Ekstract Kelor Bawa Nama Harum Indonesia Di Ajang Taiwan International Science Fair 2023

 

SURABAYA,Harnasnews – Nathania Siswa kelas 12 SMAN 5 Surabaya,sukses mengharumkan nama Indonesia di Taiwan International Science Fair (TIFS) 2023. Indonesia berhasil mendapatkan Juara 1 kategori Medical and Health Science.

Tanpa ada target khusus,begitulah yang ada dibayangan Nathania saat mengikuti TIFS 2023. Berkat Moringa Extract (Moringa Oliefera) based Silver Nanoparticle Sisal Fabric as Antibacterial Againts Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), ia tampil sebagai juara mengalahkan peserta dari 21 negara lainnya. Penelitian yang dilakukan Nathania ini dinilai paling inovatif dan menarik karena menggunakan daun kelor untuk melawan bacteri mematikan MRSA.

Sebelumnya Nathania merupakan peraih medali perak pada ajang National Science Fair for Indonesian Adolescets atau NASFIA 2022 yang diselenggarakan oleh Indonesia Scientific Society (ISS) secara online pada bulan November 2022 silam.

Diceritakan Nathania, awal mula ia mengikuti TIFS 2023 berawal dari ajang Asean Youth Research Innovation Summit (AYRIS) 2022.

Dikejuaraan ini, ia meneliti Silver Moringa yang berbahan ekstra kelor untuk melawan bakteri salmonela penyebab tifus.

Dari penelitian ini, ia kembangkan untuk melawan MRSA karena merupakan bakteri patogen yang sangat mematikan. Karena menyebabkan infeksi, sepsis hingga kematian.

“MRSA merupakan bakteri patogen yang sangat mematikan, baktero ini muncul karena penggunaan antibiotik berlebihan diruang ICU. Ada obat juga untuk melawan bakteri ini, namun harganya cukup mahal 1 Vial Rp. 1,4 juta.

Tentu ini akan lebih berat lagi bagi pasien. Karenanya saya teliti ekstrak kelor ini didukung dengan berbagai jurnal bahwa ditemukan kandungan Kandungan flavonoid, saponin dan alkoloid pada ekstrak kelor untuk melawan MRSA,” ujarnya saat ditemui di sekolah, Selasa (14/2).

Dari ekstrak kelor ini kemudian disentesis dengan nano partikel perak yang menjadi agen anti bakteri terhadap MRSA. Penelitian ini kemudian berhasil dan diaplikasikan ke kain sisal.

“Bermodal ini saya mengikuti TIFS. (Sebagai delegasi) ke Taiwan banyak yang bilang berat dan belum ada yang menang.

Tapi saya hanya lakukan yang terbaik, tidak menargetkam menang kerja keras dan mengumpulkan banyak data yang saya bisa, mengambil scaning electron mikroskop, finalisasi dan berangkat. Saat saya jelaskan ke juri saya bersyukur mereka menerima penjelasan saya,” jelas dia.

Meski berjalan cukup lancar, namun Nathania sempat dibuat panik karena electron mikroskop yang dibutuhkannya hanya dimiliki Universitas Negeri Malang (UM).

Tim Indonesia bahkan sempat meminta Nathania menyerah untuk membawa hasil data bacteri dari electron mikroskop. Namun, semangatnya tak berhenti disana. Ia bahkan nekat berangkat ke Malang dalam waktu yang cukup mepet dengan keberangkatan kompetisi.

“Saya nekat waktu itu. Jam 4 sore sudah tutup laboratoriumnya. Jam 2 berangkat dari Surabaya. Selama perjalanan udah saya pasrah, pokoknya ada usaha. Puji syukur masih bisa kekejar,” ceritanya.

Setidaknya butuh waktu 3 bulan hingga hasil peneltian kemudian diaplikasikan pada baju antibacterial yang berbahan kain sisa.

