Proyek Sehen Mandeg Selama 4 Tahun

Ilustrasi

ROTE NDAO,Harnasnews.Com   – Program Sehen Pemda Rote Ndao 2013, Rp.1,9 Miliar  Tidak ada kejelasan, Pemda dan CV MT  belum memberikan penjelasan. Program sehen dan KWH meter adalah  Program Bupati Rote Ndao tahun anggaran 2013 yang tidak maksimal direalisasikan kepada penerima. Sabtu (31/3).

Patut diduga, Pemda, Kontraktor dan Pihak aparat saling bermain mata. Inilah kisah yang terungkap pemerintah untuk meloloskan diri, saat digelar jumpa pers, kamis 29 Oktober 2018, bahwa seolah-olah yang salah kontraktor, dan pihak penegak Hukum awalnya dilidik oleh Pola NTT, tetapi hingga kini tidak ada kejelasan.

Untuk diketahui, dalam hasil jumpa pers itu terungkap  penyediaan lampu super hemat energi dan KWh meter yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Rote Ndao tahun 2012- 2013, hingga saat ini belum juga rampung.

Sementara itu, saat digelar jumpa Pers, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Rote Ndao Onisimus Ndun didampingi Plt Kabag Humas Ronald Messakh dan Kepala Distamben Daniel Zacharias, Kamis 29 Oktober 2015 mengatakan, dana sehen dan dana KWh meter tahun anggaran 2013 sesuai

petunjuk teknis (Juknis), dana APBD didistribusikan ke rekening kelompok dan seterusnya disalurkan kepada kontraktor untuk pemasangan dan pengadaan sehen dan KWh meter.

Pihak ketiga yang ditunjuk pemerintah adalah  CV MT dengan Kuasa Direktur berinisial WP sebagai pihak yang mendistribusikan dan pemasangan, tetapi sampai dengan  tahun anggaran 2015 pekerjaan belum selesai.

 

Dirincikan, bantuan keuangan jasa penerangan  program Bupati Rote Ndao berupa KWh meter dan sehen bagi masyarakat Rote Ndao yang tidak mampu tahun anggaran 2013, namun hingga tahun anggaran 2015 sebagian KWh meter dan sehen tidak didistribusikan kepada penerima.

Padahal, dana APBD sebesar Rp 1,9 miliar telah diberikan kepada pihak ketiga CV MT dengan Kuasa Direktur WP untuk pengadaan sehen sebanyak 3.800 unit, namun diakhir masa kontrak kerja tahun 2013, hanya berhasil mengadakan sebanyak 3.602 unit atau setara Rp 1,801 miliar. Sehingga, sisa barang yang belum disalurkan sebanyak 198 unit atau setara dengan Rp 99 juta.

Sementara, KWh meter sebanyak 1.000 unit atau setara dengan Rp 1,5 miliar, tetapi hingga batas waktu tahun 2013 baru dapat terealisasi 982 unit atau setara dengan nilai Rp 1.469.000.000. Yang tidak terealisasi sebanyak 18 unit, rincian biaya instalasi sebesar Rp1.127.500 dan biaya penyambungan KWh meter sebesar Rp 2.705.000.

 

KWh yang harus dikerjakan instalasi dan penyambungan KWh meter sebanyak 1.000 unit atau setara dengan Rp 1,5 miliar, namum Desa Oematamboli telah menyetor kembali dana sebesar Rp 13.500.000, setara dengan sembilan unit, sehingga total bantuan hanya 991 atau setara dengan Rp 1.486.500.000. Namun hingga berakhir tahun anggaran 2013

baru dapat terealisasi sebanyak 605. Jadi, dari total tunggakan Rp164.950.000 terdiri dari tunggakan instalasi Rp 50.315.000 dan total penyambungan KWh meter sebesar Rp 114.635.000. Hal tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Bupati Nomor 78/KEP/HK/TA/2013 tentang petunjuk pelaksanaan bantuan keuangan pengadaan lampu penerangan sehen dan pemasangan KWh.

