MK Lanjutkan Sidang Uji UU Telekomunikasi

Berdasarkan hal-hal tersebut, pemohon meminta Mahkamah Menyatakan bahwa Pasal 42 ayat (2) UU 36/1999 sepanjang frasa “…dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan tertulis jaksa agung dan/atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk pidana tertentu, permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku”, bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pemohon meminta Mahkamah supaya pasal tersebut dimaknai bahwa permintaan informasi rekaman percapakan dapat juga diajukan tersangka dan/atau terdakwa secara pribadi maupun melalui penasihat hukumnya guna kepentingan pembelaan ketika tengah menjalani proses peradilan pidana.

Pada sidang sebelumnya, Rabu (9/1), pemerintah yang diwakili Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ahmad M. Ramli menyampaikan penyadapan atas informasi merupakan kegiatan yang dilarang berdasarkan undang-undang.

Namun Pasal 42 ayat (1) UU Telekomunikasi yang diuji pemohon telah mewajibkan penyelenggara telekomunikasi untuk merahasiakan informasi yang dikirim dan diterima, oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.

Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa UU Telekomunikasi memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak pribadi.

Senada dengan pemerintah, anggota Komisi III DPR Anwar Rachman yang mewakili DPR pada Senin (21/1) menyampaikan ketentuan pasal yang diuji pemohon sama sekali tidak mengurangi hak dan kewenangan konstitusional pemohon. (Ant/Red)

Leave A Reply

Your email address will not be published.