai negeri Lingkaran Dewa-Dewa.

Maka, kedepan mestinya konsep pengembangan wisata yang ditawarkan Integrated Aquarium and Marine yang selaras dengan isu-isu konservasi lingkungan, pemberdayaan masyarakat: petani dan nelayan.

Keunikan inilah yang coba di kembangkan sehingga mampu memberikan nilai lebih, tidak hanya pada lingkungan dan ekonomi, namun juga terhadap: “social welfare” masyarakat: petani dan nelayan sesuai kearifan lokal.(Herman)

Leave A Reply

Your email address will not be published.