Kebijakan  Spektakuler, Anies Gratiskan PBB Ber-NJOP di Bawah Rp 2 Miliar

Oleh: Agus Wahid

 

Mengejutkan? Boleh jadi ya, tapi juga tidak. Bagaimana tidak? Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), salah satu obyek pajak potensial sebagai pendapatan daerah atau negara digratiskan menjadi 0%, meski tidak seluruhnya. Hanya PBB yang ber-NJOP di bawah Rp 2 miliar yang gratis. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 23 Tahun 2022 tentang Penetapan Pajak Bumi dan Banggunan Pedesaan dan Perkotaan, yang berlaku efektif per 8 Juni 2022. Inilah kebijakan, yang boleh jadi mengejutkan. Reaksinya positif atau negatif? Tergantung pihak mana atau siapa.

Pemerintah Pusat ataupun Daerah pada umumnya menilai negatif. Sebab, kebijakan penggratisan itu secara langsung mengakibatkan kontraksi pendapatan pajak sektor PBB itu. Inilah yang membuat paradok dengan kepentingan pemerintah pada umumnya. Dan boleh jadi, Kementerian Keuangan khususnya menilai sangat negatif. Lalu, mengapa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus menerbitkan Pergub yang berpotensi mereduksi pendapatan pajak itu?

Itulah perbedaan cara berpikir seorang Anies versus sejumlah Kepala Daerah lainnya, bahkan Pemerintah Pusat. Sebagai ilmuan ekonomi pembangunan, seorang Anies mampu berfikir kreatif, keluar dari pemikiran linier yang cenderung inbox. Yaitu, untuk keluar dari krisis sosial-ekonomi sebagai dampak pandemi covid-19 adalah ikut berupaya mengurangi beban ekonomi masyarakat. Cara yang paling sederhana dan fisibel adalah mengurangi pengeluaran masyarakat, meski pertahun. Itulah sebabnya dikeluarkan Pergub. No. 23 Tahun 2022 tentang Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, sebuah kebijakan yang menunjukkan pemikiran yang out of the box dari para penyelenggara negara, dari unsur Pusat ataupun Daerah.

Hanya serorang Anies yang mampu berfikir out of the box dalam kaitan pajak? Sangat mungkin masih ada dan banyak dari unsur para penyeleggara negara. Tapi, fakta bicara: sampai detik ini tak terdengar kebijakan yang mendorong publik menekan pengeluaran. Yang terjadi, Pemerintah terus mencari obyek yang bisa dikenakan pajak. Dan di sinilah perbedaan mendasar seorang Anies. Selaku Gubernur dia justru terpanggil untuk menggodok kebijakan, yang berpengaruh langsung pada pengurangan beban ekonomi masyarkat, terutama lapisan bawah yang memang sangat terpukul akibat pandemi covid-19. Penggodokan kebijakan sejak masa pandemi, sejarah mencatat, terbitlah formula perpajakan yang pro masyarakat lapis bawah. Hal ini tentu diperlukan keberanian, di samping kalkulasi cerdas agar kepentingan negara juga tidak terdistorsi.

Yang perlu kita garis-bawahi adalah filosofi di balik kebijakan penggratisan PBB. Yaitu, kesadaran mendalam bagaimana merasakan beratnya beban sosial-ekonomi masyarakat lapis bawah akibat pandemi covid-19. Selaku kepala daerah, Anies ikut merasakan beban berat itu. Karenanya terpanggil mencari formula jalan keluar dari krisis itu. Dan inilah kualitas rasa empati, yang di mata Anies harus dikemas dalam format kebijakan yang jelas. Ada kepastian hukum yang dinikmati kalangan masyarakat lapis bawah.

Keterpanggilan empatif inilah yang mampu menyingkirkan keraguan saat merumuskan terbitnya kebijakan penggratisan PBB yang ber-NJOP di bawah Rp 2 miliar tanpa ragu, meski dinilai begitu berani berbeda dengan kebijakan Pusat. Perlu kita garis-bawahi, keberaniannya bukan dalam kontek melawan Pemerintah Pusat yang posisinya lebih tinggi dari Pemprov. Tapi, seorang Anies memang harus menterjemahkan keberanian konstruktif untuk kepentingan kemanusiaan yang lebih asasi, yang kelak akan diminta pertanggung-jawabannya di hadapan sang Maha Raja: Allah, di samping tentu tuntutan pertanggung-jawaban rakyat.

Cara pandang kemanusiaan sesungguhnya telah diterjemahkan dalam UUD 1945. Konstitusi kita sesuai Pasal 28 dan 34 UUD 1945 NKRI demikian menghormati hak asasi manusia, terlebih kaum fakir-miskin yang memang diamanatkan untuk dilindungi. Rasa hormatnya harus diperjuangkan sampai terwujud, bukan otomatis ada atau terjadi penghormatan itu. Karena itu, Anies berusaha mengatualisasikannya dalam tataran legal-formal, bukan verbal atau sekedar berwacana.

Leave A Reply

Your email address will not be published.