Tragedi Masakan MBG: Dari Muntah Massal di Sekolah, Jejak Dapur SPPG, hingga Jerat Hukum untuk Efek Jera

  1. Data epidemiologi berisi tentang siapa makan apa, jam berapa, siapa sakit kapan.
  2. Sampel makanan dan muntahan korban, diuji mikrobiologi dan toksin.
  3. Audit dapur SPPG, terkait bagaimana penyimpanan, peralatan, sanitasi, siapa penjamah, bahan apa dipakai.

Tanpa hasil laboratorium, tudingan-tudingan hanyalah spekulasi. Bisa saja racun bukan hanya bakteri, tapi juga kimia: minyak tengik, pestisida pada sayur, atau sisa deterjen di wajan. Jadi, hal itu harus diteliti, harus dibuktikan.

Dalam perspektif administratif, harus memperlihatkan bahwa sekolah dan SPPG wajib pastikan dapur memenuhi standar higienitas sesuai UU Pangan, PP Keamanan Pangan, Permendikbud. Jika lalai? Izin bisa dicabut, kontrak harus dibekukan.

Dari sisi pidana, maka vendor/penjamah bisa dijerat pasal 359–360 KUHP terkait kelalaian yang sebabkan luka/kematian hingga pasal 14 UU Pangan tentang produksi pangan berbahaya, dimana ancaman hukuman 5 tahun dan denda Rp10 miliar.

Dari sudut pandang korporasi dan pejabat, maka mereka bisa dijerat jika lalai lakukan pengawasan, bisa kena pasal “turut serta” sesuai KUHP pasal 55. Jika ada suap/gratifikasi kontrak, maka bisa masuk UU Tipikor.

Dari sisi keuangan negara, seluruh biaya pengobatan korban ditanggung BPJS dan APBD. Artinya, terjadi kerugian negara yang nyata. Bisa ditagih balik ke vendor yang lalai melalui mekanisme subrogasi dan gugatan perdata sesuai pasal 1365 KUHPerdata.

Vendor atau 3 orang SPPG pengelola tiap dapur cenderung terjerat kelalaian dapur, bahan busuk, dan distribusi tidak aman. Pemda/Dinas bisa diciduk karena gagal awasi, kontrak asal-asalan, tak ada inspeksi. Badan Gizi Nasional bisa dijadikan saksi karena sebagai penerbit regulasi yang longgar, lambat respon, tak siapkan sistem sanksi, yang jika terbukti maka bisa juga dijerat pidana.

Ini uraian rinci, langkah demi langkah terkait siapa bertanggung jawab di setiap titik rantai produksi yang hasilkan makanan MBG, dari bahan datang sampai makanan itu singgah ke meja siswa, supaya gampang dipakai polisi untuk pembuktian. Juga bisa dipakai oleh BGN/Pemda untuk pengaturan ulang, dan oleh auditor/investigator lapangan untuk checklist bukti.

1. Rantai alur singkat pengadaan bahan ke penerimaan bahan di dapur vendor lalu ke penyimpanan kemudian ke persiapan (cuci/iris) lantas ke area memasak, berlanjut ke pendinginan/holding bermuara ke pengemasan, lantas ke pengantaran (transport), berujung di serah terima dan konsumsi di sekolah. Di tiap fase itu ada peran dan tanggung jawab spesifik.

2. Komposisi “3 orang pengelola/pegawai BGN” di tiap dapur SPPG. Kalau tiap dapur dikelola oleh 3 orang itu maka ini susunan peran yang logis dan fungsional sekaligus mempermudah penentuan tanggung jawab jika terjadi kelalaian:

