Harga Garam Anjlok, Petani Garam Tradisional di Madura Teriak

PAMEKASAN, Harnasnews.com –  Perhimpunan Masyarakat Petani Garam Tradisional (PMPGT) mendesak pemerintah pusat agar ikut turun tangan atas anjloknya harga garam di tingkat petani di tengah gempuran garam impor.

Selain menurunnya harga pada tingkat petani, para pelaku usaha garam tradisional juga mengeluhkan minimnya akses permodalan dari pemerintah pusat. Padahal, untuk menghasilkan garam berkualitas dibutuhkan infrastruktur  yang memadai.

Sementara, produksi garam impor dikelola dengan tekhnologi canggih. Sehingga kualitasnya bagus dan hasil produksinya berlimpah.

“Memang kualitas garam impor lebih bagus, akan tetapi pemerintah tidak serta merta menyalahkan petani garam lokal. Karena persoalan sumber daya manusia adalah tanggung jawab pemerintah,” kata Ketua PMPGT Agus Sumantri kepada wartawan di Pamekasan, Madura Jawa Timur, Selasa (30/7).

Dikatakan Agus, persoalan paling mendasar  yang tengah dihadapi oleh petani garam terkait dengan mutu dan kualitas garam, karena selama ini para petani garam tradisional khususnya bagi petani garam konsumsi kurang adanya edukasi dari pemerintah.

“Mereka (petani garam) mengandalkan cara tradisional, sehingga hasilnya pun tidak maksimal,” keluh Agus.

Agus juga mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan harga garam yang saat ini untuk kualitas (KW) nomor satu harga perkilonya pada tingkat petani Rp400.  Dan untuk kualitas nomor dua Rp300.

“Sementara untuk KW tiga pada kisaran harga 250 rupiah, ini tentu sangat tidak sebanding dengan cost produksi. Padahal mereka bekerja siang malam, sementara pemerintah  belum ada upaya perbaikan harga,” tandas Agus.

Untuk itu pihaknya meminta kepada pemerintah pusat memberikan solusi ditengah anjloknya harga garam tradisional khususnya di kepulauan Madura. Pihaknya juga meminta Tim Satgas Pangan untukmembongkar adanya kartel garam. Menurut dia, persoalan garam menjadi masalah klasik.

“Sepanjang pemerintah tidak bisa menghentikan adanya kartel garam, persoalan garam di negeri ini tidak akan kunjung selesai. Seperti komuditas lainnya yang tiap tahun muncul persoalan, Kami tidak mempersoalkan impor garam, karena kebutuhan garam produksi nasional tinggi, akan tetapi bukan berarti dengan masuknya garam impor itu harus menggilas petani lokal,” ungkap Agus.

Agus berpendapat, bahwa impor garam bukan satu-satunya solusi mengatasi kebutuhan garam dalam negeri. Bila pemerintah serius memberikan permodalan dan pendampingan dalam pemembangunan infrastruktur bagi petani garam, menurut dia, persoalan garam akan selesai.

“Pemerintah jangan hanya memberikan pelatihan dan edukasi kepada petani garam yang ada dibawah binaan BUMN garam. Karena masyarakat juga memiliki hak yang sama, yakni menginginkan meningkatan kualitas dan produksi garamnya,”tandasnya. (Man)

Leave A Reply

Your email address will not be published.