Saksi JPU Ringankan Mak Susi Saat Sidang Di PN Surabaya

SURABAYA, Harnasnews.com – Sidang lanjutan kasus kerusuhan di Asrama Masiswa Papua, Surabaya, dengan terdakwa Tri Susanti atau Mak Susi, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan agenda pemeriksaan saksi, Senin (06/01/2020).

Dari pantauan media ini di ruang sidang Cakra, dihadapan ketua majelis hakim Johanis Hehamony, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erna dari Kejati Jatim, kedua saksi yakni Sulaeman dan Jemad Arifin diperiksa secara bergantian.

Dalam keterangannya, kedua orang saksi fakta yang dihadirkan oleh JPU, menurut Sahid, penasihat hukum terdakwa mengaku sangat meringankan kliennya.

“Keterangan saksi-saksi yang dihadirkan (JPU) sudah jelas jelas meringankan dari saudara terdakwa, dan tidak memberatkan” tutur Sahid, ketika ditemui usai sidang.

Masih kata Sahid, dalam persidangan baik saksi Sulaeman maupun Arifin, keduanya tidak terprovokasi dengan isi pesan Mak Susi yang tersebar di grup WhatsApp yang dinilai JPU merupakan pesan bernada provokarif.

“Mereka (para saksi) sama sekali tidak terprovokasi oleh isi pesan di grup Whatsapp yang dibuat mak Susi,”kata Sahid.

Lebih lanjut, Sahid menjelaskan bahwa gabungan massa yang saat itu melakukan pengepungan di Asrama mahasiswa Papua, hanya didasari spontanitas dengan melihat kejadian-kejadian sebelumnya. Karena setiap otoritas pemerintah maupun sipil yang hendak memasang bendera merah putih saat memperingati hari-hari besar di asrama, berakhir dengan kericuhan.

“Dari keterangan Sulaeman itu memang ada (pembuangan bendera), dan tiangnya di patah-patahkan,” lanjut Sahid.

Saksi Sulaeman, dalam hal ini juga telah melaporkan insiden pembuangan bendera itu ke Mapolrestabes Surabaya, dengan pasal 66 Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, bahasa dan Lambang Negara.

“Artinya sudah dilaporkan dan kejadiannya itu memang ada, faktual,” ungkapnya.

Sahid juga menyoal surat dakwaan Jaksa yang menjerat Mak Susi menggunakan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Dakwaan tersebut menurut Sahid tidak memiliki korelasi dengan kejadian yang ada.

“Gak ada kaitannya dengan pasal 28 ayat (2) Undang-undang ITE, seharusnya pihak aparat itu mengejar orang yang melecehkan dan merusak bendera merah putih yang jelas-jelas adalah tindak pidana,” tukasnya. (Kri)

Leave A Reply

Your email address will not be published.