– Manajer/pimpinan operasional tanggung jawabnya: kontrak, pemilihan pemasok, anggaran, jaminan sertifikasi dan izin, dokumentasi, pelaporan ke Pemda/BGN. Potensi kelalaian bisa karena: kontrak dengan pemasok tak lolos uji, menekan biaya sampai mengorbankan mutu, mempekerjakan tenaga tanpa pelatihan/izin.
– Kepala produksi/kepala dapur bertanggung jawab menjalankan SOP produksi dan hygiene (HACCP basics), pengawasan juru masak, catatan suhu masak/holding, pemisahan bahan mentah versus matang. Potensi kelalaiannya: memasak tidak mencapai suhu aman, menyimpan makanan terlalu lama, tidak menerapkan sanitasi.
– Koordinator quality-control dan logistik, termasuk pengiriman memiliki tanggung jawab: pemeriksaan bahan terima (visual + label), catat tanggal kedatangan/lot, cek suhu cold chain, pengemasan aman, kontrol kendaraan pengantar (kebersihan + suhu), penandaan (timestamp, isi). Potensi kelalaian yang terjadi: pengiriman tanpa kontrol suhu, penggunaan wadah kotor, route/pengiriman panjang tanpa jeda suhu aman.

Catatan: selain 3 orang itu, bisa ada tenaga lapangan seperti juru masak, asisten dapur, pengemudi, petugas kebersihan, maka semua harus tercatat dan punya bukti pelatihan/sertifikat kesehatan.

3. Peran dan tanggung jawab terperinci per titik proses, apa yang harus dilakukan dan bukti apa yang mesti dikumpulkan bila ada dugaan keracunan, bisa kita lihat dari:

a. Pengadaan bahan (pemasok), bertanggung jawab: menyediakan bahan sesuai standar mutu (tanggal kedaluwarsa, sertifikat, label), menjamin rantai dingin untuk produk yang butuh (daging, susu), menyertakan dokumen asal (faktur, surat jalan, nomor lot).

Bukti penting yang diperlukan investigator: faktur dan surat jalan, nomor lot, sertifikat supplier, hasil uji mutu jika ada, foto/rekaman waktu muat, daftar penerimaan sebelumnya (pattern). Kelalaian yang sering terjadi: penjualan bahan kadaluarsa, substitusi bahan murah/berbahaya, tidak menyimpan dokumen traceability.

b. Penerimaan bahan di dapur, tanggung jawab atas: pemeriksaan visual dan sensor suhu saat diterima; menolak bahan yang mencurigakan; tanda terima dengan cap dan nama penerima; pencatatan lot dan tanggal.

Bukti: tanda terima berstempel, catatan suhu saat terima, foto bahan, CCTV penerimaan, tanda tangan penerima. Red flag: bahan diterima meski cacat; tidak ada catatan suhu; bahan disimpan langsung bersama makanan jadi.

c. Penyimpanan (cold storage dan dry storage), bertanggung jawab: menjaga suhu + rotasi stok (FIFO), label tanggal buka, kebersihan rak, catatan maintenance kulkas.

Bukti: log suhu kulkas/freezer, laporan pemeliharaan, foto kondisi penyimpanan, catatan rotasi stok. Red flag: tidak ada termometer, suhu di luar standar, bahan mentah dan matang bercampur.

d. Persiapan (cuci dan pemotongan), tanggung jawab: cuci sayur dengan air bersih, sanitasi peralatan, gunakan talenan/pisau berbeda untuk daging dan sayur, pemeriksaan residu pestisida jika mencurigakan.

Bukti: foto tahap persiapan, kuisioner pelatihan hygiene, hasil swab permukaan talenan jika diuji, catatan penggunaan air bersih. Red flag: tidak ada pencuci bekal, talenan kotor, air limbah dekat area cuci.

e. Memasak (core cooking), bertanggung jawab atas: suhu internal masak sesuai standard (mis. daging ≥75°C), durasi masak yang benar, tidak menahan makanan terlalu lama pada suhu berbahaya.

