Perempuan Sudan yang Jadi Lambang Protes Nyatakan Terima Ancaman Mati

Data dari Bank Dunia memperlihatkan bahwa kurang separuh dari seluruh jumlah perempuan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di Sudan, tempat harapan hidup perempuan ialah sekitar 66 tahun.

“Orang tak bisa memiliki revolusi tanpa perempuan. Orang tak bisa memiliki demokrasi tanpa perempuan,” demikian antara lain isi cuitan itu. “Kami percaya kami dapat, jadi kami melakukannya.”

Alaa, yang menyatakan ia “sangat bangga karena bisa ikut dalam revolusi ini”, mengatakan hidupnya telah diancam sejak gambar dan rekaman videonya tersebar luas di media sosial.

“Saya takkan tunduk. Suara saya tak bisa ditindas,” kata Alaa di dalam cuitannya. Ia menambahkan ia akan menganggap Al-Bashir bertanggung-jawab “jika sesuatu terjadi pada saya”.

Thomson Reuters Foundation tak bisa menghubungi Alaa untuk meminta komentar atau mengabsahkan bahwa ia sendiri yang menulis cuitan tersebut dan bukan orang lain.

Al-Bashir telah dituntut oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, dan menghadapi surat penangkapan dengan tuduhan pemusnahan suku di Wilayah Darfur, Sudan, selama aksi perlawanan yang meletus pada 2003 dan mengakibatkan kematian sebanyak 300.000 orang. Ia membantah tuduhan tersebut. (Red)

Leave A Reply

Your email address will not be published.