
Proyek UPPO di Aceh Utara Diduga Mangkrak Tanpa Pertanggungjawaban
ACEH UTARA, Harnasnews – Program strategis nasional bernama Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) yang digelontorkan oleh Kementerian Pertanian RI (Kementan) di Kabupaten Aceh Utara kini menghadapi sorotan tajam.
Proyek bernilai ratusan juta hingga miliaran rupiah per titik ini disinyalir gagal dijalankan sebagaimana mestinya, bahkan menunjukkan gejala kuat adanya pembiaran dan potensi penyalahgunaan fasilitas negara.
Di Desa Seureuke, Kecamatan Langkahan, salah satu lokasi penerima manfaat, program UPPO justru berubah menjadi bangunan kosong tanpa aktivitas.
Pantauan tim investigasi Harnasnews memperlihatkan kandang komunal dalam kondisi sepi, alat produksi pupuk tak diketahui rimbanya, dan ternak sapi yang mestinya menjadi sumber utama bahan pupuk organik turut raib.
“Sudah lama tidak difungsikan. Sekarang hanya bangunan yang tinggal. Alat dan ternaknya entah ke mana,” ujar seorang warga setempat yang meminta identitasnya dirahasiakan saat ditemui awak media baru-baru ini.
Rincian Fasilitas Bantuan yang Kini Menghilang
Dokumen resmi yang diperoleh redaksi menunjukkan bahwa kelompok tani di Desa Seureuke menerima bantuan dari program UPPO berupa:
1 unit kandang komunal
1 unit bak fermentasi pupuk
Ternak sapi (jumlah tidak terverifikasi)
1 unit Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO)
1 unit kendaraan roda tiga (Viar)
Namun, kenyataan di lapangan berbanding terbalik. Semua fasilitas fisik tak terlihat, bahkan keberadaan sapi pun tak bisa diverifikasi.
Tim Harnasnews menghubungi Zulfikar, S.ST, selaku Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas Pertanian Aceh Utara. Dia menyatakan, sebanyak 14 Kelompok tani menerima bantuan serupa.
Adapun proses seleksi penerima di Desa Seureuke, berdasarkan permohonan dari poktan langsung ke Kementan. Sementara, penetapan akhir dilakukan oleh PPK Kementan RI.
Terkait pengawasan program tersebut, kata Zulfikar, dinas hanya melakukan pembinaan dan monitoring selama tahun anggaran berjalan.
Sementara itu, menanggapi pertanyaan terkait dengan belum difungsikannya fasilitas tersebut, menurut dia, karena belum adanya serah terima dari pusat.
“Setelah dilakukan Berita Acara Serah Terima, seluruh pengelolaan menjadi tanggung jawab kelompok penerima manfaat,” katanya.
Meski dalam program APPO di antaranya ada pemeliharaan sapi, namun Zulfikar mengaku bahwa dirinya tak mengetahui keberadaan sapi yang dimaksud.
“Terkait dengan pertanggungjawaban sesuai regulasi itu ada di poktan secara mutlak,” ujar Zulfikar.
Dia pun menegaskan, bahwa program APPO merupakan kewenangan pusat, oleh karena itu, terkait dengan audit anggarannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat.
“Karena ini kegiatan pusat, maka Dinas tidak mengetahui apakah ada audit atau temuan dari BPK/Inspektorat,” jelasnya.
Seperti diketahui, program UPPO yang digadang-gadang sebagai jawaban atas kelangkaan pupuk organik, kini terancam menjadi contoh kegagalan sistemik dalam pengelolaan bantuan pemerintah pusat di daerah.
Minimnya pengawasan, lemahnya tanggung jawab kelompok penerima, dan nihilnya laporan membuat publik curiga: ke mana sebenarnya aliran bantuan dana yang dinilai sangat fantastis itu.
Jika memang terjadi penyimpangan atau kelalaian, maka bukan hanya petani yang dirugikan, tetapi juga keuangan negara dan kepercayaan publik terhadap program pertanian nasional. (Zulmalik)