Bukti: termometer suhu masak, catatan suhu setiap batch, saksi/keterangan juru masak, video proses memasak. Red flag: tak ada termometer, masak hanya “cek rasa” tanpa pengukuran suhu, sisa masakan dipanaskan ulang berkali-kali.

f. Pendinginan/holding (setelah dimasak), bertanggung jawab: mendinginkan cepat bila tidak disajikan segera (cooling curve), simpan di bawah 5°C atau pegang di >60°C untuk hot holding, tidak menaruh makanan matang di suhu ruang >2 jam.

Bukti: catatan waktu memasak ke waktu pengemasan, log holding temperature, foto wadah penyimpanan. Red flag: makanan disimpan di suhu ruang berjam-jam; tidak ada catatan pendinginan.

g. Pengemasan dan pelabelan, tanggung jawabnya: gunakan wadah bersih dan aman; label tanggal/jam; informasi allergen jika perlu; penutup rapat.

Bukti: sampel kemasan, foto kemasan, label batch, daftar isi pengiriman per sekolah. Red flag: wadah terbuka, tidak ada label, paket campur untuk beberapa sekolah.

h. Pengantaran/transport, tanggung jawab: kendaraan bersih; alat pendingin bila diperlukan; rute dan waktu terjadwal; pengemudi bertanda terima dokumen; jaga keamanan makanan selama perjalanan.

Bukti: log kendaraan, suhu kendaraan saat loading/unloading, tanda terima sekolah (waktu), GPS/route log, statement pengemudi. Red flag: pengiriman berjam-jam tanpa pendingin; kendaraan kotor/terbuka; tidak ada bukti waktu serah terima.

i. Serah terima dan konsumsi di sekolah, tanggung jawab sekolah (kepala sekolah dan petugas): cek kondisi paket saat diterima, simpan sesuai SOP jika tidak langsung dibagi, informasikan pada orang tua bila ada masalah, catat konsumen (siapa makan).

Bukti: tanda terima dari sekolah, daftar siswa yang makan, CCTV waktu pembagian, laporan insiden. Red flag: paket dibuka langsung di luar ruangan panas; catatan penerima tidak lengkap.

4. Pemetaan kesalahan, siapa bisa dipidana/administratif.

– Kesalahan di tahap bahan (pemasok): tanggung jawab pemasok bisa pidana/perdata atas produk berbahaya.
– Kesalahan di tahap masak/penyimpanan (vendor/SPPG): tanggung jawab vendor, kepala dapur, juru masak bisa dijerat pidana sesuai pasal 14 UU Pangan, KUHP 359/360, administratif berupa pencabutan izin/kontrak.
– Kesalahan di tahap pengantaran (koordinator logistik/pengemudi/vendor): vendor dan koordinator logistik bisa pidana/perdata jika terbukti menjadi penyebab kontaminasi.
– Kelalaian pengawasan (Pemda/Dinas/BGN): bila terbukti gagal melakukan pengawasan yang seharusnya (seperti inspeksi, sertifikasi), pejabat terkait bisa diminta pertanggungjawaban administratif/politik; dalam kasus sistemik dan jika disertai korupsi juga dimungkinkan tindakan pidana dan tipikor.
– Sekolah (kepala sekolah/petugas): jika tidak menjalankan SOP penerimaan atau menutup-nutupi kejadian, kena administrasi/perdata/pidana tergantung unsur kelalaian/sengaja.

5. Bukti krusial yang mesti diamankan segera untuk kepentingan penyidikan:

a. Sisa makanan (kulkas), diambil sampel untuk laboratorium toksikologi dan mikrobiologi.
b. Sampel muntah/tinja korban (dengan persetujuan medis) untuk kultur/PCR/toksin.
c. Catatan penerimaan bahan dan faktur supplier.
d. Log suhu (dapur, kulkas, kendaraan).
e. SOP dan manual kerja vendor, sertifikat HACCP/halal/izin usaha.
f. Daftar pegawai/pekerja dan bukti pelatihan/surat keterangan sehat.
g. CCTV (dapur, muat, serah terima) + foto proses.
h. Pernyataan saksi (dari juru masak, pengemudi, guru, korban).
i. Chain of custody form saat pengambilan sampel (penting untuk bukti lab admissibility).
j. Dokumentasi kontrak dan pembayaran.

