Mengenal Sistem Budidaya KJA Offshore Pertama di Indonesia

Selain itu, Slamet juga menekankan bahwa KJA offshore Pangandaran adalah yang pertama di Indonesia. Hal ini berdasarkan definisi KJA offshore yang dikeluarkan oleh Food and Agruculture Organization (FAO). Sebagaimana diketahui, KJA Pangandaran berjarak lebih kurang 4 mil (6,43 km) dari Pantai terdekat, yaitu Pantai Barat Pangandaran. Selain itu, KJA ini juga terdapat di kedalaman kurang lebih 50 m dengan tinggi gelombang rata-rata antara 1,5 – 3 m. Ia juga dilengkapi dengan Sistem Pemberian Pakan Otomatis, Sistem Monitoring dengan Kamera Bawah Air dan CCTV, serta dapat dioperasikan dari jarak jauh.

Sebelumnya, memang sudah ada beberapa KJA di laut seperti di Pemuteran, Buleleng, Bali; Pulau Murai Batu, Tanjung Balai, Karimun; dan Grokgak, Buleleng, Bali. Akan tetapi, ketiga KJA tersebut bukan termasuk kategori offshore melainkan KJA coastal dan off the coast karena jaraknya yang tak sampai 3 km dari pantai terdekat.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) Zulficar Mochtar mengatakan, penentuan titik lokasi pembangunan KJA offshore sudah diisusun dalam naskah akademik oleh tim Ditjen Perikanan Budidaya, Badan Riset dan SDM, dan Ditjen Pengelolaan Ruang Laut. Tak hanya oleh Tim KKP, uji kelayakan juga dilakukan Tim Norwegia dari Aqua Compentanse.

“Secara fisik, biologis dan kimiawi, telah dilaporkan dalam kajian tersebut, sehingga titik lokasi yang saat ini di pasang KJA offshore, merupakan titik final yang paling sesuai untuk dipasang KJA offshore. Demikian pula dengan 2 lokasi lain, baik Sabang maupun Karimunjawa,” terang Zulficar.

Menurutnya, kajian tersebut telah mempertimbangkan aspek kelayakan fisik seperti gelombang, arah dan kecepatan arus, pasang surut, serta kekeruhan air. Ia menambahkan, sampel tanah di dasar perairan diambil untuk mengetahui jenis organisme yang ada di dasar perairan calon lokasi KJA lepas pantai. Sedangkan secara kimiawi, dilakukan pengukuran kualitas air.

“Pembangunan KJA ini juga dipastikan tidak berada di kawasan konservasi, tidak mengganggu alur pelayaran, dan tidak mengganggu alur migrasi hewan laut. Jadi lokasi KJA lepas pantai, betul-betul sesuai dengan peruntukan dan tidak berdampak kepada lingkungan sekitar,” tambahnya.

Meski terletak jauh di lepas pantai, arus dan gelombang di 3 lokasi masih dalam batas teloransi yaitu masing-masing antara 0.5 – 1 m/detik dan 1 – 3 m. Beberapa negara seperti Australia dan Vietnam juga telah berhasil menerapkan teknologi serupa.

*Benih Dipilih Melalui Selective Breeding*

Guna memastikan budidaya ini berhasil, KKP juga memilih benih kakap putih melalui selective breeding. Hal ini untuk menghasilkan benih yang bermutu dan seragam serta memenuhi persyaratan CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik). “Jadi untuk benih kita tidak mengambil di alam begitu saja, melainkan sudah melalui selective breeding dengan standar yang tinggi,” jelas Slamet.

Bahkan KKP juga melakukan seleksi benih dengan ukuran 0.8 – 1 cm, 3 – 4 cm sampai ukuran siap tebar di KJA sebesar 100 gr up, sehingga SR-nya dapat mencapai 80 – 85 %.

KJA offshore ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas ikan karena dipengaruhi gelombang dan arus laut dan terbebas dari cemaran sungai maupun limbah rumah tangga. Kualitasi ikan diharapkan lebih sehat karena di pelihara dalam lingkungan alami sehingga tidak memerlukan antibiotik atau obat-obatan.

“Budidaya ini tidak berdampak pada lingkungan karena air selalu berganti dan pakan di berikan melalui manajemen pakan yang terkontrol,” tandas Slamet.(Red/Dar)

Leave A Reply

Your email address will not be published.