JAKARTA, Harnasnews – Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya Rhaditya Putra Perdana mengapresiasi kinerja Polri di bawah komando Wakil Kapolri Komjen Pol. Gatot Eddy Pramono sebagai ketua tim khusus dalam menuntaskan kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

“Kita harus mengapresiasi kinerja Polri di bawah komando Pak Wakapolri dalam penyelesaian kasus tewasnya Brigadir J yang menyita perhatian publik selama ini,” kata Rhaditya, di Jakarta, Kamis.
Peraih gelar Master International Commercial Law di Bournemouth University, Inggris ini berharap agar penyidikan terhadap tindak pidana menghalangi proses hukum atau “obstruction of justice” dalam kasus pembunuhan Brigadir J harus terus berjalan.
“Kita berharap agar proses hukum tidak hanya berhenti sampai sidang dan sanksi etik, melainkan hingga proses pidana terhadap semua pelaku, termasuk dugaan bila pihak kuasa hukum Irjen FS terlibat dalam rekayasa kasus ini,” Imbuhnya.
Dikatakannya, berdasarkan Pasal 221 KUHP telah secara jelas mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.
“Jika benar terbukti ada dugaan pihak kuasa hukum Irjen FS ikut terlibat dalam rekayasa kasus ini diawal, maka tentunya bisa dipidana. Tapi balik lagi itu adalah asumsi dari netizen. Kita tidak bisa menuduh sebelum ada pembuktian,” tegas Rhaditya.
Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) itu menjelaskan, pernyataan kuasa hukum Irjen FS diawal kasus ini bergulir yang menyebutkan bahwa kematian Brigadir J terjadi akibat aksi saling tembak sesama ajudan Irjen FS itu tidak bisa disalahkan sepenuhnya.
“Sebab, kuasa hukum itu berbicara atas dasar informasi awal yang diberikan oleh kliennya. Jadi tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Kecuali, dia ikut terlibat dalam merekayasa fakta yang terjadi, itu beda cerita,” jelasnya.
Oleh karena itu, untuk mengungkap masalah ini secara terang, Rhaditya berharap agar kasus pembunuhan Brigadir J ini bisa menjadi uji coba terhadap penggunaan pasal 221 KUHP tentang “obstruction of justice” bagi pelaku yang terlibat.
“Jadi, kita harus mendukung langkah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo beserta jajarannya untuk terus mengusut pihak penyebar skenario kasus pembunuhan Brigadir J versi Irjen FS. Seperti apa yang diharapkan Presiden Jokowi agar kasus ini dapat terselesaikan dengan tuntas,” ucapnya, dilansir dari antara.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Keluarga Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis pernah menyebutkan bahwa Brigadir J sempat kepergok oleh sesama ajudan Irjen Ferdy Sambo sedang melecehkan Putri Candrawathi selaku isteri Irjen Ferdy Sambo, sehingga terjadi aksi saling tembak.
Namun, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut dalam konferensi persnya bahwa berdasar hasil temuan Tim Khusus tidak ditemukan fakta peristiwa tembak-menembak.
“Bahwa tidak ditemukan, saya ulangi tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan awal,” kata Kapolri, di Jakarta, Selasa (9/8).
Jenderal bintang empat itu mengungkapkan, dari penyidikan yang dilakukan Tim Khusus Kepolisian Indonesia ditemukan fakta bahwa peristiwa yang terjadi sebenarnya adalah penembakan terhadap Brigadir J hingga mengakibatkan bintara remaja polisi itu kehilangan nyawanya.
“Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan saudara J meninggal dunia, yang dilakukan saudara RE, atas perintah saudara FS,” kata sang jenderal bintang empat polisi itu.
Tim Khusus Kepolisian Indonesia telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus Brigadir J, yakni Bharada E, Brigadir Polisi Kepala Ricky Rizal, Kuat alias Kuwat, kemudian Sambo. Keempat tersangka dijerat pasal 340 tentang pembunuhan berencana subsider pasal 338 tentang pembunuhan juncto pasal 55 dan pasal 56 KUHP.(qq)