JPU Tuntut 3 Tahun 10 Bulan Penjara, PH Hiu Kok Ming Keberatan

SURABAYA, Harnasnews.com – Sidang lanjutan perkara tindak pidana penipuan jual beli tanah di Bekasi, dengan terdakwa Hiu Kok Ming, kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam surat tuntutanya, JPU Nurlaela dari Kejati Jatim menyatakan terdakwa Hiu Kok Ming telah terbukti melanggar Pasal 379 KUHP karena melakukan penipuan terhadap saksi korban Nurhadi Widjiono Nurhadi atas penjualan tanah seluas 5 hektar di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi.

“Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan pidana penjara selama tahun dan sepuluh bulan terhadap terdakwa Hiu Kok Ming,” ujar JPU Nurlaela saat membacakan surat tuntutanya diruang sidang Garuda 1 PN Surabaya, Senin (13/1).

Usai mendengarkan tuntutan JPU Nurlaela, Majelis hakim yang diketuai Anne Rusiana memberikan kesempatan satu minggu kepada terdakwa Hiu Kok Ming untuk mengajukan pembelaan.

“Ya, kita sepakati tanggal 22 Januari nanti kami berikan kesempatan bagi terdakwa untuk mengajukan nota pembelaan. Ya, kita sepakati bersama ya,” kata Hakim Anne Rusiana menutup persidangan.

Terpisah, Sudiman Sidabuke selaku tim penasehat hukum terdakwa Hiu Kok Ming menyatakan tuntutan yang dijatuhkan JPU tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan.

“Buat saya tuntutan sedemikian besar 3 tahun 10 bulan penjara tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Hanya kurang 2 bulan sudah 4 tahun, yang merupakan maximal di tuntutan pidana pasal 378 KUHP. Jadi guyunon kok jaksa itu hanya mendiscount 2 bulan,” terangnya saat dikonfirmasi Kantor Berita RMOLJatim.

Menurut Sudiman, Dalam institusi Kejaksaan yang menentukan besar kecilnya tuntutan bagi terdakwa adalah atasan, sehingga JPU yang menyidangkan perkara dan yang mengetahui fakta persidangan tidak bisa berbuat banyak, sehingga dirasakan tidak adil bagi pencari keadilan.

“Di institusi kejaksaan itu sifatnya top down, orang atasan yang tidak tau apa di depan persidangan justru lebih dominan menentukan. ini ironisnya di kejaksaan itu, mungkin sering menjadi sangat terasa tidak adil,”ungkapnya.

Dibeberkan Sudiman, Kasus ini sejatinya bukanlah tindak pidana, hal itu diperkuat dari putusan perdata yang telah inkracht atau memiliki kekuatan hukum tetap.

“Dalam perkara hukum sudah jelas perkara perdata, sudah ada putusan perdata yang inkracht. kok ya tega mempidanakan, lebih tragis lagi buat tuntutan hanya lebih ringan 2 bulan dari max 4 tahun berdasar pasal 378,”bebernya.

Tingginya tuntutan hukuman yang dijatuhkan JPU ke terdakwa Hiu Kok Ming, masih kata Sudiman, sengaja dibuat tinggi dengan maksud untuk membuat hakim kikuk dalam menjatuhkan hukuman.

“Pengalaman saya sebagai lawyer puluhan tahun, Tuntutan itu walau aneh tapi jamak dalam praktek, yaitu dikala dalam persidangan dakwaan sangat lemah dan jaksa takut dibebaskan, maka biasanya tuntutan dibuat tinggi supaya hakimnya agak kikuk bila mau bebasin atau lepasin,” pungkasnya.

Diketahui, Perkara ini terjadi ketika terdakwa Hiu Kok Ming menjual sebidang tanah seluas lebih kurang 5 hektar kepada saksi pelapor Widjijono Nurhadi di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi.

Di kemudian hari, ternyata tanah 5 hektar di Bekasi tersebut belum sah menjadi milik terlapor karena terkendala belum keluarnya sertifikat dari BPN. (Kri)

Leave A Reply

Your email address will not be published.