Dipilihnya daun kelor sebagai dasar penelitian dibidang kesehatan, dikatakan siswa berusia 18 tahun ini karena merupakan kearifan lokal yang tak banyak dilirik masyarakat. Padahal banyak manfaat yang dimiliki daun kelor.

Diantaranya mengobati sifilis, masalah gigi dan diare. Bahkan ia mengungkapkan orang terdahulu menggunakan daun kelor untuk mengusir setan.

Diakui putri pasangan dr Agoes Willyono, Sp.N dan Listyawati Setiawan dalam ajang bergensi dengan tingkat kompetitif yang cukup ketat ini, ia bahkan tak berekspektasi memenangkan awarding.

Sebab, ajang tersebut, dinilai Nathania menjadi kesempatan orang-orang berkualitas secara ilmu dan penelitian berkumpul dan mempresentasikam temuannya.

“(Capaian) ini sesuatu yang bukan buat saya sombong. Untuk masalah MRSA yang ada (prestasi ini) untuk sekolah, provinsi dan ini pertama kali untuk Indonesia.

Terlepas dari itu saya ingin sampaikan Indonesia ini punya tanaman yang potensial dan siswa yang potensial.

Saya ingin semua orang punya potensi yang mereka punya tidak hanya penelitian tapi anak-anak Indonesia menyadarkan potensi mereka di ajang kejuaraan dunia,” terangnya.

Penelitian soal daun kelor bukan satu-satunya yang dilakukan Nathania. Sejak ia dibangku sekolah dasar (SD) rasa keingintahuannya dibidang kesehatan sangat tinggi.

Itu terlihat saat kecil ia menderita sinositis. Dengan bekal rasa ingin tahu dan arahan orangtuanya, ia kemudian membuat masker jahe untuk mengobati penyakitnya tersebut.

“Awal itu saya meneliti soal jahe kemudian saya gunakan untuk mengobati sinositis melalui masker jahe. Dari situ makin lama saya tertarik masalah isu dibidang kesehatan,” ceritanya.

Bagi perempuan kelahiran, Surabaya 10 November 2004 ini penelitian menurutnya sesuatu yang menarik karena digunakan untuk memecahkan masalah.

Seperti tak cukup puas, bahkan dalam waktu dekat ia meminati penelitian tentang neuroscience.

Bidang ini, kata Nathania sangat menarik untuk dipelajari karena tidak hanya berhubungan dengan kesehatan melainkan juga tentang komputer dan engineering.

“Apalagi masalah sistem staraf ini merupakan ilmu yang sangat luas yang bisa dipelajari,” tambah dia.

Siswa yang bercita-cita menjadi Dokter Spesialis Syaraf ini mengungkapkan TIFS merupakan kompetisi yang tidak akan pernah ia lupakan.

Sebab, melalui ajang ini ia bertemu teman-teman sebaya yang baik, dan menjunjung sportifitas.

Bahkan komunikasi antar peserta juga masih terjalin meski kejuaraan telah usai digelar.

Kedepan ia berharap, apa yang dilakukannya saat ini, bisa menginspirasi orang lain dan anak-anak Indonesia, agar semua orang bisa menjadi versi terbaik bagi diri mereka.

Sementara itu, Kepala SMAN 5 Surabaya, Sukirin Wikanto mengucapkan terimakasih atas perjuangan Nathania dalam mengharumkan nama bangsa.

Ia juga mengapresiasi kerja keras Nathania selama mengikuti ajang bergengsi TIFS 2023.

Dukungan sekolah pun, kata Kirin sapaan akrabnya juga menjadi kekuatan Nathania melakukan yang terbaik.

Pasalnya, sebelum keberangkatan ke Taiwan, Nathania berpamitan kepada seluruh guru dan kepala sekolah. Selain itu, sekolah juga melakukan pemantapan mental Nathania agar lebih siap dan percaya diri.

Leave A Reply

Your email address will not be published.