Diduga Direktur RSUD Lakukan Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang

Nasional

SUMBAWA, Harnasnews.com – Direktur Eksekutif Centre For Advocation Sosial And Ekonomi Development
(Cased) Institut Andi Rusni, menduga Direktur RSUD Sumbawa Dede Hasan Basri telah melakukan korupsi dan menyalahgunakan wewenangnya.

Hal tersebut ia kemukakan dalam pertemuannya dengan Komisi IV DPRD Sumbawa serta Badan Pengawas BLUD, Dinas Kesehatan, Inspektorat dan Kabag Hukum Setda Sumbawa. Dalam pertemuan tersebut Andi Rusni membeberkan semua hasil temuannya yakni tentang jasa pelayanan dan CT – Scan.

Menurut Andi Rusni, sejak
RSUD Sumbawa beralih status menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dari tahun 2015 sebagai amanat UU dan Perda Kab. Sumbawa Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Teknis Daerah Kab. Sumbawa sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Perda Kab. Sumbawa Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Perda Kab. Sumbawa Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Teknis Daerah Kab. Sumbawa.

Menurut dia, BLUD dilahirkan oleh Pemerintah sebagai salah satu solusi dari kinerja SKPD yang dinilai masih kurang, seperti: Disiplin pegawai rendah, SDM kurang memadai, sumber dana terbatas, manajemen kurang baik, pengelolaan keuangan yang kurang transparan, serta kurang mampu bersaing.

Sementara di sisi lain, SKPD dituntut agar mampu memberikan pelayanan terbaik, transparan dan bertanggungjawab. Oleh sebab itu, lahirnya BLUD tentu didasari oleh tujuan yang mulia yaitu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, serta dengan penerapan praktik bisnis yang sehat.

Pada tahun 2013, sebelum RSUD Sumbawa berstatus sebagai BLUD, target Pendapatan RSUD Sumbawa sulit tercapai, padahal hanya Rp.14 Miliar namun dikala RSUD Sumbawa beralih status menjadi BLUD di bawah kepemimpinan dr. Selvi, RSUD Sumbawa mampu meningkatkan target pendapatan menjadi Rp.39 Miliar dan Pendapatan BLUD tersebut melampau target yakni menjadi Rp.42 Milyar lebih dengan Surplus sebesar Rp. 7 Miliar lebih.

Demikian pula di tahun 2015, BLUD RSUD Sumbawa mengalami surplus sebesar Rp.5 Miliar (Simpanan Kas) ditambah piutang BPJS selama 2 bulan dan tahun 2016 BLUD RSUD mengalami surplus sebesar Rp. 3 Miliar ditambah Piutang Bansos senilai ± Rp. 2 Miliar. Walaupun terus mengalami penurunan Sisa Lebih Pembiayaan (Silpa) namun pendapatan BLUD RSUD Sumbawa masih surplus.

Lanjut Andis sapaan akrabnya, pada tahun 2017, Pendapatan BLUD RSUD Sumbawa mengalami stagnasi dikisaran Rp. 3 Miliar dan di tahun 2018 adalah awal mula keguncangan BLUD RSUD Sumbawa disebabkan karena penggunaan dana BLUD untuk pengerukan atau pematangan lahan pada Rencana Lokasi Pembangunan RSUD Sumbawa di Balai Benih Umum (BBU) Sering yang sesungguhnya bukan belanja wajib yang harus dialokasikan dari dana BLUD.

” Malapetaka lain yang timbul sebagai awal keguncangan manajemen RSUD Sumbawa adalah Pembelian Barang senilai sekitar Rp. 1,5 Miliar pada akhir tahun 2018 yang dilakukan dengan cara berhutang dan akan dibayarkan pada tahun 2019, barang tersebut dipandang tidak bersifat mendesak hanya berupa Tempat Tidur Pasien dan Billing Cabinet dll. Sementara di tahun 2019, BLUD RSUD Sumbawa justru mengalami defisit anggaran mencapai Rp. 1,5 Miliar berdasarkan laporan Satuan Pengawas Internal (SPI) BLUD RSUD Sumbawa,” ujar Andis.