6. “Red flags” yang menandakan kelalaian/penyebab potensial:

– Tidak ada catatan suhu atau termometer hilang.
– Makanan disimpan di suhu ruang >2 jam tanpa pendinginan.
– Penggunaan kembali minyak/tidak ada pergantian rutin.
– Bahan tanpa label/lot atau sudah melewati tanggal.
– Tidak ada bukti training hygiene bagi penjamah.
– Tidak ada tandatangan penerima di sekolah/tanda terima dibuat belakangan.
– Rute pengantaran jauh dan tanpa alat pendingin namun diklaim “fresh”.

7. Rekomendasi cepat untuk mencegah kejadian berulang, yang praktis dan terukur:

a. Wajibkan 3 catatan minimal:
– tanda terima bahan + suhu saat terima,
– catatan suhu saat masak dan holding per batch,
– tanda terima sekolah (waktu dan jumlah).
b. Terapkan tiga-peran (operasional, kepala dapur, QC/logistik) dengan job description tertulis dan bukti pelatihan.
c. Wajibkan chain-of-custody pada pengambilan sampel, dan SOP emergency recall untuk batch yang dicurigai.
d. Audit mendadak dari Dinkes + verifikasi sertifikat vendor (HACCP/basic food safety).
e. Integrasikan data vendor ke database BGN sehingga vendor tanpa sertifikasi tidak bisa dapat kontrak.

8. Peta cepat “siapa yang harus disasar oleh polisi” untuk prioritas penyidikan:

a. Vendor owner/manajer operasional, terkait tanggung jawab administratif dan pemilihan pemasok.
b. Kepala dapur/penanggung jawab produksi, yang tanggung jawab teknis (SOP dan praktik memasak).
c. Koordinator logistik/pengemudi, bila ada bukti pengantaran tak aman.
d. Pemasok bahan, itu bila hasil lab menunjukkan bahan asal supplier terkontaminasi.
e. Pejabat pengawas Pemda/Dinas, bila ada bukti pembiaran/konflik kepentingan/kontrak fiktif.

Rekomendasi IAW

1. Untuk Polisi, segera tetapkan tersangka dari vendor dan pejabat yang lalai dalam seluruh kasus keracunan makanan tersebut. Amankan bukti, sita aset untuk ganti rugi. Jangan mendiamkan kasus tersebut supaya lahir rasa keadilan!
2. Pemda harus rekomendasikan ke BGN untuk mencabut kontrak vendor nakal, revisi Perbup/Walikota soal MBG. Wajibkan sertifikasi HACCP untuk semua dapur sekolah.
3. BGN harus bangun database nasional vendor MBG, spot check mendadak, integrasi data dengan BPJS untuk pantau biaya korban.
4. Publik/orangtua, upayakan ikut mencatat gejala, simpan bukti makanan, dorong class action bila ada korban massal.

Keracunan MBG bukan sekadar kasus dapur kotor. Ia adalah alarm kegagalan sistem pengawasan pangan anak sekolah. Jika polisi berhenti hanya pada “dugaan keracunan”, kasus ini akan lenyap bersama ingatan publik. Jangan sampai hal itu terjadii!

Jika dari bukti laboratorium diketahui ada kesalahan, maka yang terlibat seperti vendor yang lalai dipidana, pejabat pengawas ikut bertanggung jawab, dan kerugian negara ditagih balik, barulah timbul efek jera!

*Karena sesungguhnya, makanan gratis dari program MBG Presiden Prabowo Subianto harus dijaga demi anak-anak bangsa, tak boleh dibayar dengan muntah massal akibat dari kelalaian/kesalahan segelintir orang yang tidak bertanggungjawab! **

Leave A Reply

Your email address will not be published.