Bencana Diam-Diam Radiasi Cesium-137 Mengancam Indonesia

  1. UU 32/2009 tentang Lingkungan Hidup, bisa pidana hingga 10 tahun.
  2. UU 10/1997 tentang Ketenaganukliran, dipidana 5 tahun.
  3. UU Tipikor untuk pejabat yang lalai dan menyalahgunakan wewenang

Namun hingga kini, tak satu pun pejabat ditahan. Seolah radiasi adalah urusan sains, bukan kejahatan.

Narasi “aman” yang berbahaya

Dalam rapat DPR, perwakilan Kemenperin menyebut kawasan Cikande “sudah aman” setelah dekontaminasi. Pernyataan itu terdengar menenangkan, tapi secara ilmiah dan hukum itu menyesatkan publik.

Bagaimana bisa dinyatakan aman jika alat deteksi masih rusak, audit belum tuntas, dan pemantauan baru berjalan hitungan minggu? Menurut standar WHO-IAEA, aman itu berarti enam bulan tanpa fluktuasi radiasi, bukan hanya hasil uji sekali.

“Kalimat ‘sudah aman’ bukan laporan, tapi pembiusan kebijakan. Kalau negara sendiri menipu rasa aman rakyatnya, itu bukan komunikasi publik. Itu pengkhianatan moral.”

Warga yang kehilangan suara

“Kami takut, tapi kami juga bingung. Katanya aman, tapi anak saya masih batuk-batuk,” ujar seorang ibu di Cikande. Warga hidup di antara dua dunia: hasil medis yang menunjukkan paparan, dan klaim pemerintah yang bilang sebaliknya.

Di sinilah bahaya radiasi berubah jadi trauma sosial. Tak terlihat, tak tercium, tapi menggerogoti rasa percaya. Negara diam, dan warga dibiarkan menebak nasibnya sendiri.

Jalan keluar, waktunya negara hadir

Bagi Indonesian Audit Watch, tak ada waktu lagi untuk basa-basi. Negara harus bertindak, bukan menenangkan publik, tapi menyelamatkan mereka.

Langkah mendesak yang dituntut IAW:

  1. Penahanan segera pelaku utama, dari importir hingga pejabat lalai.
  2. Audit radiologi enam bulan oleh tim independen BAPETEN–BPK
  3. Perbaikan total sistem deteksi di semua pelabuhan.
  4. Transparansi hasil pemantauan agar publik tahu apa yang benar

Diamnya negara di hadapan bahaya adalah bentuk korupsi moral

Indonesia bukan tempat sampah nuklir dunia

Radiasi tidak bersuara, tapi jejaknya abadi. Ia tinggal di tanah selama ratusan tahun, menyelinap dalam rantai makanan, dan menunggu generasi berikutnya untuk membayar harganya.

Krisis ini bukan tentang sains semata, tapi tentang keberanian negara untuk melindungi warganya. Jika Indonesia terus membiarkan pintu terbuka bagi limbah berbahaya, maka sejarah akan mencatat: kita bukan korban radiasi, tapi korban sistem yang membiarkannya masuk.

Leave A Reply

Your email address will not be published.