KKP Tegas Tanggulangi Pelepasan Predator Berbahaya Arapaima Gigas di Perairan Indonesia

“Kita minta BKSDA bersama BKIPM, aturan apa yang bisa dipakai untuk menjerat para pelaku seperti ini, karena kalau tidak, sumber daya sungai bisa habis karena ikan Arapaima,” imbuhnya.

Ia khawatir, keberadaan Arapaima di sungai Brantas dapat merugikan ribuan orang yang hidup dari memancing dan menjala di sungai tersebut. Keberadaannya juga dikhawatirkan dapat mengubah ekologi Indonesia.

Menteri Susi mengimbau agar barang bukti yang telah memiliki ketetapan hukum segera dimusnahkan dengan pendampingan dan pengawasan agar tidak berpindah tangan.

“Pastikan yang belum tertangkap dan masih dipelihara diambil alih KKP untuk dimusnahkan. Tidak boleh lagi dipelihara. Takut berpindah tangan dan diperjualbelikan lagi,” tutur Menteri Susi.

Sementara itu, Plt. Dirjen PSDKP Nilanto Perbowo mengatakan, KKP bersama KLHK akan memastikan pencegahan pembudidayaan Arapaima gigas melalui artificial breeding dan lolos ke perairan umum. “Jika benih yang dibudidayakan lepas ke perairan, akan sangat sulit untuk mengendalikannya,” ungkap Nilanto.

Ia mengimbau dan memaksa seluruh pemilik Arapaima gigas dan seluruh jenis ikan yang dilarang masuk untuk menyerahkan secara suka rela ikan yang merupakan top tropic level di perairan umum daratan tersebut.

Ia meminta masyarakat ikut menginformasikan dan melaporkan jika masih ada yang memelihara atau membudidayakan ikan invasif.

Adapun Kepala BKIPM Rina mengatakan, KKP saat ini juga tengah mencegah kemungkinan masuknya Aligator dan Piranha ke perairan Indonesia. Guna memberikan pemahaman yang lebih terhadap rekan media dan masyarakat, ia mengundang untuk datang ke Galeri Karantina KKP yang terdapat di Gedung Mina Bahari IV Kantor KKP, Jakarta Pusat. “Kami telah memasang beberapa display ikan yang dilarang yang berhasil didapatkan dari beberapa penggagalan sebagai edukasi bagi masyarakat,” tuturnya.

Rina mengungkapkan, aturan mengenai larangan kepemilikan ikan invasif yang dapat merusak lingkungan ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan yaitu pada Pasal 12 ayat (1) dan (2) dan Pasal 86 ayat (1) dan (2).

“Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004, Pasal 86 ayat (2) disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya ikan dan/atau kesehatan manusia dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah),” tandasnya.(Red/Dar)

Leave A Reply

Your email address will not be published.