Tambah Andis, kecurigaan berbagai pihak terkait adanya dugaan penyimpangan dan mengarah kepada adanya dugaan korupsi di RSUD Sumbawa salah satunya disebabkan status Direktur RSUD Sumbawa sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) juga sekaligus menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Hal ini kata dia  bertentangan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 16 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa pada Badan Layanan Umum Daerah. Selain daripada itu, ternyata di RSUD Sumbawa terdapat orang lain yang juga memiliki sertifikasi sebagai PPK yaitu Bapak H. Herman namun oleh Direktur RSUD Sumbawa tidak diberdayakan sebagaimana mestinya.

“Sebagai catatan bahwa terjadinya persoalan di Manajemen RSUD Sumbawa yang perlu mendapat perhatian serius pemerintah bahkan Aparat Penegak Hukum (APH),”terangnya.

Sambung Andis, jasa pelayanan pegawai RSUD sejak tahun 2017-2021, tidak terbayarkan sehinga
Utang pada Pihak Ketiga yang membebani keuangan BLUD dan
Pemberlakuan Peraturan Direktur Nomor: 82 Tahun 2021 Tentang Pembagian Jasa Pelayanan Pada RSUD Sumbawa yang bertentangan dengan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah.

Masih menurut Andis,
perjanjian Kerja Sama (PKS), antara RSUD Sumbawa dengan PT. Gratia Jaya Mulya Tentang Kerja Sama Operasional CT Scan 128 Slice Nomor: 10/ RSUD/ II/ 2020 dan Nomor 08/ PKS/ GJM/ II/ 2020 yang ditanda tangani pada Tanggal 20 Februari 2020 yang merugikan RSUD Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa,”tukasnya.

Kata Andis, bahwa pendapatan BLUD RSUD Sumbawa bersumber dari:
BPJS Kesehatan (Mandiri dan PBI)
Jampersal (Ibu & Bayi Baru Lahir)
Pasien Umum
Bansos (Pengguna SKTM)

“Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf b Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan di RSUD Sumbawa disebutkan bahwa pemanfaatan dana diperuntukkan untuk biaya Jasa pelayanan 40 %. Sementara itu, dalam pembayaran Klaim RSUD Sumbawa yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan dilakukan dengan cara
Reguler adalah dana yang cairkan oleh BPJS secara tetap dan teratur yang sudah dipandang sesuai setelah dilakukan verifikasi;
Pending adalah yang pembayarannya kepada RSUD Sumbawa ditahan atau dipending karena Tim Verifikasi BPJS memandang perlu dilakukan verifikasi ulang (lebih lanjut) dan apabila telah dianggap sesuai maka selanjutnya dilakukan pembayaran kepada RSUD Sumbawa;
Tidak sesuai adalah klaim yang tidak sesuai sehingga ditolak pembayarannya berdasarkan hasil verifikasi BPJS,”jelasnya.

Sebut Andis, Klem Dana Reguler tersebut sudah dibayarkan oleh BPJS Cabang Bima ke RSUD Sumbawa sampai dengan Bulan Mei 2021 sebesar Rp. 3.031.666.100,- tetapi, Pembayaran Jasa Pelayanan sebesar Rp. 1.212.666.440,- belum dilakukan oleh Manajemen RSUD Sumbawa. Kemudian Jasa Pelayanan dari Dana Pending belum dilakukan pembayaran oleh manajemen RSUD Sumbawa sejak Bulan Desember Tahun 2017 padahal BPJS telah melakukan pembayaran seluruh Dana Pending tersebut mulai tanggal 03 Januari 2020 sampai dengan tanggal 08 April 2021 kepada RSUD Sumbawa dengan total besaran Rp. 6.627.979.595 dan 40 % di antaranya atau sebesar Rp. 2.651.191.838 menjadi hak Pegawai RSUD Sumbawa sebagai Biaya Jasa Pelayanan.

“Selain daripada itu, Dana Jampersal sejak Januari – November 2020 sebesar Rp. 1.113.832.500,- dan 40 % di antaranya atau sebesar Rp.445.533.000,- menjadi hak Pegawai RSUD Sumbawa (khususnya bidang Zal Kandungan dan NICU) sebagai Biaya Jasa Pelayanan.
Kemudian Pelayanan Pasien Umum sebagaimana diatur tarifnya di dalam Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 64 Tahun 2014 dan Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun 2021 yang dibayarkan secara tunai oleh pengguna jasa kesehatan (pasien) RSUD Sumbawa sejak Bulan Januari s.d Mei 2021 sebesar Rp. 2.307.518.591,- dengan Jasa Pelayanan kurang lebih 30% atau sebesar Rp. 692.255.577,- belum dibayarkan setiap bulannya kepada Pegawai RSUD Sumbawa,”bebernya.

