JAKARTA, Harnasnews.com  – Pencabutan hak guna usaha (HGU) bukan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), karena itu dalam konteks sektor perkebunan, beredarnya SK Menteri LHK No 1 Tahun 2022 bukanlah SK pencabutan HGU, tetapi SK pencabutan izin pelepasan kawasan hutan yang tidak dikelola.

Pendapat itu disampaikan pakar hukum kehutanan Dr Sadino menanggapi kontroversi beredarnya SK Menteri LHK tentang pencabutan izin pelepasan kawasan hutan.

Ia berpendapat, saat izin pelepasan kawasan hutan diberikan, maka statusnya bukan lagi sebagai kawasan hutan. Apalagi jika HGU telah terbit, izin pelepasan tersebut tidak bisa dibatalkan apalagi sampai pencabutan HGU.

“Hak guna usaha adalah kewenangan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang bukan Kementerian LHK,” kata Sadino dalam keterangan tertulis di Jakarta Senin (10/1).

Dikabarkan dari antara, Sadino mengatakan, SK pelepasan kawasan hutan memang merupakan prasyarat untuk memperoleh HGU, jika lahan yang dimohonkan bersumber dari lahan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Hanya saja, secara hukum, SK Pelepasan kawasan hutan sudah lebur dalam HGU bersama dengan izin lokasi. Seharusnya yang mengikat dalam kegiatan perkebunan adalah HGU dan tidak lagi mendasarkan pada SK Pelepasan kawasan hutan maupun izin lokasi.

Karena itu, saat SK Pelepasan sudah terbit, kawasan tersebut sudah bukan kawasan hutan lagi dan beralih kewenangannya kepada Menteri ATR/BPN dan Pemerintah Daerah karena telah menjadi HGU.

Sadino menilai, keinginan memberlakukan SK Kementerian LHK No 1 tahun 2022 tentang pencabutan pelepasan kawasan hutan yang telah menjadi HGU merupakan tindakan salah alamat.

“SK pelepasan tersebut sudah mati secara hukum dan sudah menjadi HGU yang usianya dibatasi oleh waktu sesuai UUPA no. 5 tahun 1960,” jelas Sadino.

Jika pemerintah memaksakan memberlakukan SK tersebut, justru hal tersebut tidak mencerminkan adanya tata kelola pemerintahan yang baik, dan hal itu bakal memperburuk citra pemerintahan saat ini,” kata Sadino.

Menurut Sadino, terkait beredarnya SK tersebut terdapat sejumlah kejanggalan. Salah satunya judul SK dengan isinya sangat berbeda sebagaimana tertuang dalam Amar Keputusan Menteri LHK 01.