KABUPATEN BEKASI, Harnasnews – Kementerian Kesehatan RI mempermudah alur birokrasi perizinan pemanfaatan bahan baku obat domestik melalui Program Change Source untuk meningkatkan kemandirian Indonesia dalam bidang kefarmasian.

“Kalau kita mengubah bahan baku obat yang tadinya impor, misalnya dari China, kemudian diubah bahan bakunya dari Kimia Farma, perizinannya, rumitnya, panjangnya ampun-ampunan,” kata Budi Gunadi Sadikin dalam agenda Kick Off Change Source di PT Kimia Farma Sungwun Pharmachopia Delta Silicone 1 Lippo Cikarang, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis.

Berdasarkan introspeksi Kemenkes terhadap alur birokrasi, kata Budi, maka dibutuhkan reformasi dari sisi regulasi, agar segala sesuatunya bisa dipermudah. Program Change Source difasilitasi oleh Kemenkes RI melalui Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Budi mengatakan hingga saat ini sejumlah perusahaan farmasi yang berdomisili di Indonesia telah mengambil bagian dalam program tersebut.

Perusahaan yang dimaksud di antaranya Kimia Farma Sungwun Pharmacopia, Riasima, Ferron Par Pharmaceutical, Daewoong Infion, Kimia Farma, Dexa Medica, Kalbe Farma, Otto Pharmaceutical, Pertiwi Agung, Novell Pharmaceutical Laboratories, Phapros, Lapi Laboratories, Meprofarm, dan Dipa Pharmalad.

“Perusahaan farmasi itu tadinya menggunakan bahan baku obat impor, sekarang ada nih bahan baku dalam negeri, itukan ada izin-izin untuk mengubah, nah itu difasilitasi oleh Kemenkes,” katanya.

Budi berharap Change Source dapat mempercepat perubahan bahan baku obat yang tadinya impor menjadi produksi dalam negeri.

Program tersebut ditargetkan bergulir mulai September 2022. “Karena sudah harus masuk dalam katalog elektronik untuk pengadaan 2023,” katanya.

Budi mengatakan saat ini terdapat sejumlah perusahaan farmasi di Tanah Air yang belum bergabung dalam program tersebut dan memilih untuk tetap menggunakan bahan baku obat secara impor, di antaranya PT Sanbe Farma dan PT Konimex.

Menyikapi situasi itu, Kemenkes akan memanggil perusahaan yang dimaksud untuk dimintai klarifikasinya. “Yang bisa kita lakukan, pertama kita panggil, kalau tidak mau juga, kita bekukan produk-produknya di katalog elektronik, karena arahan Bapak Presiden sudah jelas, semua pembelian produk obat oleh pemerintah akan diprioritaskan ke produksi dalam negeri,” katanya.