Onisimus mengatakan, pihak ketiga dalam hal ini CV MT harus bertanggungjawab. Sesuai dengan data total tunggakan instalasi dan

pemasangan  kwh meter tahun 2012-2013 berjumlah 404 unit/ rumah yang menunggak, jadi total keseluruhan rumah yang belum  dengan sehen dan kwh tahun 2012-2013 sebanyak 618 unit.

Sementara itu, WP sebagai Kuasa Direktur CV MT, saat dikonfirmasi mengatakan, tunggakan pekerjaan bukan merupakan tanggung jawab dirinya sebagai kontraktor, melainkan tanggung jawab ketua kelompok.

 

“Karena saya selaku kontraktor pada waktu itu telah bekerja berdasarkan juknis bupati dan kontrak kerja dengan kelompok, di mana berdasarkan juknis tersebut tugas saya hanya sampai pada instalasi pada rumah-rumah penduduk yang mendapatkan bantuan KWh gratis dari pemerintah. Sedangkan untuk proses pemasangan KWh meternya itu adalah kewajiban para ketua kelompok yang mengurus ke PLN,” kata WP.

Menurut WP, setelah selesai melakukan pemasangan instalasi, pihaknya menyampaikan kepada ketua kelompok membayar biaya meteran KWh ke PLN agar bisa dilakukan pemasangan meteran. Namun justru ketua-ketua kelompok mengalami kesulitan karena PLN mempunyai aturan

tersendiri terkait beberapa persyaratan pemasangan listrik yang harus dipenuhi oleh kelompok. Karena mengalami kesulitan dalam memenuhi berbagai persyaratan, sehingga ketua-ketua kelompok meminta kontraktor untuk mengurus meteran KWh ke PLN agar bisa dilayani pemasangan meteran KWh.

Sesuai permintaan tersebut kontraktor membantu kelompok untuk melakukan pemasangan meteran KWh dan hasilnya, dari 1.000 penerima bantuan sekitar 700 lebih meteran  sudah terpasang. Sisa yang belum terpasang itu akibat adanya perubahan regulasi dari PLN salah satunya adalah PLN

melakukan survei ulang terhadap jaringan yang ada di Rote Ndao dan juga ada beberapa kelompok penerima yang rumahnya jauh dari jaringan PLN, sehingga menurut PLN kelompok penerima tersebut tidak bisa

dipasang meteran KWh akibat jaringan drop. Selain itu, ada juga surat edaran PLN yang menutup sementara pemasangan baru bagi pelanggan pada saat itu.

“Mestinya ketua-ketua kelompok itu harus berterima kasih terhadap saya karena saya sudah membantu mereka. Bahkan tanpa ada biaya dari kelompok. Coba teman-teman bayangkan berapa kali ketua kelompok itu

harus bolak-balik PLN untuk mengurus itu. Biaya yang harus mereka keluarkan pasti lebih besar dan itu tidak ada dalam juknis untuk biaya transprtasi bagi ketua kelompok. Lalu ketika saya membantu, kok saya

lagi yang disalahkan ini kan aneh. Harusnya yang disalahkan itu adalah juknis bupati yang menyusahkan kelompok,” ungkap WP.

 

Menurut WP, dana yang dianggarkan pemerintah untuk KWh gratis sebesar Rp 1,5 juta per rumah. Dari total dana tersebut, sebesar Rp 372.500 diperuntukkan bagi pembayaran KWh meter di PLN. Sedangkan yang sisanya adalah hak rekanan untuk instalasi. Namun dalam perjalanan, beberapa kelompok yang dibantu proses pembayarannya ke PLN justru rekanan harus membayar lebih dari anggaran yang disiapkan pemerintah karena ada kenaikan tarif KWh yang dilakukan PLN yakni sekira Rp 450 ribu per unit.

 

“Dalam perjalanan waktu proses administrasi ke PLN saya justru yang rugi karena ada perubahan dari PLN. Sehingga saat itu saya harus bayar sekitar Rp 450 ribu per unit dan itu saya tanggulangi tanpa meminta

lagi ke kelompok. Karena mereka itu orang miskin yang harus dibantu, lalu kalau kita minta lagi mau ambil uang dari mana mereka, tetapi sekarang kok saya yang disalahkan,” pungkasnya ( Dance )

Leave A Reply

Your email address will not be published.