
“Maka, kami mengingatkan agar perubahan parsial tidak melanggar aturan yang lebih tinggi di atasnya,” kata Rudy.
Menurut dia, hingga kini DPRD Kabupaten Bogor belum mendapat pemberitahuan atau penjelasan resmi dari Pemkab Bogor soal adanya defisit APBD 2023. Namun, Rudy menyarankan apabila Pemkab Bogor salah memprediksi SiLPA pada APBD 2022, sumber-sumber pendapatan lain masih bisa dicari untuk menutup defisit.
“Kalau memang itu urgent untuk kepentingan masyarakat bisa melalui pinjaman daerah, atau melalui APBD perubahan karena APBD perubahan bisa dilakukan dua kali dalam 1 tahun anggaran sesuai dengan kebutuhan,” ujar Rudy.
Jika perubahan parsial hingga mengubah postur APBD, Rudy mengingatkan Pemkab Bogor harus menanggung akibatnya.
“Kalau memang hal tersebut dilakukan, DPRD mengingatkan jangan sampai nanti bupati berdiri sendiri menanggung akibatnya,” paparnya.
Jika terjadinya defisit anggaran, lanjut dia, sebaiknya pemkab setempat membahasnya bersama DPRD. Hal itu seiring dengan pembahasan APBD 2023 yang dilakukan secara bersama-sama.
“Makanya, jika melaksanakan melalui mekanisme penjabaran APBD atau perubahan parsial, yang bertanggung jawab adalah kepala daerah karena perubahan parsial atau penjabaran APBD menggunakan peraturan bupati, sedangkan perda adalah produk bersama,” kata Rudy, dikutip dari antara.
Diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Bogor mengalami defisit sekitar Rp400 miliar lantaran angka Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) 2022 tak sesuai dengan prediksi.
Saat APBD 2023 disahkan di akhir November 2022, SiLPA diprediksi sekitar Rp700 miliar. Namun, di akhir Desember 2022, penyerapan anggaran di Kabupaten Bogor cukup baik sehingga menyisakan SiLPA sekitar Rp250 miliar. (qq)