Surat Terbuka Gubernur Aceh kepada Presiden Prabowo: Pulau Kami, Harga Diri Kami..

Bapak Presiden yang saya hormati, H. Prabowo Subianto, sahabat seperjalanan, yang dulu pernah menjadi lawan, kini menjadi saudara dalam cita-cita besar Republik.

Izinkan saya menulis surat terbuka ini. Bukan sekadar sebagai Gubernur Aceh, melainkan sebagai seorang anak bangsa yang pernah berseberangan jalan dengan Bapak, tetapi kini di pertemukan oleh jalan damai dan persatuan.

Barangkali tak banyak pemimpin republik ini yang memahami Aceh sedalam Bapak. Dahulu, kita pernah berdiri di dua sisi berbeda dari sejarah. Saya di hutan-hutan Aceh, memimpin pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), memperjuangkan hak-hak rakyat kami. Bapak kala itu berdiri sebagai bagian dari militer Indonesia, menjaga kedaulatan negara ini. Kita pernah berhadapan dalam pertempuran yang getir, di tengah darah dan air mata rakyat Aceh.

Namun sejarah menuntun kita ke jalan yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Perjanjian damai Helsinki membuka pintu persatuan. Senjata kami letakkan, dendam kami kubur, dan kami memilih berjalan bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jalan itu tidak mudah, tetapi kami berani melangkah, demi anak cucu Aceh yang haus damai.

Sejak 2012, Saya menambatkan kepercayaan politik saya kepada Bapak. Ketika banyak pihak mempertanyakan pilihan politik saya itu, saya meneguhkan hati bahwa Bapak dapat di percaya. Ketika banyak pihak ragu, saya percaya pada keberanian dan ketulusan Bapak. Dalam kemenangan maupun kekalahan, kami berdiri di belakang Bapak hingga hari ini, ketika Bapak memimpin negeri ini sebagai Presiden Republik Indonesia.

Namun kini, Luka lama seakan menganga kembali. Empat pulau kami, Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang, telah di alihkan ke Sumatera Utara melalui Kepmendagri 050-145 Tahun 2022 dan di kukuhkan lagi dengan Kepmendagri 300.2.2-2138 Tahun 2025.

Bagi sebagian orang, Ini mungkin sekadar urusan administratif. Namun bagi kami, orang Aceh, tanah adalah kehormatan.
Harga diri kami. Ke-empat pulau itu bagian dari sejarah kami sejak masa Kesultanan Aceh. Sejak 1965, Pemerintah Daerah Istimewa Aceh telah menetapkan pengelolaannya melalui SK No. 125/IA/1965.
Bahkan dalam masa damai, kami membangun mushalla, rumah singgah nelayan, hingga patok-patok batas yang sah.

Sejak 2018, Kami telah berulang kali mengajukan keberatan resmi kepada pusat. Surat demi surat kami kirimkan. Data kami lengkapi. Namun semua seolah hilang dalam riuh rendah birokrasi.

Bapak Presiden, Saya menulis bukan dalam semangat permusuhan. Tidak. Saya menulis sebagai saudara lama Bapak. Kita pernah bertempur, kini berjalan dalam satu barisan. Saya percaya, dalam hati seorang prajurit seperti Bapak, kehormatan wilayah dan keadilan rakyat adalah sesuatu yang suci.

Izinkan kami memohon : Bukalah kembali proses verifikasi. Hadirkan kembali dialog yang adil. Kembalikan ke-empat pulau itu dalam pelukan Aceh, bukan semata demi memperluas wilayah, tetapi demi menegakkan keadilan sejarah dan menjaga kehormatan rakyat kami yang telah setia menjaga perdamaian.

Bapak Presiden, Aceh tidak meminta lebih dari yang seharusnya. Kami hanya ingin agar luka yang telah kita jahit bersama tidak kembali robek oleh ketidakadilan yang bisa kita cegah. Sebab saya percaya, seperti halnya prajurit memegang sumpah setianya, Bapak akan menjaga keutuhan rasa keadilan negeri ini.

Semoga Allah SWT, Senantiasa memberi kekuatan kepada Bapak dalam memimpin negeri besar ini dengan kebijaksanaan dan keadilan.

Hormat saya,
Muzakir Manaf (Mualem)
Gubernur Aceh

Demikianlah draft surat yang dapat di kirimkan Gub Aceh Muzakir Manaf kepada Presiden Prabowo terkait sengketa empat pulau. **

Leave A Reply

Your email address will not be published.