Kemenperin Selidiki Pasokan Gula Rafinasi di Jatim

Pertama, penertiban dalam produksi gula pada pabrik gula untuk mengurangi potensi kebocoran atau rembesan gula  Hal ini sesuai dengan Keppres 57 Tahun 2004 yaitu penetapan gula sebagai barang dalam pengawasan, seperti gula kristal mentah/gula kasar (raw sugar), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP).

Pada 2021, kebutuhan gula nasional sekitar 5,9 juta ton (industri 3,1 juta ton dan konsumsi 2,8 juta ton). Sementara produksi dalam negeri hanya 2,15 juta ton gula kristal putih (GKP), sehingga masih harus impor 3,76 juta ton (industri 3,1 juta ton dan konsumsi 647 ribu ton), setara dengan 3,99 juta ton raw sugar/GKM.

Kedua, dengan adanya peraturan ini, pabrik gula (PG) dapat berproduksi sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Pabrik gula rafinasi (PGR) memproduksi GKR untuk melayani industri mamin dan farmasi, sedangkan PG berbasis tebu memproduksi GKP untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi sebagai upaya mencapai swasembada gula nasional.

PGR tidak boleh memproduksi GKP untuk konsumsi, begitu juga PG basis tebu tidak boleh memproduksi gula industri/GKR, sehingga masing-masing fokus pada produksinya.

Ia menambahkan, adanya Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 akan menjamin ketersediaan gula konsumsi atau GKP untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan gula industri atau GKR sebagai bahan baku/bahan penolong industri makanan, minuman dan farmasi. Ketersediaan gula konsumsi (GKP) akan dipenuhi oleh PG berbasis tebu, dengan bahan baku tebu maupun bahan baku raw sugar impor (yang dihitung dari defisit neraca gula konsumsi nasional).

Sedangkan, ketersediaan gula industri (GKR) akan dipenuhi oleh PGR yang berbahan baku raw sugar impor karena produksi gula di dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan industri mamin dan farmasi.(qq)

Leave A Reply

Your email address will not be published.