Kontestan Pilkada Diminta Tidak Menebar Ujaran Kebencian pada Kelompok Tertentu

Foto: Istimewa

JAKARTA,Harnasnews.Com  – Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018, sejumlah tokoh terutama pasangan calon kontestan di ajang hajat demokrasi lima tahunan itu, kerap melakukan tindakan kontroversi dengan menggunakan isu SARA atau menghujat kelompok tertentu guna menarik simpati dari masyarakat.

Hal tersebut terungkap berdasarkan video yang beredar disejumlah group di media sosial, dimana seorang incumbent menghujat salah satu kelompok terkait sepak terjangnya yang dilakukan selama ini. Meski video tersebut hanya dimiliki oleh komunitas partai tertentu, akan tetapi bila di viralkan dinilai bakal menjadi pemicu koflik antar kelompok.

Menyikapi hal tersebut, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Dr.Emrus Sihombing mengatakan siapapun dia latar belakang politiknya, calon incumbent maupun kontestan Pilkada tidak boleh lagi mengeksploitasi SARA sebagai alat politik untuk menarik simpati dari konstituennya. Karena, menurut dia perbedaan itu sudah disatukan dengan Pancasila.

“Calon yang melakukan tindakan eksploitasi kepada kelompok tertentu dengan menebar isu SARA maupun adanya unsur kebencian biasanya merasa percaya diri, bahwa seolah di Pilkada dirinyalah bakal menang,” ujar Emrus, Jumat, (2/3/2018).

Seharusnya, kontestan Pilkada bertarung pada level visi dan misi program kerja yang terukur secara kwantitatif.

“Contohnya ketika saya berkuasa akan meningkatkan kesejahteraan rakyat dari nilai sekian jadi sekian. Atau akan meningkatkan pelayanan publik sepeti menyediakan ambulance di setiap kelurahan atau terobosan baru seperti helicopter ambulance. Nah, seharusnya para kandidat pertarung pada level itu,” kata Emrus.

Oleh karenanya, siapapun kandidatnya, kalau masih mengangkat isu SARA maupun menyudutkan kelompok atau golongan dengan menggunakan kata-kata yang yaag menjatuhkan kelompok tetentu, menurut Emrus, adalah politisi masih belia dan cenderung menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.

“Sekalipun lawan politik itu pernah mengkritiknya dalam kontek SARA maupun sejenisnya, tapi sebaai seorang politisi seharusnya dapat menahan diri. Jadi, politisi yang kerap melakukan tindakan kontroversi, dengan menghujat atau menyudutkan kelompok tertentu, itu sebagai bentuk kelemahan dari segi program,” ucapnya. (Kim/Grd)

Leave A Reply

Your email address will not be published.