Melalui rambu-rambu kegiatan kesiswaan ini, Gubernur berharap adanya formulasi agar siswa menjadi lebih kreatif dalam sains dan teknologi. Selain itu, pemilihan terhadap basis agamanya juga tertata. Di sini fungsi guru dan guru agama menjadi penting. “Anak muda mencari bentuk, mencari identitas, memang iya. Itu psikologi anak muda, mencari kemudahan dan menemukan kesulitan. Itu memang problem,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan, tata tertib itu supaya sekolah SMA se-Jatim itu memiliki pedoman.
Misalnya dengan perkembangan teknologi seperti saat ini, aturan di dalam kelas tidak boleh siswa menggunakan gadget. Sebagai pelaksanaannya nanti adalah waka kesiswaan yang ada di SMA se Jatim. “Ini juga disusun atas masukan dari wakil kepala sekolah yang membidangi kesiswaan,” tandasnya.
Sementara adanya SOP kesiswaan, Saiful menjelaskan aturan tersebut menyangkut apa saja yang wajib dan tidak wajib dilakukan. Misalnya menyangkut kerohanian Islam dan kerohanian agama lain. Sifatnya wajib dan tidak wajib semua akan diatur.
Terkait kerjasama dengan TNI – Polri dalam MPLS, Saiful menegaskan hal tersebut tidak ada kaitannya dengan peristiwa teror yang melibatkan anak-anak. Menurutnya, hal itu murni untuk membangun karakter disiplin siswa, contohnya melalui baris-berbaris. “Dari satu kegiatan baris-berbaris itu saja sudah banyak yang didapat untuk siswa. Mulai dari disiplin, kerjasama, kebersamaan dan sikap,” kata dia.
Selain baris-berbaris, materi kebangsaan untuk menebalkan rasa nasionalisme juga akan masuk dalam MPLS. Materi tambahan tersebut bukan karena ada teroris beberapa waktu lalu, tapi lebih pada merubah pola. “Jadi semacam brain wash menyiapkan anak dari SMP ke SMA itu pola pikirnya beda,” ungkap Saiful.(PUL)