Hari Bhayangkara ke 79 Momentum Refleksi, Bukan Euforia

JAKARTA, Harnasnews – Menjelang peringatan Hari Bhayangkara ke-79 pada 1 Juli mendatang, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara DKI Jakarta menyampaikan pandangan kritisnya terhadap model perayaan yang cenderung seremonial dan simbolis.

Koordinator Daerah BEM Nusantara DKI Jakarta, Piere A.L. Lailossa menilai bahwa Hari Bhayangkara sepatutnya menjadi momentum evaluatif bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk meninjau ulang praktik dan orientasi kelembagaan, serta memperkuat kembali komitmen terhadap keadilan, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi manusia.

“Dalam kondisi masyarakat yang masih menghadapi berbagai tantangan hukum dan keadilan, perayaan yang bila dilaksanakan terlalu mewah bisa dipersepsikan publik sebagai kurang responsif terhadap situasi sosial. Ini bukan hanya soal persepsi, tapi soal empati dan legitimasi,” ujar Piere kepada wartawan, Sabtu (28/6/2025).

Selain itu, sejalan dengan semangat efisiensi anggaran negara yang tengah didorong oleh pemerintah pusat, BEM Nusantara DKI Jakarta menilai bahwa pembatasan terhadap kegiatan seremonial perlu juga diterapkan oleh institusi Polri. Menurut dia, pembenahan internal, peningkatan pelayanan publik, dan reformasi sistem lebih penting untuk menjadi prioritas penggunaan anggaran negara.

“Refleksi dan evaluasi jauh lebih relevan ketimbang selebrasi. Apalagi ketika kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum masih membutuhkan penguatan yang nyata,” tambah Piere.

BEM Nusantara DKI Jakarta memandang bahwa ada sejumlah peristiwa dan isu yang perlu dijadikan bahan introspeksi untuk mendorong transformasi kepolisian ke depan, di antaranya:

  • Peristiwa Kanjuruhan: Tragedi yang menunjukkan perlunya perbaikan dalam standar operasional keamanan dan pendekatan yang lebih humanis dalam penanganan massa.
  • Insiden KM 50: Peristiwa yang menimbulkan banyak pertanyaan publik dan memerlukan penyelesaian yang transparan dan akuntabel.
  • Kasus Internal Polri seperti di Duren Tiga: Menunjukkan pentingnya penguatan sistem pengawasan internal, integritas organisasi, dan budaya profesional.
  • Kasus Kekerasan Seksual oleh Oknum Aparat: Menjadi indikator bahwa perlindungan korban dan pembenahan kultur organisasi harus menjadi agenda serius.
  • Pendekatan terhadap Aksi Massa: Perlu dikaji ulang secara mendalam agar penegakan hukum tetap sejalan dengan prinsip demokrasi dan hak konstitusional warga.

Urgensi Reformasi Polri: Perubahan Struktural dan Kultural Tak Bisa Ditunda

BEM Nusantara DKI Jakarta menegaskan bahwa reformasi institusi kepolisian harus dilakukan secepatnya dan secara menyeluruh, mencakup pembenahan struktural, peningkatan akuntabilitas, serta transformasi kultur organisasi.

“Polri perlu menunjukkan kepada publik bahwa mereka bukan hanya mampu menegakkan hukum, tetapi juga mampu memperbaiki diri secara internal secara terbuka dan progresif,” pintarnya.

Sikap terhadap RUU Polri: Perlu Keseimbangan Kewenangan dan Pengawasan

Pihaknya juga menyoroti adanya sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Polri yang dinilai berpotensi memperbesar kewenangan tanpa kejelasan sistem pengawasan. Reformasi hukum harus menjamin keseimbangan antara otoritas dan kontrol publik agar prinsip negara hukum tetap terjaga.

“Hari Bhayangkara bukan semata peringatan institusional, tapi seharusnya jadi pengingat untuk terus berbenah. Institusi sebesar Polri harus siap berubah, cepat, dan transparan jika ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat,” tegas Piere.

Tuntutan BEM Nusantara DKI Jakarta:

Leave A Reply

Your email address will not be published.