Terakhir kata Andis yakni tentang Jasa Pelayanan yang bersumber dari Pembayaran Bansos atau Pasien Pengguna Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dibayarkan oleh Pemda Kab. Sumbawa melalui BPKAD Kabupaten Sumbawa untuk tahun 2020 dan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa untuk tahun 2021, sejak Bulan Agustus 2020 s.d. April 2021 sebesar Rp.3.588.416.645.- dan 30 % di antara dana tersebut atau ± Rp. 1.076.524.993,- menjadi hak Pegawai RSUD Sumbawa sebagai Biaya Jasa Pelayanan belum dibayarkan oleh Manajemen RSUD Sumbawa.

“Sehingga total uang Jasa Pelayanan Pegawai RSUD yang belum terbayarkan adalah ± Rp. 6.078.171.848,- (Enam Miliar Tujuh Puluh Delapan Juta Seratus Tujuh Puluh Satu Ribu Delapan Ratus Empat Puluh Delapan Rupiah,”jelasnya.

Sehingga Andis menduga Direktur RSUD Sumbawa telah menyalahgunakan kewenangannya, hal itu dapat dilihat dari tindakan atau kebijakannya dalam menerbitkan Peraturan Direktur RSUD Sumbawa Nomor 82 Tahun 2021 Tentang Pembagian Jasa Pelayanan Pada RSUD Sumbawa yang sejatinya bertentangan dengan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah.

Dalam ketentuan Permendagri tersebut, khususnya dalam Pasal 24 ayat 1 disebutkan bahwa Remunerasi (termasuk di dalamnya Jasa Pelayanan) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah (Perbup). Kenyataannya, Direktur RSUD Sumbawa justru menerbitkan Perdir RSUD Sumbawa yang cenderung menguntung dirinya sebab di dalam Pasal 7 huruf a angka 1 Perdir tersebut dinyatakan bahwa Kinerja untuk Direktur sebesar 5 % dari total Jasa Pelayanan, padahal di dalam Perdir sebelumnya yaitu Perdir Nomor 72 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Nomor 52a Tahun 2015 Tentang Pembagian Jasa Pelayanan Pada RSUD Sumbawa di Pasal yang sama disebutkan bahwa Jasa Pelayanan untuk Kinerja Unsur Pimpinan Rumah Sakit adalah 5 % dari Total Jasa pelayanan (3% Kinerja Direktur, 0,77% kinerja Kabag TU, 0,73% Kinerja Kabid Pelayanan dan 0,50% Kinerja Kabid Keperawatan)

“Akibatnya, biaya Jasa Pelayanan untuk Kinerja Direktur RSUD Sumbawa baik yang pendapatan bersumber dari Dana Covid-19 maupun Non Covid-19 meningkat drastis, sementara unsur pimpinan lainnya seperti Kabag dan Kabid mengalami stagnasi, sedangkan unsur lain di luar pimpinan jauh di bawah nilai yang diperoleh oleh direktur,”imbuhnya

Andis menjelaskan sedangkan untuk CT-SCAN 128 bahwa
Direktur RSUD Sumbawa telah melakukan Perjanjian Kerja Sama Operasional CT-Scan 128 Slice antara RSUD Sumbawa dengan PT. Gratia Jaya Mulya Tentang Kerjasama Operasional CT-Scan 128 Slice Nomor: 10/ RSUD/ II/ 2020 dan Nomor: 08/ PKS/ GJM/ II/ 2020 yang masing-masing ditanda tangani oleh: dr. Dede Hasan Basri selaku Direktur RSUD Sumbawa dan Ir. S. Yulianto AS selaku Direktur PT.GJM pada tanggal 20 Februari 2020.

“PKS tersebut selain bertentangan dengan Pasal 91 ayat 6 Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 Tentang BLUD. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Tata Cara Kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Sampai dengan dilaksanakan Perjanjian Kerjasama antara dua belah pihak di atas, belum ada Perbup Sumbawa tentang Tata Cara Kerjasama RSUD Sumbawa dengan pihak lain. Selain itu, terdapat beberapa Pasal di dalam Perjanjian Kerjasama tersebut yang sangat merugikan RSUD Sumbawa.

