LAMI Minta Penegak Hukum Segera Ambil Sikap Soal Dugaan Illegal Logging Kalbar

JAKARTA, Harnasnews.com – Ketua Lembaga Aspirasi Masyarakat Indonesia (LAMI) Jonly Nahampun mengungkapkan, bahwa Praktik penebangan pohon secara liar (illegal logging) masih marak terjadi walaupun aturan yang melarangnya sudah diundang-undangkan.

Hal itu dikatakan Jonly, menyikapi maraknya proses penebangan kayu yang diolah di kawasan hutan Desa Nanga Tayap Kecamatan Nanga Tayap Kabupaten Ketapang. Berdasarkan pantauan media ini di lokasi, tampak sejumlah pekerja tengah mengoperasikan mesin pemotong kayu milik salah satu perusahaan.

Menurutnya ada beberapa indikator terjadinya illegal logging, seperti kewenangan pembagian kebijakan masih bisa diintervensi serta ada celah untuk melakukan moral hazard (penyimpangan moral).

Ia menengarai oknum yang berani melakukan penebangan liar walaupun sudah dilarang oleh undang-undang hanyalah oknum, atau bahkan perusahaan nekat yang berpikir bahwa untuk mendapat untung banyak harus melakukan hal tak beretika itu. Untuk itu Lanjut Jonly, dibutuhkan keberanian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menghentikan praktik illegal logging.

“Oleh karenanya, kami meminta agar aparat penegak hukum dalam hal ini Polda Kalimantan maupun Mabes Polri dapat mengambil sikap tegas terkait adanya dugaan adanya illegal logging di Kabupaten Ketapang,” tandas Jonly.

Sebelumnya, sejumlah pihak mempertanyakan maraknya proses penebangan kayu yang diolah di kawasan hutan Desa Nanga Tayap Kecamatan Nanga Tayap Kabupaten Ketapang. Berdasarkan pantauan media ini di lokasi, tampak sejumlah pekerja tengah mengoperasikan mesin pemotong kayu milik salah satu perusahaan.

Belum diketahui secara pasti apakah kegiatan pengolahan kayu yang dilakukan oleh perusahaan tersebut legal atau illegal. Hal ini yang menimbulkan tanya dari warga setempat.

Padahal, berdasarkan regulasi diantaranya, Peraturan menteri (Permen) LHK Nomor P.9/Menlhk-II/2015 Tentang Tata Cara Pemberian, Perluasan Areal kerja dan Perpanjangan IUPHHK-HA,IUPHHK-Restorasi Ekosistim atau IUPHHK-Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi maupun Permen LHK Nomor:P.48 Tahun 2017 Tentang Hutan Hak.

“Yang menjadi pertanyaan kami apakah areal yang dimohon adalah kawasan hutan produksi?. Selanjutnya, areal yang dimohon adalah areal yang telah dicadangkan/ditetapkan oleh menteri berupa peta indikatif,” tanya salah satu sumber dari warga setempat, yang enggan disebutkan identitasnya, Minggu (23/6).

Lanjut dia, belum lagi kewajiban lainnya setelah calaon pemegang izin menerima berupa surat persetujuan prinsip (RATTUSIP) maka pemegang izin harus menyusun dan menyampaikan dokumen AMDAL.

Belum lagi terkait dengan potensi tegakan hutan yang semestinya harus dilakukan crusing dan ceking crusing di lapangan oleh dinas instansi yang terkait untuk menghitung volume tegakan hutan atas kayu-kayu yang masih berdiri dan hasil kubikasinya dihitung dan dikirim melalui aplikasi SIPUHH.

Akan tetapi, lanjut dia, justru yang terjadi adalah diduga kayu-kayu tersebut tidak dilakukan Inventarisasi tegakan sebelum penebangan(ITSP) tidak dilakukan crusing dan ceking crusing modusnya kayu-kayu tersebut ditebang duluan dari areal hutan baru dibawa ke tempat pengolahan kayu dan pura-pura dipasang barcode.

“Malah dengan kasat mata, perusahaan tersebut diduga menampung kayu-kayu kubik persegi illegal yang bukan berasal dari areal pemegang izin yang sah,” tandasnya.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada aparat penegak hukum Polda Kalbar, bila perlu pihak Mabes Polri segera melakukan penyelidikan ke lapangan guna mengusut dugaan adanya illegal logging. (Amn)

Leave A Reply

Your email address will not be published.