Menakar  Intervensi Gubernur  Di Pilkada Sumbawa

Opini : Penulis *Iwan Haryanto SH MH* Dosen Fakultas Hukum UNSA

Pertemuan ini tidak layak jika mengacu pada mekanisme yang ada. Karena tugas dan kewenangan gubernur hanya sebatas memimpin urusan pemerintah daerah yang menjadi kewenangannya serta menyusun rancangan peraturan daerah bersama DPRD, dan bukan melakukan evaluasi dan koordinasi dengan pemerintah desa. Karena tidak adanya regulasi yang mengatur tugas dan kewenangan gubernur dalam melakukan evaluasi dan koordinasi dengan kepala desa.

Apalagi Program GPS gemilang. Program yang idam-idamkan penguasa NTB 1 itu, tidak akan tersalurkan jika tidak ada sistem perencanaan dan manajemen yang matang. Mulai dari implementasi, pengawasan hingga evaluasi. Perencanaan hingga implementasi, tentu adanya peran tim yang akan mengnahkodahi program tersebut sampai tingkat masyarakat guna memantau dan mengevaluasi efektif program itu. Namun aneh, gubernur mala melakukan evaluasi terhadap kades terkait distribusi program tersebut. Tindakan ini tidak tepat karena tidak aturan yang mengatur kewenangan gubernur untuk melakukan evaluasi terhadap kades.

Tak bisa ditepis, acara saresehan antara penguasa NTB itu dengan kades serta udangan silaturahmi di pendopo gubernur NTB dengan kepala desa se kabupaten sumbawa memuat indikasi politis di dalamnya. Kenapa tidak? Gubernur NTB yang merupakan asli putra Sumbawa tentu tidak akan menyiahkan peluang ini untuk membangun pondasi politik melalui momentum pilkada ini. Apalagi beliau adalah ketua tim Pemenangan Pemilu Wilayah (TPPW) PKS NTB tentu memiliki tanggung jawab besar untuk memenangkan Paslon yang di usung kendaraan politiknya.

Munculnya Dewi Noviany sebagai wakil Haji Mahmud Abdullah dalam pilkada Sumbawa yang tidak lain, adik kandung gubernur NTB. Tentu penguasa NTB itu tidak main-main dalam menyikapi pilkada ini. Karena pertarungan ini antara gengsi, harga diri serta khawatir akan di cundangi rival politik di kandang sendiri.

Tidak hanya itu. Untuk memuluskan berbagai program dan kepentingan politik kedepan, pilkada sumbawa terindikasi untuk membangun dinasti politik gubernur NTB. Politik dinasti diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indentik dengan kerajaan. sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga (A.G.N. Ari Dwipayana, 2014).

Ada beberapa Dampak yang akan terjadi jika dinasti politik ini di jalankan. Jika mengutip pernyataan Zulkieflimansyah (2014;30) dimana:
1. Menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai sehingga tak ada target lain kecuali kekuasaan.
2. Sebagai konsekuensi logis dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan masyarakat yang merupakan kader handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elit dan pengusaha semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan.
3. Sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance). Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
4. Dengan Politik Dinasti membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan.

Oleh karena itu, Dinasti politik bukanlah pola ke pimpinan yang tepat untuk diterapkan di kabupaten Sumbawa. Apalagi kabupaten ini terkenal dengan selogan sabalong samawa Lewa. Yang artinya harus ada keseimbangan dan keselarasan dalam membangun desa darat, terutama sekali dalam Rana pemerintahan.(Herman)

Leave A Reply

Your email address will not be published.