“Pasal 5 ayat 1
Perjanjian kerjasama ini dilaksanakan dalam jangka waktu 15 (lima belas) tahun terhitung dioperasionalkannya pesawat CT-Scan 128 Slice yang dibuktikan dengan Berita Acara Operasional CT-Scan dan dapat diperpanjang dan dapat dilakukan peninjauan kembali sebelum perjanjian kerjasama ini berakhir sesuai dengan kebutuhan atas kesepakatan Para Pihak.
Pasal 5 ayat 3
Alat CT-Scan tetap menjadi milik Pihak Kedua setelah berakhirnya perjanjian kerjasama
Pasal 8 Ayat 7
Menjelaskan kewajiban Pihak Kesatu untuk menyediakan minimum pasien untuk tindakan CT-Scan yaitu 15 (Lima Belas) pemeriksaan per hari, apabila dalam satu hari jumlah pemeriksaan kurang dari 15 pemeriksaan, maka Pihak Kesatu akan membayarkan sejumlah minimal 15 Pemeriksaan Per Hari.
Pasal 12 Ayat 1 huruf e
Pihak Kesatu menjamin walaupun terjadi perubahan Direktur Rumah Sakit maka hal tersebut tidak akan “membatalkan perjanjian ini” dengan alasan apapun juga,”sebutnya.

Dalam pertemuan tersebut Andis menyimpulkan bahwa
RSUD Sumbawa tidak sehat.

“Dan Kami berpandangan bahwa tata kelola RSUD Sumbawa saat ini sedang dalam keadaan tidak baik atau sakit, hal tersebut dapat dilihat dari besarnya hutang yang mencapai ± Rp. 26.308.725.221, sedangkan piutang diperkirakan hanya mencapai (sekitar) ± Rp.20.000.000.000 (Dua Puluh Miliar Rupiah) dengan rincian sebagai berikut:
Piutang dana pending di Kemenkes RI dari Dana Covid-19 bulan September-Desember 2020 Rp.6.000.000.000;
Piutang dana pending di Kemenkes RI dari Dana Covid-19 bulan Januari-Februari 2021 Rp.3.000.000.000;
Piutang dana reguler di Kemenkes RI dari Dana Covid-19 bulan Maret-April 2021 Rp.7.000.000.000;
Piutang dana reguler di Kemenkes RI dari Dana Covid-19 bulan Mei 2021 Rp.4.000.000.000;
Adapun dana tersebut masih menjadi hak karyawan sebagai Jasa Pelayanan sebesar 40 % atau sekitar Rp.8.000.000.000, sehingga yang dapat digunakan sebagai operasional RSUD hanya tersisa sebesar Rp.12.000.000.000, maka masih terjadi defisit sekitar Rp.14.000.000.000,” katanya.

Andis menduga bahwa telah terjadi Penyimpangan dan Tindak Pidana Korupsi.

“Kuat dugaan bahwa Direktur RSUD Sumbawa telah melakukan penyimpangan yang mengarah kepada tindakan korupsi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana di dalam Pasal 3 UU tersebut menyatakan bahwa: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,”jelasnya.

Andis juga berharap kepada penegak hukum jika benar apa yang diduga maka sudah sepatutnya pemegak hukum untuk bergerak.

“Jika benar telah terjadi dugaan penyalahgunaan wewenang yang mengarah kepada perbuatan melawan hukum atau tindakan koruptif maka diharapkan Bapak penegak hukum dapat menjadi Panglima dalam Pemberantasan Korupsi di Kabupaten Sumbawa,”cetusnya.

Ditempat yang sama Direktur RSUD Sumbawa dr. Dede Hasan Basri menyangkal apa yang dituding oleh andi rusni.

“Kami tetap akan membayarnya. Dan saya pastikan bulan ini clear semuanya,”singkatnya.
Sementara anggota komisi IV DPRD Sumbawa Ahmadul Kusasih mengatakan jika hal ini harus menjadi pembelajaran bersama agar hal seperti ini tidak terjadi lagi dikemudian hari,”tutupnya. Sementara pimpinan sidang Syahrul menekankan agar hal serupa tidak terjadi lagi. dan hal tersebut harus menjadi pembelajaran bersama,”tukasnya.(Man)

Leave A Reply

Your email address will not be published.