
Tiga anggota TAUD yang hadir pada pembacaan pledoi, yaitu Oky Wiratama selaku koordinator, Arif Maulana, dan Marudut.
Dalam nota pembelaan itu, penasihat hukum memberi pemaparan terkait latar belakang kritik Jumhur terhadap Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, juga pemaparan dan analisis terhadap fakta-fakta persidangan, dan analisis terhadap tuntutan jaksa.
“Dari fakta persidangan bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan jelas bahwa apa yang dilakukan oleh terdakwa Jumhur Hidayat dan kemudian didakwa oleh penuntut umum adalah bagian dari hak dan jaminan yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni Kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945),” kata penasihat hukum, dikutip dari antara.
Oleh karena itu, penasihat hukum menilai tuntutan jaksa terhadap Jumhur tidak memperhatikan fakta-fakta di persidangan.
Jaksa Puji Triasmoro dari Kejaksaan Agung RI pada Kamis minggu lalu (23/9) menuntut majelis hakim PN Jakarta Selatan menghukum Jumhur penjara 3 tahun, karena dia diyakini bersalah melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal itu mengatur soal penyebaran berita bohong dan keonaran.
Jumhur terjerat kasus pidana setelah ia mengunggah cuitan yang mengkritik pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja di Twitter pada 7 Oktober 2020.(qq)