Hadapi Review GSP dan Kenaikan Tarif Impor Baja dan Aluminium,Mendag Galang Dukungan Importir AS

Washington DC,Harnasnews.com  – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menggalang dukungan para importir produk Indonesia di Amerika Serikat (AS) untuk melakukan pendekatan kepada Pemerintah AS, sebagai upaya mengamankan akses pasar produk Indonesia di negara tersebut.

Langkah ini dilakukan untuk menghadapi kenaikan tarif impor besi baja dan aluminium, serta peninjauan ulang (review) Indonesia sebagai penerima program Generalized System of Preferences (GSP) Pemerintah AS.

Selain mengagendakan pertemuan bilateral dengan Pemerintah AS, Mendag Enggar mengajak para importir komoditas Indonesia di AS untuk turut mencari solusi atas kebijakan review GSP serta kenaikan tarif baja dan alumunium karena berpotensi menganggu neraca perdagangan Indonesia–AS.

“Kenaikan bea masuk produk besi baja dan aluminium tidak hanya akan merugikan Indonesia sebagai eksportir, tetapi juga pelaku usaha AS. Karena, biaya produksi mereka akan meningkat,bahkan pasokan untuk proses produksi dapat terganggu. Akhirnya dapat merugikan daya saing perusahaan AS juga,” jelas Mendag Enggar.
Para importir baja AS yang hadir dalam pertemuan mengatakan kenaikan bea masuk dapat membuat produk baja impor tidak kompetitif serta menahan laju pertumbuhan industri. Mereka mengakui produk Indonesia berkualitas baik dan produk tersebut memang tidak diproduksi oleh AS.

Sehingga, hal tersebut semestinya tidak menjadi ancaman bagi industri baja AS. Keputusan pengenaan tarif impor sebesar 25% untuk produk baja dan 10% untuk produk aluminium telah ditandatangani Presiden AS Donald Trump pada 18 Maret 2018 lalu.

Sementara itu menurut Mendag Enggar, produk baja dan aluminium dari Indonesia tidak serta-merta menjadi kompetitor yang secara langsung mengancam industri dalam negeri AS. “Produk AS dan produk Indonesia dapat berperan secara komplementer di pasar AS. Hal ini sudah terlihat dari peran baja dan aluminium Indonesia yang telah menjadi bagian dalam sistem manajemen pasokan di AS,” imbuh Mendag Enggar.

Ekspor produk besi baja Indonesia ke AS pada tahun 2017 tercatat sebesar USD 112,7 juta atau hanya 0,3% pangsa pasar AS. Nilai ini disebabkan oleh penerapan bea masuk antidumping dan countervailing duty yang telah berlangsung cukup lama. Sementara ekspor aluminium tahun 2017 ke AS tercatat sebesar USD 212 juta dan pangsa pasar 1,2%. Bagi Indonesia, nilai ekspor tersebut berkontribusi terhadap 50% ekspor aluminium Indonesia ke dunia.

Terkait dengan penawaran kerja sama bioavtur berbasis sawit, Pemerintah Indonesia memfasilitasi pertemuan antara Boeing dan Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) yang telah mengembangkan biofuel dan ekspor secara global. “Boeing bersama pelaku usaha Indonesia dapat bekerja sama mengembangkan bioavtur berbasis minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan,” kata Mendag Enggar.

Kehadiran Boeing di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1949 dan kebutuhan atas pesawat Boeing di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan semakin berkembangnya jalur penerbangan Indonesia baik domestik maupun internasional. Di tahun 2012, pembelian armada Boeing oleh salah satu maskapai Indonesia menjadikannya pembelian terbesar sepanjang sejarah Boeing saat
itu.

Leave A Reply

Your email address will not be published.